Minggu, 27 Januari 2013

Tarikh al-Nabawiyah


Sirah Nabawiyah
Bagian Pertama  Muqoddimah
Pentingnya Sirah Nabawiyah untuk memahami Islam
Tujuan mengkaji Sirah Nabawiyah bukan sekedar untuk mengetahui peristiwa-peristiwa
sejarah yang mengungkapkan kisah-kisah dan kasus yang menarik. Karena itu, tidak
sepatutnya kita menganggap kajian fikih Sirah Nabawiyah termasuk sejarah, sebagaimana
kajian tentang sejarah hidup salah seorang Khalifah, atau sesuatu periode sejarah yang telah
silam.
Tujuan mengkaji Sirah Nabawiyah adalah agar setiap Muslim memperoleh gambaran
tentang hakekat Islam secara paripurna, yang tercermin di dalam kehiduapn Nabi Muhammad
saw, sesudah ia dipahami secara konseptional sebagai prinsip, kaidah dan hukum. Kajian Sirah
Nabawiyah hanya merupakan upaya aplikatif yang bertujuan memperjelas hakekat Isam secara
utuh dalam keteledanannya yang tertinggi, Muhammad saw.
Bila kita rinci, maka dapat dibatasi dalam beebrapa sasaran berikut ini :
1. Memahami pribadi kenabisan Rasulullah saw melalui celah-celah kehidupan dan kondisikondisi
yang pernah dihadapinya, utnuk menegaskan bahwa Rasulullah saw bukan hanya
seorang yang terkenal genial di antara kaumnya , tetapi sebelum itu beliau adalah seorang
Rasul yang didukung oleh Allah dengan wahyu dan taufiq dari-Nya.
2. Agar manusia menndapatkan gambaran al-Matsatl al A’la menyangkut seluruh aspek
kehidupan yang utama untuk dijadikan undang-undang dan pedoman kehidupannya. Tidak
diragukan lagi betapapun manusia mencari matsal a’la ( tipe ideal ) mengenai salah satu
aspek kehidupan , dia pasti akan mendapatkan di dala kehiduapn Rasulullah saw secara jelas
dan sempurna. Karena itu, Allah menjadikannya qudwah bagi seluruh manusia.Firman Allah:
„Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu ...“ QS
al-Ahzab : 21
3. Agar manusia mendapatkan , dalam mengkaji Sirah Rasulullah ini sesuatu yang dapat
membawanya untuk memahami kitab Allah dan semangat tujuannya. Sebab, banyak ayatayat
al-Quran yang baru bisa ditafsirkan dan dijelaskan maksudnya melalui peristiwaperistiwa
ynag pernah dihadapi Rasulullah saw dan disikapinya.
4. Melalui kajian Sirah Rasulullah saw ini seorang Muslim dapat mengumpulkan sekian banyak
tsaqofah dan pengetahuan Islam yang benar, baik menyangkut aqidah, hukum ataupun
akhlak. Sebab tak diragukan lagi bahwa kehiduapn Rasulullah saw merupakan gambaran
yang konkret dari sejumlah prinsip dan hukum Islam
5. Agar setiap pembina dan da’i Islam memiliki contoh hidup menyangkut cara-cara pembinaan
dan dakwah. Adalah Rasulullah saw seorang da’i pemberi nasehat dan pembina yang baik,
yang tidak segan-segan mencari cara-cara pembinaan yang pendidikan terbaik selama
beberapa periode dakwahnya.
Di antara hal itu terpenting yang menjadikan Sirah Rasulullah saw cukup untuk
memenuhi semua sasaran ini adlah bawah seluruh kehidupan beliau mencakup seluruh aspek
2
sosial dan kemanusiaan yang ada pada manusia, baik sebagai pribadi ataupun sebagai anggota
masyarakat yang aktif.
Kehidupan Rasulullah saw memberikan kepada kita contoh-contoh mulia, baiks ebagai
pemuda Islam yang lurus perilakunya dan terpercaya di antara kaum dan juga kerabatnya,
ataupun sebagai da’i kepada Allah dengan hikmah dan nasehat yang baik, yang mengerahkan
segala kemampuan utnuk menyampaikan risalahnya. Juga sebagai kepala negara yang mengatur
segala urusan dengan cerdas dan bijaksana, sebagai suami teladan dan seorang ayah yang
penuh kasih sayang, sebagai panglima perang ang mahir, sebagai negarawan ynag pandai dan
jujur, dan sebagai Muslim secara keseluruhan (kaffah) yang dapat melakukan secara imbang
antara kewajiban beribadah kepada Allah dan bergaul dengan keluarga dan sahabatnya dengan
baik
Maka kajian Sirah Nabawiyah tidak lain hanya menampakkan aspek-aspek kemanusiaan
ini secara keseluruhan yang tercermin dalam suri tauladan yang paling sempurna dan terbaik.
Sumber-sumber Sirah Nabawiyah
Secara umum dapat disebutkan di sini bahwa sumber-sumber dan rujukan Sirah
Nabawiyah ada tiga, yaitu : Kitab Allah, Sunnah Nabawiyah yang shahih, dan kitab-kitab Sirah.
Pertama : Kitab Allah
Kitab Allah merupakan rujukan pertama untuk memahami sifat-sifat umum Rasulullah
saw dan mengenal tahapan-tahapan umum dari Sirahnya ynag mulia ini. Ia mengemukakan
Sirah Nabawiyah dengen menggunakan salah saru dari dua uslub :
 Pertama : mengemukakan sebagian kejadian dari kehidupan dan Sirahnya. Seperti
ayat-ayat yang menjelaskan tentang perang Badar, Uhud, Khandaq, dan Hunain,
serta ayat-ayat yang mengisahkan perkawinan dengan Zainab binti Jahsyi.
 Kedua : mengomentari kasus-kasus dan peristiwa-peristiwa yang terjadi untuk
menjawab masalah-masalah ynag timbul atau mengungkapkan masalah yang belum
jelas, atau untuk menarik perhatian kaum Muslim kepada pelajaran dan nasehat yang
terkandung di dalamnya. Semua itu berkaitan dengan salah satu aspek dari Sirahnya
atau permasalahnya. Dengan demikian telah menjelaskan banyak hal mulia dari
kehidupan berbagai perkara serta perbuatannya.
Tetapi pembicaraan al-Quran tentang kesemuanya itu hanya disampaikan secara
terputus-putus. Betapapun beragamnya uslub al-Quran dalam menjelaskan seri Sirahnya tetapi
tidak lebih hanya sekadar penjelasan secara umum dan penyakinan secara global dan sekilas
tentang beberapa peristiwa dan berita. Demikianlah cara al-Quran dalam menyajikan setiap
kisah para Nabi dan ummat-ummat terdahulu.
Kedua : Sunnah nabawiyah yang shahih
Yakni apa yang terkandung di dalam kitab-kitab para imam hadits yang terkenal jujur
dan amanah. Seperti kitab-kitab enam, Muwaththa’ Imam Malik, dan Musnad Imam Ahmad.
3
Sumber kedua ini lebih luas dan lebih rinci. Hanya saja belum tersusun secara urut dan
sistematis dalam memberikan gambaran kehidupan Rasulullah saw sejak lahir hingga wafat. Hal
ini disebabkan oleh dua hal :
 Pertama : Sebagian besar kitab-kitab ini disusun hadits-haditsnya berdasarkan babbab
fikih atua sesuai dengan satuan pembahasan yang berkaitan dengan syari’at
Islam. Oleh karena itu hadits-hadits yang berkaitan dengan Sirahnya ynag
menjelaskan bagian dari kehidupannya terdapat pada berbagai tempat diantara semua
bab yang ada.
 Kedua : Para Imam hadits, khususnya penghimpun al Kutub as-Sittah , ketika
mengumpulkan hadits-hadits Rasulullah saw tidak mencatat riwayat Sirahnya seara
terpisah , tetapi hanya mencatat dalil-dalil syari’ah secara umum ynag diperlukan.
Di antara keistimewaan sumber kedua ini ialah bahwa sebagian besar isinya
diriwayatkan dengan sanad shahih yang bersambung kepada Rasulullah saw, atau kepada para
sahabat yang merupakan sumber khabar manqul, kendatipun Anda temukan pula beberapa
riwayat dha’if yang tidak bisa dijadikan hujjah.
Ketiga : Kitab-kitab Sirah
Kajian-kajian Sirah di masa lalu diambil dari riwayat-riwayat pada masa sahabat yang
disampaikan secara turun-temurun tanpa ada yang memperhatikan untuk menyusun atau
meghimpunnya dalam suatu kitab, kendatipun sudah ada beberapa orang yang memperhatikan
secara khusus Sirah Nabi saw dengan rincian-rinciannya.
Baru pada generasi Tabi’in Sirah Rasulullah saw diterima dengan penuh perhatian
dengan banyaknya di antara mereka yang mulai menyusun data tentang Sirah Nabawiyah yang
didapatkan dari lembaran-lembaran kertas. Di antara mereka ialah : Urwah bin Zubeir yang
meinggal pada tahun 92 Hijriyah , Aban bin Utsman (105), Syurahbil bin Sa’d (123), Wahab
bin Munabbih (110) dan Ibnu Syaihab az-Zuhri ( wafat tahun 124 H ).
Akan tetapi semua yang pernah mereka tulis sudah lenyap, tidak ada yang tersisa
kecuali beberapa bagian yang sempat diriwayatkan oleh Imam ath-Thabari. Ada yang
mengatakan bahwa sebagian tulisan Wahab bin Munabbih sampai sekarang masih tersimpan di
Heidelberg, Jerman.
Kemudian muncul generasi penyusun Sirah berikutnya . Tokoh generasi ini ialah
Muhammad Ishaq (152). Lalu disusul oelh generasi sesudahnya dengan tokohnya al-Waqidi
(203) dan Muhammad bin Sa’d, penyusun kitab ath-Thabari al-Kubra (130)
Para Ulama sepakat, bahwa apa yang ditulis oleh Muhammad bin Ishaq merupakan data
yang paling terpercaya tentang Sirah Nabawiyah ( pada masa itu ) Tetapi sangat disayangkan
bahwa kitabnya al-Maghazzi termasuk kitab yang musnah pada masa itu.
Tetapi al-Hamdu li’Ilah , sesudah Muhammad bin Ishaq muncul Abu Muhammad Adul
Malik yang terkenal dengan Abi Hisyam. Ia meriwayatkan Sirah tersebut dengan berbagai
penyempurnaan,s etelah abad sesudah penyusun kitab Ibnu Ushaq tersebut.
Kitab Sirah Nabawiyah yang dinisbatkan kepada Ibu Hisyam yang sekarang ini hanya
merupakan duplukat dari Maghazzinya Ibnu Ishaq.
4
Ibnu Khalikan berkata :Ibnu Hisyam adalah orang yang menghimpun Sirah Rasulullah
saw dari al-Maghazzi dan as-Siyar karangan Ibnu Ishaq. Ia telah menyempurnakan dan
meringkasnya. Kitan inilah yang ada sekarang dan yang terkenal dengan Sirah Ibnu Hisyam.
Selanjutnya , lahirlah kitab-kitab Sirah Nabawiyah. Sebagiannya menyajikan secara
menyeluruh, tetapi ada pula yang memperhatikan segi-segi tertentu, seperti al-Asfahani di
dalam kitabnya Dala’il an nubuwwah, Tirmidzi di dalam kitabnya Asy-Syama’il dan ibnu
Qayyim al-Jauziyah di dalam kitabnya Zad al-Ma’ad.
Rahasia dipilihnya Jazirah Arabia
Sebagai Tempat Kelahiran dan Pertumbuhan Islam
Sebelu membahas Sirah Rasulullah saw dan berbicara tentang jazirah Arabia, tempat
yang dipilih Allah sebagai tempat kelahiran dan pertumbuhannya, terlebih dahulu kita harus
menjelaskan hikmah Ilahiyah yang menentukan bi’tsah Rasulullah saw di bagian dunia ini, dan
pertumbuhan dakwah Islam di tangan bangsa Arab sebelum bangsa lainnya.
Untuk menjelaskan hal ini, pertama kita harus mengetahui karakteirstik bangsa Arab
dan tabiat mereka sebelum Islam, juga menggambarkan letak geografis tempat mereka hidup
dan posisinya di antara negara-negara disekitarnya. Sebaliknya kita juga harus menggambarkan
kondisi peradaban dan kebudayaan ummat-ummat lain pada waktu itu, seperti Persia, Romawi,
Yunani, dan India.
Kita mulai pertama, menyajikan di sekitar jazirah Arab sebelum Islam.
Pada waktu itu dunia dikuasai oleh dua negara adidaya yaitu Persia dan Romawi,
kemudian menyusul India dan Yunani.
Persia adalah ladang subur berbagai khayalan (khurafat) keagamaan dan filosof yang
saling bertentangan. Di antaranya adlah Zoroaster yang dianut oleh kaum penguasa. Diantara
falsafahnya adalah mengutamakan perkawinan seseorang dengan ibunya, anak perempuannya
atau saudaranya. Sehingga Yazdasir II yang memerintah pada pertengahan abad kelima Masehi
mengawini anak perempuannya. Belum lagi penyimpangan-penyimpangan akhlak yang
beraneka ragam sehingga tidak bisa disebutkan di sini.
Di persia juga terdapat ajaran Mazdakia, yang menurut Imam Syahrustani , didasarkan
filsafat lain, yaitu menghalalkan wanita, membolehkan harta dan menjadikan manusia sebagai
serikat seperti perserikatan mereka dalam masalah air, api dan rumput. Ajaran ini memperoleh
sambutan luas dari kaum pengumbar hawa nafsu.
Sedangkan Romawi telah dikuasi sepenuhnya oleh semengat kolonialisme. Negeri ini
terlibat pertentangan agama , antara Romawi di satu pihak dan Nasrani di pihak lain. Negeri ini
mengandalkan kekuatan militer dan ambisi kolonialnya dalammelakukan petualangan (naif)
demi mengembangkan agama kristen,d an mempermainkannya sesuai dengan keinginan hawa
nafsunya yang serakah.
5
Negara ini pada waktu yang sama tak kalah bejatnya dari Persia. Kehidupan nista,
kebejatan moral dan pemerasan ekonomi telah menyebar ke seluruh penjuru negeri, akibat
melimpahnya penghasilan dan menumpuknya pajak.
Akan halnya Yunani maka negeri ini sedang tenggelam dalam lautan khurafat dan
mithos-mithos verbal yang tidak pernah memberikan manfaat.
Demikian pula India , sebagaimana dikatakan oleh ustadz Abul Hasan an-Nadawi, telah
disepakai oleh para penulis sejarahnya, bahwa negeri ini sedang berada pada puncak kebejatan
dari segi agama, akhlak ataupun sosial. Masa terebut bermula sejak awal abad keenam Masehi.
India bersama negara tetangganya berandil dalam kemerosotan moral dan sosial.
Disamping itu harus diketahui bahwa ada satu hal yang menjadi sebab utama terjadinya
kemerosotan , keguncangan dan kenestapaan pada ummat-ummat tersebut, yaitu peradaban
dan kebudayaan yang didasarkan pada nilai-nilai materialistik semata, tanpa ada nilai-nilai
moral yang mengarahkan peradaban dan kebudayaan tersebut kejalan yang benar. Akan halnya
peradaban berikut segala implikasinya dan penampilannya , tidak lain hanylaah merupakan
sarana dan instrumen, Jika pemegang sarana dan instrumen tidak memiliki pemikiran dan nilainilai
moral yang benar, maka peradaban yang ada di tangan mereka akan berubah menjadi alat
kesengsaraan dan kehancuran. Tetapi jika pemegang memilikipemikiran yang benar, yang
hanya bisa diperoleh melalu wahyu Ilahi, maka seluruh nilai peradaban dan kebudayaan akan
menjadi sarana ang baik badi kebudayaan yang berbahagia penuh dengan rahmat di segala
bidang.
Sementara itu, di jazirah Arabia hidup dengan tenang, jauh dari bentuk keguncangan
tersebut. Mereka tidak memiliki kemewahan dan peradaban Persia yang memungkinkan
mereka kreatif dan pandai menciptakan kemerosotan-kemerosotan, filsafat keserbabolhean dan
kebejatan moral yang dikemas dalam bentuk agama. Mereka juga tidak memiliki kekuatan
militer Romawi, yang mendorong mereka melakukan ekspansi kengera-negara tetangga.
Mereka tidak memiliki filosofi dan dialetika Yunani yang menjerat mereka menjadi bangsa
mithos dan khurafat.
Karakteristik mereka seperti bahan baku yang belum diolah dengan bahan lain, masih
menampakkan fitrah kemanusiaan dan kecenderungan yang sehat dan kuat, serta cenderung
kepada kemanusiaan yang mulia, seperti setia, penolong, dermawan, rasa harga diri, dan
kesucian.
Hanya saja mereka tidak memiliki ma’rifat (pengetahuan) yang akan mengungkapkan
jalan ke arah itu. Karena mereka hidup di dalam kegelapan, kebodohan, dan alam fitrahnya
yang pertama. Akibatnya mereka sesat jalan, tidak menemukan nilai-nilai kemanusiaan tersebut.
Kemudian mereka membunuh anak dengan dalih kemuliaan dan kesucian, memusnahkan harta
kekayaan dengan alasan kedermawanan dan membangkitkan peperangan di antara mereka
dengan alasan harga diri dan kepahlawanan.
Kondisi inilah yang diungkapkan oleh Allah dengan dhalil ketika mensifati dengan
firman-Nya :
„Dan sesungguhnya kamu seblum itu benar-benar termsuk orang-orang yang sesat“ QS al-
Baqarah , 2 :198
6
Suatu sifat apabila dinisbatkan kepad kondisi ummat-ummat lain pada waktu itu, lebih
banyak menunjukkan kepada I’tidzar (excuse) daripada kecaman, celaan, damn hinaan kepada
mereka. Ini dikarenakan ummat-ummat lain tersebut melakukan penyimpangan-penyimpangan
terbesar dengan „bimbingan“ sorot peradaban , pengetahuan dan kebudayaan. Mereka
terjerembab ke dalam kubang kerusakan dengan penuh kesadaran, perencanaan, dan pemikiran.
Di samping itu jazirah Arabia seara geografis terletak di antara ummat-ummat yang
sedang dilanda pergolakan.
Bila diperhatikan sekarnag seperti dikatakan oleh ustadz Muahammad Mubarak, maka
akan diketahui betapa jazirah Arabia terletak di antara dua peradaban, Pertama peradaban barat
Materialistik yang telah menyajikan suatu bentuk kemanusiaan yang tidak utuh dan kedua
peradaban Spiritual penuh dnegan khayalan di ujung timur , seperti ummat-ummat yang hidup
di India, Cina dan sekitarnya. ....
Jika telah kita ketahui kondisi bangsa Arab di jazrah Arab sebelum Islam dan kondisi
ummat-ummat lain di sekitarnya maka dengan mudah kita dapt menjelaskan hikmah Ilahiyah
yang telah berkenan menentukan jazirah Arabia sebagai tempat kelahiran Rasulullah saw dan
kerasulannya dan mengapa bangsa Arab ditunjuk sbagai generasi perintis yang membawa
cahaya dakwah kepada dunia menuju agama Islam yang memerintahkan seluruh manusia di
dunia ini agar menyembah kepada Allah semata.
Jadi bukan seperti dikatakan oleh sebagian orang yang karena pemilikan agama batil
dan peradaban palsu , sulit diluruskan dan diarahkan oleh sebab kebanggaan mereka terhadp
kerusakan yang mereka lakukan dan anggapan mereka sebagai sesuatu yang benar. Sedangkan
orang-orang yang masih hidup di masa pencarian , mereka tidak akan mengingkari kebodohan
dan tidakakan membanggakan peradaban dan kebudayaan yang tidak dimilikinya.
Dengan demikian mereka lebih mudah disembuhkan dan diarahkan. Kami tegaskan
bukan hanya ini semata yang menjadi sebab utamanya, karena analisis seperti ini akan berlaku
bagi orang yang kemampuannya terbatas, danorang yang memiliki potensi.
Analisis seperti tersebut di atas membedakan antara yang mudah dan yang sulit,
kemudian diutamakan yang pertama dan dihindari ynag kedua, karena ingin menuju jalan
kemudahan dan tidak menyukai jalan kesulitan.
Jika Allah menghendaki terbitnya dakwah Islam ini dari suatu tempat, yaitu Persia ,
Romawi atau India, niscaya untuk keberhasilan dakwah ini Allah swt, mempersiapkan berbagai
sarana di negeri tersebut, sebagaimana Dia mempersiapkan sarana di jazirah Arabia. Dan Allah
tidak akan pernah kesulitan untuk melakukannya, karena Dia Pencipta segala sesuatu, Pencipta
segala sarana termasuk sebab.
Tetapi hikmah pilihan ini sama dengan hikmah dijadikannya Rasululah saw seorang
ummi, tidak bisa menulis dengan tangan kanannya, menurut istilah Allah, dan tidak pula
membaca, agar manusia tidak ragu terhadp kenabiannya, dan agar mereka tidak memiliki
banyak sebab keraguan terhadap dakwahnya.
Adalah termasuk kesempurnaan hikmah Ilahiyah, jika bi’ah (lingkungan) tempat
diutusnya Rasulullah, dijadikan juga sebagai bi’ah ummiyah (lingkungan yang ummi), bila
dibandingkan dengan ummat-ummat lainnya ynag ada disekitarnya, yakni tidak terjangkau
7
sama sekali oleh peradaban-peradaban tetangganya. Demikian pula sistem pemikirannya, tidak
tersenuth sama sekali oleh filsafat-filsafat membingungkan yang ada di sekitarnya.
Seperti halnya akan timbul keraguan di dada manusia apabila mereka melihat Nabi saw
seorang terpelajar dan pandai bergaul dengan kitab-kitab, sejarah ummat-ummat terdahulu dan
semua peradaban negara-negara sekitarnya. Dan dikhawatirkan pula akan timbul keraguan di
dada manusia manakala melihat munculnya dakwah Islamiyah di antara 2 ummat yang memiliki
peradaban budaya dan sejarah seperti Persia, Yunani ataupun Romawi. Sebab orang ynag ragu
dan menolak mungkin akan menuduh dakwah Islam sbagai mata rantai pengalaman budaya dan
pemikiran-pemikiran filosof yang akhirnya melahirkan peradaban yang unik dan perundangundangan
yang sempurna.
Al-Quran telah menjelaskan hikmah ini dengan ungkapan yang jelas. Firman Allah :
„Dialah yang mengutus kepada kaum ynag ummi seorang Rasul di antara mereka, yang
membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mereka diajar akan kitab
dan hikmah. Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan ynag nyata.“
QS al-Jumu’ah , 2
Allah telah menghendaki Rasul-Nya seorang yang ummi dan kaum di mana Rasul ini
diutus juga kaum secara mayoritas ummi, agar mu’jizat kenabian dan syari’at Islamiyah
menjadi jelas di jalan pikiran, tiadk ada penghamburan antara dakwah Islam dengan dakwahdakwah
manusia yng bermacam-macam. Ini sebagaimana nampak jelas, merupakan rahmat
yang besar bagi hambah-Nya.
Selain itu ada pula hikmah-hikmah yang tidak tersembunyi bagi orang yang mencarinya
, antara lain :
1. Sebagainana telah diketahui Allah menjadikan Baitul-Haram sebagai tempat berkumpul bagi
manusia dan tempat yang aman ( 2:125 ) dan rumah ynag pertama kali dibangun bagi
mausia untuk beribadah dan menegakkan syi’ar-syi’ar agama. Allah juga telah menjadikan
dakwah bapak para Nabi, Ibrahim As, di lembah tersebut. Maka semua itu merupakan
kelaziman dan kesempurnaan, jika lembah yang diberkati ini juga menjadi tempat lahirnya
dakwah Islam yang notabene, adalah millah Ibrahim dan menjadi tempat diutus dan lahirnya
pemungkas para Nabi. Bagaimana tidak, sedangkan dia termasuk keturunan Nabi Ibrahim
as.
2. Secara geografis jazirah Arabia sangat konduktif untuk mengemban tugas dakwah seperti
ini. Karena jazirah ini terletak , sebagaimana telah kami sebutkan , di bagian tengah ummatummat
yang ada di sekitarnya. Posisi geografis ini akan menjadikan penyebaran dakwah
Islam ke semua bangsa dan negara di sekitarnya berjalan dengan gampang dan lancar. Bila
kita perhatikan kembali sejarah dakwah Islam pada permulaan Islam dan pada masa
pemerintahan para Khalifah yang terpimpin, niscaya akan mengakui kebenaran hal ini.
3. Sudah menjadi kebijaksanaan Allah untuk menjadikan bahasa Arab sebagai bahasa dakwah
Islam, dan media langsung untuk menterjemahkan Kalam Allah dan penyampaiannya kepada
kita. Jika kita kaji karakteristik semua bahasa lalu kita bandingkan antara satu dengan
lainnya, niscaya akan kita temukan bahwa bahasa Arab banyak memiliki keistimewaan yang
tidak dimiliki oleh bahasa lainnya. Maka, sudah sepatutnya jika bahasa Arab dijadikan
bahasa pertama bagi kaum Muslimin di seluruh penjurzu dunia.
8
Muhammad saw Penutup Para Nabi , dan
Hubungan dakwahnya
dengan Dakwah-dakwah Samawiyah Terdahulu
Muhammad saw adalah penutu para Nabi. Tidak ada nabi sesudahnya. Ini telah
disepakati oelh kaum Muslimin dan merupakan salah satu „aksioma“ Islam. Sabda Rasulullah
saw :“Perumpamaan aku dengan Nabi sebelumku adalah seperti seorang lelaki yng membangun
sebuah bangunan, kemudian ia memerintahkan dan mempercantik bangunan tersebut, kecuali
satu tempat batu-bata di salah satu sudutnya. Ketika orang-orang mengitarinya, mereka kagum
dan bertkata :“ Amboi, jika batu-bata ini diletakkan ?“ Akulah batu-bata itu, dan aku adalah
penutup para Nabi.“ (HR bukhari dan Muslim )
Hubungan antara dakwah Nabi Muhammad dan dakwah para Nabi terdahulu berjalan
atas prinsip ta’kid (penegasan) dan tatmin ( penyempurnaan) sebagaimana disebutkan dalam
hadits di atas.
Dakwah para Nabi didasarkan apda dua asas. Pertama aqidah, kedua : Syari’at dan
akhlak. Aqidah mereka sama, dari Nabi Adam as sampai kepada Nabi penutup para Nabi
(Muhammad saw). Esensi aqidah mereka adalah iman kepada Wahdaniyah Allah. Mensucikan-
Nya dari segala perbuatan dan sifat yang tidak layak lagi bagi-Nya. Beriman kepada hari akhir,
hisab, neraka dan surga. Setiap Nabi mengajak kaumnya untuk mengimani semua perkara
tersebut. Masing-masing dari mereka datang sebagai pembenaran atas dakwah sebelumnya.
Sebagai kabar gembira akan bi’tsah Nabi sesudahnya. Demikianlah bi’tsah mereka saling
sambung menyambung kepada berbagai kaum dan umamt. Semuanya membawa satu hakekat
yang diperintahkan untuk menyampaikan kepada manusia, yaitu dainunah Lillahi wahdah (
tunduk patuh kepada Allah semata ). Inilah yang dijelaskan Allah dengan firman-Nya :
„Dia telah mensyari’atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-nya kepada
Nuh dan apa yang telah kami wahyukan kepadamu, dan apa yang telah kami wasiatkan kepada
Ibrahim, Musa dan Isa, yaitu : tegakkanlah agama, dan janganlah kamu berpecah belah
tentangnya .“ QS Asy-Syura : 13
Tidak mungkin akan terjadi perbedaan aqidah di antara dakwah-dakwah para Nabi,
karena masalah aqidah termasuk ikhbar (pengabaran). Pengabaran tentang sesuatu tidak
mungkin akan berbeda antara satu pengabar dengan pengebar lainnya. Jika kita yakini
kebenaran khabar yang dibawanya. Tidak mungkin seoran gNabi diutus untuk menyampaikan
kepada manusia bahwa Allah adalah salah satu dari yang tiga ( Maha Suci Allah dari apa yang
mereka katakan). Kemudian diutus nabi lain ynag datang sesudahnya utuk menyampaikan
kepada manusia bahwa Allah Maha satu. Tiada sekutu bagi-Ny.a Padahal masing-masing dari
kedua Nabi tersebut sangat jujur. Tidak akan pernah berkhianat tentang apa yang
dikhabarkannya.
Dalam maslah syari’at yaitu penetapan hukum yang bertujuan mengatur kehidupan
masyarakat dan pribadi, telah terjadi perbedaan menyangkut cara dan julah antara stu Nabi
dengan Nabi lainnya. Karena syari’at termasuk dalam kategori insya’ bukan ikhbar, sehingga
berbeda dengan masalah aqidah. Selain itu perkembangan jaman dan perbedaan ummat dan
kaum akan berpengaruh terhadp perkembangan syari’at dan perbedaannya. Karena prinsip
penetapan hukum didasarkan pada tuntunan kemashlahatan manusia di dunia dan akhirat. Di
9
samping bi’tsah setiap Nabi sebelum Rasulullah saw adalah khusus bagi ummat tertentu, bukan
untuk semau manusia. Maka hukum-hukum syari’atnya hanya terbatas pada ummat tertentu,
sesuai dengan kondisi ummat tersebut.
Musa as, misalnya diutus kepada bani Israil. Sesuai dengan kondisi bani Israil pada
waktu itu. Mereka memerluka syari’at yang ketat yang seluruhnya didasarkan atas azas
‘azimah bukan rukhshah. Setelah beberapa kurun waktu , diutuslah nabi Isa as, kepada mereka
dengan membawa syari’at yang agak longgar, bila dibandingkan dengan syari’at yang dibawa
oleh Nabi Musa. Perhatikan firman Allah saw melalui Isa as yang ditunjukkan kepada Bani
Israil :
„ ... Dan (aku datang kepadamu) membenarkan Taurat yang datang sebelumku, dan untuk
menghalalkan bagimu sebagian yang telah diharamkan untukmu ... „ QS Ali Imran , 3 : 50
Nabi Isa as menjelaskan kepada mereka, bahwa menyangkut masalah-masalah aqidah ,
ia hanya membenarkan apa yang telah tertera di dalam kitab Taura, menegaskan dan
memperbaharui dakwah kepadanya. Tetapi menyangkut masalah syari’at dan hukum halal
haram, maka ia telah ditugaskan untuk mengadakan beberapa perubahan dan penyederhanaan,
dan menghapuskan sebagian hukum yang pernah memberatkan mereka.
Sesuai dengan ini, maka bi’tsah setiap Rasul membawa Aqidah dan syari’at.
Dalam masalah aqidah, tugas setiap Nabi tidak lain hanyalah menegaskan kembali
(ta’lid) aqidah yang sama yang pernah dibawa oleh para Rasul sebelumnya, tanpa perubahan
atau perbedaan sama sekali.
Dalam masalah syari’at , maka syari’at setiap Rasul menghapuskan syari’at sebelumnya,
kecuali hal-hal yang ditegaskan oleh syari’at yang datang kemudian, atau didiamkannya. Ini
sesuai dengan madzhab orang yang mengatakan : Syari’at sebelum kita adalah syari’at bagi kita
(juga) selama tidak ada (nash) yang dapat menghapuskan.
Dari uraian di atas , jelas tidak ada apa yang disebut orang dengan Adyan Samawiyah
(agama-agama langit ) Yang ada adalah Syari’at-syari’at Smawiyah (langit), di mana setiap
syari’at yang baru menghapuskan syari’at sebelumnya, sampai datang syari’at terkahir yang
dibawa oleh penutup para Nabi dan Rasul.
Ad-Dienul Haq hanya satu, Islam. Semua Nabi berdakwah kepadanya, dan
memerintahkan manusia untuk tunduk (dainunah) kepadanya, sejak Nabi Adam as sampai
Mauhammad saw.
Nabi Ibrahim , Ismail, dan Ya’kub diutus dengan membawa Islam , Firman Allah :
„Dan tiada ada yang benci kepada agama Ibrahim, melainkan orang-orang yang memperbodoh
dirinya sendiri, dan sungguh kami telah memilihnya di dunia, dan sesungguhnya dia di akherat
benar-benar termasuk orang-orang yang shaleh. Ketika Rabbnya berfirman kepadanya :“
Tunduk patulah!“ Ibrahim menjawab :“ Aku tunduk patuh kepada Rabb semesta alam“. Dan
Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Nabi Ya’kub (
Ibrahim berkata ) ,“ Hai anak-anakku ! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu
maka janganlah kami mati kecuali dalam memeluk Islam“ QS al-Baqarah 130-132
Musa as diutus kepada Bani Israil juga dengan membawa Islam. Firman Alah tentang
tukang-tukang sihir Fir’aun :
10
„Ahli sihir itu menjawab :“Sesungguhnya kepada Rabb kamilah kami kembali. Dan kamu tidak
membalas dendam dengan menyiksa kami, melainkan karena kami telah beriman kepada ayatayat
Rabb kami ketika ayat-ayat itu datang kepada kami.“ (Mereka berdo’a) „Wahai Rabb
kami, limpahkanlah kesebaran kepada kami, dan wafatkanlah kami dalam keadaan berserah diri
(kepada-Mu).“ QS al-A’raf : 126
Demikian pula Isa as. Ia diutus dengan membawa Islam. Firman Allah swt :
„Maka ketika Isa mengetahui keingkaran dari mereka (Bani Israil), berkatalah dia ,“Siapakah
yang akan menjadi penolong-penolongku untuk (menegakkan agama Allah)?“ Maka
hawariyyin (sahabat-sahabat setia ) menjawab :“Kamilah penolong-penolong (agama) Allah.
Kami beriman kepada-Nya, dan saksikanlah bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang
Muslim.“ QS Ali Imran , 3:52
Mungkin timbul pertanyaan, mengapa orang-orang yang menganggap dirinya pengikut
Musa as menganut aqidah yang berbeda dari aqidah Tauhid yang dibawa oleh para Nabi ?
Mengapa orang-orang yang menganggap dirinya pengikut Isa as meyakini aqidah lain ?
Jawaban atas pertanyaan ini terdapat di dalam firman Allah swt :
„Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam, tiada berselisih orang-orang
yang telah diberi al-Kitab, kecuali setelah datang pengetahuan kepada mereka, karena
kedengkian (yang ada ) adi antara mereka ..... QS Ali Imran , 3:19
„Dan mereka (ahli kitab) tidak berpecah belah melainkan sesudah datangnya pengetahuan
kepada mereka karena kedengkian di antara mereka. Kalau tidaklah karena suatu ketetapan
yang telah ada dari Rabbmu dahulunya (untuk menangguhkan siksa) sampai kepada waktu
yang ditentukan, pastilah mereka telah dibinasakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang
diwariskan kepada mereka al-Kitab ( taurat dan Injil) sesudah mereka, benar-benar dalam
keraguan yang mengguncangkan tentang kitab itu.´“ QS Asy-Syura : 14
Dengan demikian semau Nabi diutus dengan membawa Islam yang merupakan agama di
sisi Allah. Para ahli kitab mengetahui kesatuan agama ini. Mereka juga mengetahui bahwa para
Nabi diutus untuk saling membenarkan dalam hal agama yang diutusnya. Mereka (para Nabi)
tidak pernah berbeda dalam masalah aqidah. Tetapi para ahli Kitab sendiri berpecah belah dan
berdusta atas nama para Nabi, kendatipun telah datang pengetahuan tentang hal itu kepada
mereka, karena kedengkian di antara mereka, sebagaimana telah dijelaskan oleh Allah di atas.
Jahiliyah dan sisa-sisa Hanifiyah
Ini juga merupakan muqaddimha penting yang harus dikaji sebelum memasuki
pembahasan-pembahasan Sirah dan pelajaran-pelajaran yang terkandung di dalamnya. Sebeb,
masalah ini mengandung suatu hakekat yang sering dipalsukan oleh musuh-musuh Islam.
Secara singkat hakekat tersebut ialah, bahwa Islam hanylaah merupakan kelanjutan dari
hanifiyah yang dibawa oleh abu Al-Anbiya ( Bapak para Nabi), Ibrahim as. Hakekat ini secara
tegas telah dinyatakan oleh kitab Allah di banyak tempat, antara lain :
„Dan berjihadlah pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kami
dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama sesuatu kesempitan. (Ikutilah)
11
agama (millah) orangtuamu Ibrahim. Dia ( Allah) telah menamai kamis ekalian orang-orang
Muslim dari dahulu .......“ QS al-Hajj : 78
„Katakanlah „Benar (apa yang difirmankan ) Allah. Maka ikutilah agama Ibrahim yang lurus
(hanif), dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang musyrik.“ QS Ali Imran : 95
Bangsa Arab adalah anak-anak Ismail as. Karena itu, mereka mewarisi millah dan
minhaj yang pernah dibawa oelh bapak mereka. Millah dan minhaj yang menyerukan Tauhid al-
Lah, beribadah kepada-Nya, mematuhi hukum-hukum-Nya, mengagungkan tempat-tempat
suci-Nya, khususnya Baitul Haram, menghormati Syiar-syiar-Nya dan mempertahankannya.
Setelah beberapa kurun waktu, mereka mulai mencampur-adukkan kebenaran yang
diwarisinyaitu dengan kebatilan yang menyusup kepada mereka. Seperti semua ummat dan
bangsa, apabila telah dikuasai kebodohan dan dimasuki tukang-tukang sihir dan ahli kebatilan,
maka masuklah kemusyrikan kepada mereka. Mereka kembali menyembah berhala-berhala.
Tradisi-tradisi dan kebejatan morap pun tersebar luar. Akhirnya mereka juh dari cahaya
tauhid dan ajaran hanifiyah. Selama beberapa abad mereka hidup dalam kehidupan jahiliyah
sampai akhirnya datang bi’tsah Muhammad saw.
Orang yang pertama kali memasukkan kemusyrikan kepada mereka dan mengajak
mereka menyembah berhala adalah Amr bun Luhayyi bin Qam’ah, nenek moyang Bani
Khuza’ah.
Ibnu Ishaq meriwayatkan dari Muhammad bin Ibrahim bin al-Harits at-Thamimy :
Shalih as-Sman menceritakan kepadanya, bahwa ia pernah mendengar Abu Hurairah berkata : „
Aku pernah mendengar Rasulullah saw bersabda kepada Aktsam bin Jun al-Khuza’i , „Wahai
Aktsam , aku pernah melihat Amr bin Luhayyi bin Qam’ah bin Khandaf ditarik usus-ususnya ke
dalam neraka. Aku tidak melihat seorangpun mirip (Wajahnya) dengannya kecuali kamu.“ Lalu
Aktsam berkata ,“Apakah kemiripan rupa tersebut akan membahayakan aku , ya Rasulullah ?“
Rasulullah saw menjawab,“Tidak sebab kamu Mu’min, sedangkan dia kafir. Sesungguhnya dia
adalah orang yang pertama kali mengubah agama Ismail as. Kemduian dia membuat patungpatung
, memotong telinga binatang utnuk dipersembahkan kepada Thogut-thogut,
menyembelih binatang untuk Tuhan-tuhan mereka, membiarkan unta-unta untuk sesembahan,
dan memerintahkan tidak menaiki unta tertentu, karena keyakinan kepada berhala.“
Ibnu Hisyam meriwayatkan bagaimana Amr bin Luhayyi ini memarukkan penyembahan
berhala kepada bangsa Arab. Ia berkata :“Amr bin Luhayyi keluar Mekkah ke Syam untuk
suatu keperluannya. Ketika sampai di Ma’ab, di daerah balqa, pada waktu itu tempat tersebut
terdapat anak keturunan ‘amliq bin Laudz bin Sam bin Nuh, dia melihat mereka menyembah
berhala-berhala, lalu Amr bin Luhayyi berkata kepada mereka, „Apakah berhala-berhala yang
kamu sembah ini ?“ Mereka menjawab,“ Ini adalah berhala-berhala yang kami sembah. Kami
minta hujan kepadanya , lalu kami diberi hujan. Kami minta pertolongan kepadanya, lalu kami
ditolong.“ Kemudian Amr bin Luhayyi berkata lagi,“Bolehkah kamu berikan satu berhala
kepadaku untuk aku bawa ke negeri Arab agar mereka (juga) menyembahnya ?“ Maka
merekapun memberi satu berhala ynag bernama Hubal. Lalu dibawanya pulang ke Mekkah dan
dipasanglah berhala tersebut. Kemudian ia memerintahkan orang-orang untuk menyembah dan
menghormatinya.
12
Demikianlah penyembahan berhala dan kemusyrikan telah tersebar di jazirah Arabia.
Mereka telah meninggalkan aqidah Tauhid dan mengganti agama Ibrahim. Juga Ismail dan
yang lainnya. Akhirnya , mereka mengalami kesesatan meyakini berbagai keyakinan yang
keliru,d an melakuan tindakan-tindakan yang buruk, sebagaimana ummat-ummat lainnya.
Mereka melakukan itu semua karena kebodohan , keummiyan dan keinginan membalas
dendam terhadap kabilah-kabilah dan bangsa-bangsa yang ada di sekitarnya.
Meskipun demikian, di antara mereka masih terdapat orang-orang walaupun sedikit,
yang berpegang teguh dengan aqidah tauhid dan berjalan sesuai ajaran hanifiyah , meyakini hari
kebangkitan, mempercayai bahwa Allah akan memberi pahala kepada orang-orang yang taat
dan menyiksa orang-orang yang berbuat maksiat, membenci penyembahan berhala ynag
dilakukan oleh orang-orang Arab, dan mengecam kesesatan pikiran dan tindakan-tindakan
buruk lainnya. Di antara sisa-sisa hanifiyah ini yang terkenal antara lain : Qais bin Sa’idah al-
Ayahdi, Ri’ab asy-Syani dan pendeta Bahira.
Selain itu, dalam tradisi-tradisi mereka juga masih terdapat sisa-sisa prinsip-prinsip
agama yang hanif dan syiar-syiarnya, kendatipun kian lama kian berkurang. Karenaitu
kejahiliyahan mereka, dalam hal dan kadar tertentu, masih tershibghah (terwarnai) oelh
pengaruh, prinsip-prinsip dan syiar-syiar hanifiyah. Sekalipun syiar-syiar dan pirnsip-prinsip
tersebut hampir tidak nampak dalam kehidupan mereka, kecuali sudah dalam bentuknya yang
tercemar. Seperti memuliakan Ka’bah, thawaf, haji, umrah, wuquf di Arafah dan berkurban.
Semua itu merupakan syari’at dan warisan peribadatan sejak Nabi Ibrahim as. Tetapi mereka
melaksanakannya tidak sesuau dengan ajaran yang sebenarnnya. Banyak hal yang sudah
ditambahkan, seperti talbiyah haji dan umrah. Kabilah Kinanah dan Quraisy talbiyahnya
mengucapkan : „Aku sambut (seruan-Mu) ya Allah, aku sambut (seruan-Mu). Aku sambut
(seruan-Mu), tiada sekutu kecuali sekutu yang memang (pantas) bagi-Mu, yang Engkau dan
dia miliki.“
Setelah talbiyah ini, mereka membaca talbiyah yang mentauhidkan-Nya, dan memasuki
Ka’bah dengan membawa berhala-berhala mereka.
Sebagai kesimpulan bahwa pertumbuhan sejarah Arab hanya berlangsung dalam
naungan hanifiyah samhah yang dibawa oleh abul Anbiya , Ibrahim as . Pada mulanya
kehidupan mereka disinari oelh aqidah tauhid, cahaya petunjuk dankeimanan. Kemudian sedikit
demi sedikit bangsa Arab menjauhi kebenaran tersebut. Dlaam kurun waktu cukup lama,
akhirnya kehdiuapn mereka berbalik dalam kehidupan yang penuh dengan kegelapan,
kemusyrikan, dan kesesatan-kesesatan pemikiran. Kendatipun kebenaran rambu-rambu yang
lama masih bergeliat dalam perjalanan sejarah mereka secara amat lamban, semakin lama
bertambah lemah dan berkurang pendukungnya.
Ketika cahaya ad-Din al-Hanif merebak kembali dengan bi’tsah penutup para Nabi (
Muhammad saw), wahyu Illahi datang menyentuh segala kegepalan dan kesesatan yang telah
berkarat selama rentang jaman tersebut. Kemudian menghapuskan dan menyinarinya dengan
cahaya iman, tauhid, dan prinsip-prinsip keadilan, di samping menghidupkan kembali sisa-sisa
hanifiyah yang ada.
Perlu ditegaskan di sini, bahwa apa yang kami tetapkan ini merupakan suatu hal yang
sangat jelas bagi orang yang membaca sejarah dan memepelajari Islam. Tetapi untuk masa
sekarang ini kita terpaksa membuang banyak waktu untuk menjelaskan hal-hal yang bersifat
13
aksiomatik dan hal-hal yang sudah jelas. Karena adanya sebagian orang yang mengalahkan
keyakinan-keyakinan mereka sekedar memperturutkan hawa nafsunya.
Ya, orang-orang seperti ini hidup tanpa mempedulikan bhwa tindakan memperturutkan
hawa nafsu tersebut hanya akan membelenggu akalnya dengan rantai-rantai perbudakan dan
perbudakan pemikiran. Setiap roang pasti mengetahui betapa besar perbedaan antara orang
yang meletakkan hawa nafsunya di belakang aqidahnya, dan orang yang meletakkan aqidahnya
di belakang hawa nafsunya.
Sebagian orng mengatakan : bahwa kendatipun apa yang kami kemukakan di atas sudah
jelas, maka jahiliyah sudah mulai menyadari jalan terbaik yang harus diikutinya, tidak lama
sebelum bi’tsah Rasulullah saw. Pemikiran-pemikiran Arab sudah mulai menentang
kemusyrikan, penyembahan berhala dan segala khurafat jahiliyah. Puncak kesadaran dan
revolusi ini tercermin dengan bi’tsah Muhammad saw dan dakwahnya yang baru.
Makna dari pemikiran ini, bahwa sejarah jahiliyah semakin terbuka kepada hakekathakekat
tauhid atau sinar hidayah. Yakni semakin jauh dari jaman Ibrahim as. Mereka semakin
dekat dengan prinsip-prinsip dan dakwahnya, sehingga mencapai titik puncaknya pada bi’tsah
Rasulullah saw.
Setiap pengkaji dan pembahas yang objektif pasti mengetahui bahwa masa diutusnya
Rasulullah saw merupakan masa jahiliyah yang paling jauh dari hidayah dakwah Rasulullah saw
, jika dibandingkan dengan masa-masa yang lain. Reruntuhan rambu-rambu hanifiyah pada
bangsa Arab di masa bi’tsah Nabi saw yang tercermin pada percikan-percikan kebencian
kepada berhala dan keengganan untuk menyembahnya, atau keengganan menolak nilai-nilai
Islam. Sisa-sia reruntuhan ini, tidak mencapai sepersepuluh dari apa ang muncul dengan jelas
dalam kehiduapn mereka beberapa abad sebelumnya. Sesuai dengan arti nubuwwah dan bi’tsah
oleh orang-orang tersebut, semestinya bi’tsah nabi saw terjadi beberapa abad sebelumnya.
Ada pula sementara orang yang mengatakan bahwa ketika Muhammad saw tidak
mampu menghapuskan sebagian besar kebiasan, tradisi, ritual dan keyakinan yang ada pada
bangsa Arab, maka dia berusaha emmberikan baju agama kepada semua hal tersebut dan
menampilkannya dalam bentuk taklifaht Ilahiyah. Dwengan ungkapan lain, Muhammad hanya
menambah kepada sejumlah keyakinan ghaibiyah bangsa Arab, suatu riqabah ‘ulya
(pengawasan tertinggi) ynag berujud Illah ynag Maha Kuasa atas segala hal yang dikehendakinya.
Sesudah Islam, bangsa Arab masih terus meyakini sihir, jin, dan kepercayaan-kepercayaan
serupa. Sebagaimana halnya mereka masih melakukan thawaf di Ka’bah emmuliakan dan
menunaikan ritual-ritual, serta syiar-syiar tertentu yang tidak jauh berbeda dari yang dahulu
mereka lakukan.
Tuduhan mereka ini sesungguhnya beranjak dari dua dipothesa. Pertama , bahwa
Muhammad saw bukanlah Nabi, kedua bahwa sisa-sisa hanifiyah dari jaman Nabi Ibrahim ang
terdapat ditengah-tengah kehidupan bangsa Arab yang kita bahas tadi, hanylaah kreasi mereka
belaka, dan tradisi yang mereka ciptakan sendiri. Penghormatan kepada Ka’bah dan
pengagungannya bukanlah pengaruhdari abul Al Anbiyah, Ibrahim as, tetapi hanyalah
merupakan sesuatu yang diciptakan oleh sejumlah lingkungan Arab. Dengan demikian, ia
hanyalah salah satu dari sejumlah tradisi bangsa Arab yang beraneka ragam.
Untuk mempertahankan kedua hipotesa tersebut, mereka terpaksa menolak semau bukti
dan data sejarah yang akan membatalkan hipotesa dan menyatakan kepalsuannya.
14
Tetapi sebagaimana diketahui, penarian suatu hakekat itu tidak mungkin dapat dicapai
oleh seseorang selama dia tidak mau menempuh jalan yang menuju kepadanya, kecuali dalam
batas hipotesa yang dengan apriori telah dibuatnya sebelum melakukan pembahasan apapun.
Tidak perlu dijelaskan , bahwa pembahasan hanya seperti salah satu bentuk permainan yang
lucu.
Kita tidak bisa menolak sma sekali pemikiran tentang adanya bukti-bukti kenabian
Muhammad asw yang beraneka ragam, seperti fenomena wahyu, mu’jizat al-Quran, dan
fenomena kesucian dakwahnya dengan dakwah para nabi terdahulu bersama sejumlah sifat dan
akhlaknya , hanya karena kita harus menerima hipotesa bahwa Muhammad bukan Nabi.
Kita juga tidak bisa menolak pemikiran sejarah yang menyatakan bahwa Ibrahim as
telah membangun Ka’bah yang mulia atas perintah dan wahyu dari Allah swt. Kita tidak bisa
menolak pemikiran sejarah yang menyatakan bahwa para Nabi secara berantai telah berdakwah
kepada tauhidullah, meyakini masalah-masalah ghaib yang berkaitan dengan hari kemudian
(kebangkitan), pembalasan, surga dan neraka yang telah disebutkan oleh nash-nash kitab
Samawi terdahulu, dan telah dibenarkan oleh sejarah dan semua generasi, hanya karena kita
harus menerima suatu hipotesa yang menyatakan bahwa apa yang disebut sisa-sisa jaman
Ibrahim pada masa jahiliyah itu tidak lain hanyalah tradisi-tradisi yang diciptakan oleh pemikir
bangsa Arab dan Muhammad saw hanya datng untuk mengecatnya dengan cat agama.
Perlu diketahui , bahwa orang-orang yang mengeluarkan tuduhan semacam itu tidak
memiliki bukti dan dalil-dalil sama sekali. Mereka hanya mengemukakan dan melontarkan
lontaran-lontaran pemikiran yang tidak ilmiah sama sekali.
Jika anda memerlukan contohnya, bacalah kitab Sistem pemikiran agama yang ditulis
oleh seorang orientalis Inggris kesohor H:A:R Gibb. Di dalam buku ini Anda dapat mencium
bau fanatisme buta terhadap orang-orang terebut. Fanastisme aneh yang saling emndorong
seseorang untuk menghindari faktor-faktor kehormatannya sendiri dan berlagak pilon terhadap
segudang dalil dan bukti yang nyata, hanya supaya tidak memaksanya untuk menerimanya.
Sistem pemikiran agama di dalam Islam, menurut pandangan Gibb, tidaklah berbeda
dengan berbagai kepercayaan pemikiran-pemikiran tresendal yang ada dalam diri bangsa Arab.
Muhammad telah merenungkan kemudian mengubah bagian-bagian yang diubahnya. Untuk
hal-hal yang tidak dapat dihindarinya, dia telah menutupinya dengan kain agama Islam.
Kemudian tidak lupa mendukungnya dengan suatu kerangka pemikiran dan sikap-sikap agama
yang cocok. Di sinilah dia menghadapi kemusyrikan besar. Karena dia ingin membangun
kehidupan agma ini ubkan hanya untuk bangsa Arab, tetapi untuk semua bangsa dan ummat .
Maka dia tegakkan kehidupan agama ini dalam sistem al-Quran.
Itulah inti pemikiran Gibb di dalam bukuna tersebut. Jika Anda baca dari awal hingga
akhir. Anda tidak akan menemukan suatu argumen pun yang dikemukakannya. Dan jika anda
perhatikan pendapat yang dilontarkannya, anda tidak meragukan lagi bahwa pada waktu
menulis dia telah membesi-tuakan segala potensi intelektualnya, dan sebagai gantinya
digunakan daya khayalnya sepuas-puasnya.
Nampaknya ketika menulis pengantar terjemahan Arabnya, dia telah membayangkan
bagaimana para pembaca akan menyerang pemikiran-pemikirannya yang telah menghina Islam
tersebut. Sehingga dia berkelit dengan mengatakan :“ Sesungguhnya pemikiran-pemikiran yang
15
terkandung dalam buku ini bukanlah hasil pemikiran penuls, tetapi merupakan pemikiranpemikiran
yang sebelum ini telah dikemukakan oleh para pemikir dan pakar kaum Muslim,
yang terllau banyak untuk dikemukakan di sini, Tetapi cukup saya sebutkan salah seorang di
antara mereka ,yaitu : Syaikh Syah Waliyullah ad-Dahlawi.
Kemudian Gibb mengutipkan suatu naskah dri kitab Syaikh Waliyullah ad-Dahlawi,
Hujjatu al-Lah Balighah ( I:122). Nampaknya dia menyangka tak seorangpun dari pembaca
akan memeriksa teks kitab tersebut, lalu dengan sengaja dia ubah dan palsukan teks telah yang
diubah dan dipalsukan oleh Gibb adalah :
„Sesungguhnya Nabi Muhammad saw diutus dalam suatu bi’tsah yang meliputi bi’tsah lainya.
Yang pertama kepada Bani Israil. Bi’tsah ini mengharuskan agar materi syari’atnya berupa
syiar-syiar, cara ibadat dan segi-segi kemanfaatan yang ada pada mereka. Sebab syari’at
hanylaah merupakan perbaikan terhadap apa yang ada pada mereka. Bukan pembebanan
dengan sesuatu yang tidak mereka ketahui sama sekali“
Padahal teks yang terdapat di dalam Hujjatul-Lah Balighah secara utuh adalah
seagaiberikut :
„Ketahuilah, bahwa Nabi Muhammad saw diutus dengan membawa hanifiyah Isma’il untuk
meluruskan kebengkokan , membersihkan kepalsuannya dan memancarkan sinarnya. Firman
Allah:“Millah orang tuamu Ibrahim.“ Karena itu dasar-dasar millah tersebut harus diterima dan
sunnah-sunnahnya harus ditetapkan. Sebab Nabi saw diutus pada sautu kaum yangmasih
terdapat pada mereka sisa sunnah yang terpimpin. Jadi tidak perlu mengubahnya atau
menggantinya. Bahkan wajib menetapkannya, karena hal itu lebih disukai oelh mereka, dan
lebih kuat bila dijadikan hujjah atas mereka. Anak-anak keturunan Isma’il mewarisi ajaran
bapak mereka (isma’il)“.
Mereka melaksanakan sari’at tersebut sampai datang Amr bin Luhayyi yang
memasukkan pemikiran-pemikiran ynag sesat dan menyesatkan. Ia ( Amr bin Luhayyi)
mensyariatkan penyembahan berhala dan kepercayaan-kepercayaan sesat sama sekali. Sejak
itulah agama menjadi rusak. Yang benar bercampur aduk dengan yang batil, sehingga
kehidupan mereka dikuasai oelh kebodohan, kerusakan dan kemusyrikan.
Kemudian Allah swt mengutus Nabi Muhammad saw untuk meluruskan kebengkokan
mereka dan memperbaiki keruskan mereka. Lalu Rasulullah saw meninjau syariat mereka. Apa
yang sesuai dengan ajaran Isma’il atau syiar-syiar Allah ditetapkannya. Apa yang sudah rusak
atau diubah atau termasuk syiar kemusyrikan atau kebatilan, dibatalkan dan dicatatnya
pembatalan tersebut.
Tidak syak lagi bahwa kami tidak mengemukakan pendapat pembahas ini untuk dibahas
dan didiskusikan. Adalah sia-sia mendiskusikan omong kosong seperti ini. Tetapi kami
bermaksud agar para pembaca mengetahui sejauh mana fanatisme buta ini mempengaruhi
seseorang. Hal inilah yangingin penulis ingatkan. Yaitu, sejauh manakah metodologi dan
objektifitas pembahasan ilmuwan barat yang oelh sebagian orang diagung-agungkan itu.
Dari uraian terdahulu jelaslah bagaimana kaitan antara Islam dan pemikiran jahiliyah
yang berkembang di kalangan orang Arab seblum kedatangan Islam. Dan dapat diketahui pula
bagaimana kaitan antara masa jahiliyah dan millah hanifiyah yang telah dibawa oelh Ibrahim as.
16
Dari sini dapat diketahui pula mengapa Rasulullah saw banyak menetapkan tradisitradisi
dan prinsip-prinsip yang sebelumnya teleh berkembang di kalangan orang Arab. Tetapi
pada waktu yang sama , Rasulullah saw juga menghapuskan dan memerangi lainnya.
Dengan demikian kami telah cukup menjelaskan beberapa muqoddimah ynag diperlukan
untuk melakukan kajian terhadap essensi Sirah Nabawiyah dan mengistinbath fiqh dan
pelajaran-pelajarannya.
Pada kajian-kajian mendatang. Anda akan mendpatkan bukti dan penjelasan yang
menegaskan apa yang telah kami kemukakan di atas.
Bagian Kedua  Sejak Kelahiran hingga Kenabian
Nasab Kelahiran dan Penyusuan Nabi
Nasabnya ialah Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muththalib ( namanya Syaibatu al-
Hamid) bin Hisyam bin Abdi Manaf ( namanya al-Mughirah) bin Quraisy ( namanya Zaid) bin
Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ay bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin
Nazar bin Mu’iddu bin Adnan.
Itulah nasab Rasulullah saw yang telah disepakati. Selebihnya dari yang telah
disebutkan di atas masih diperselisihkan. Tetapi hal yang sudah tidak diperselisihkan lagi ialah,
bahwa Adnan termasuk anak Isma’il, Nabi Allah, bin Ibrahim, kekasih Allah. Dan bahwa Allah
telah memilihnya ( Nabi saw) dari kabilah yang paling bersih, keturunan yang paling suci dan
utama. Tak sedikitpun dar karat-karat jahiliyah yang menyusup ke dalam nasabnya.
Muslim meriwayatkan dengan sanadnya dari Rasulullah saw, beliau bersabda :
„Sesungguhnya Allah telah memilih Kinanah dari anak Isma’il dan memilih Quraisy dari
Kinanah, kemudian memilih Hasyim dari Quraisy dan memilihku dari Bani Hasyim.“
Nabi Muhammad saw dilahirkan pada tahun gajah, yakni tahun dimana Abraham al-
Asyram berusaha menyerang Mekkah dan menghancurkan Ka’bah. Lalu Allah menggagalkan
dengan mu’jizat yang mengagumkan, sebagaimana diceritakan di dalam al-Qur’an. Menurut
riwayt yang paling kuat jatuh pada hari senin malam 12 Rabi’ulawal.
Ia dilahirkan dalam keadaan yatim. Bapaknya Abdullah meninggal ketika ibunya
mengandungnya dua bulan. Lalu ia diasuh oleh kakeknya Abdul Muththalib, dan disusukannya
sebagaimana tradisi Arab waktu itu kepada seorang wanita Bani Sa’d bin Bakar, bernama
Halimah binti Dzu’aib.
Para perawi Sirah telah sepakat bahwa pedalaman Bani Sa’d pada waktu itu sedang
mengalami musim kemarau yang menyebabkan keringnya ladang peternakan dan pertanian.
Tidak lama setelah Muhammad berada di rumah Halimah, tinggal di kamarnya dan menyusu
darinya, menghijaulah kembali tanaman-tanaman di sekitar rumahnya, sehingga kambingkambingnya
pulang kandang dengan perut kenyang dan sarat air susu.
17
Selama keberadaan Nabi saw dipedalaman Bani Sa’d terjadilah peristiwa pembelahan
dada sebagaimana diriwayatkan oleh Muslim kemudian ia dikembalikan kepada ibunya setelah
genap berumur lima tahun.
Ketika sudah ebrumur enam tahun , ibunya Aminah meninggal dunia. Kemudian berada
dalam asuhan kakeknya, Abdul Muththalib. Tetapi setelah genp berusia delapan tahun , ia
ditinggal oleh kakeknya. Setelah itu dia diasuh oleh pamannya Abu Thalib.
Beberapa Ibrah :
Dari bagian Sirah Nabi saw di atas dapat diambil beberapa prisip dan pelajaran yang
penting antara lain :
1. Di dalam nasab Nabi saw yang mulia tersebut terdapat beberapa dalil yang jelas, bahwa
Allah mengutamakan bangsa Arab dari semua manusia, dan mengutamakan Quraisy dari
semua kabilah yang lain. Hal ini dengan jelas dapat kita baca pula di dalam hadits yang
diriwayatkan oleh Muslim. Juga terdapat hadits-hadits lain yang semakna, di antaranya hdits
ynd diriwayatkan oleh Tirmidzi, bahwa nabi Muhammad saw pernah berdiri di atas mimbar
kemudian bersabda : „Siapakah aku ? Para sahabat menjawab,“Engkau adalah Rasul Allah,
semoga keselamatan atasmu.“ Nabi saw bersabda :“ Aku adalah Muhammad bin Adullah bin
Abdul Muththalib. Sesungguhnya Allah menciptakan makhluk (manusia ) kemudian Dia
menjadikan mereka dua keompok, lalu menjadikan aku di dalam kelompok yang terbaik,
kemudian Dia menjadikan mereka beberapa kabilah, dan menjadikan aku di dalam kabilah
yang terbaik, kemudian Dia menjadikan mereka beberapa rumah, dan menjadikan aku di
dalam rumah yang terbaik dan paling baik jiwanya.“
Ketahuilah , bahwa di antara konsekuensi mencintai Rasulullah saw ialah mencintai
kaum dan kabilah di mana Rasulullah saw lahir , bukan dari sedi individu dan jenis, tetapi dari
segi hakekat semata. Ini karena hakekat Arab Quraisya telah mendapatkan kehormatan dengan
bernasabkan Rasulullah saw kepada kabilah tersebut.
Hal ini tidaklah bertentangan dengan adanya orang-orang Arab atau Quraisy yang
menyimpnag dari jalan Allah, dan merosot tingkat kehormatan Islamnya. Karena penyimpangan
atau kemerosotan ini secara otomatis akan memutuskan dan menghapuskan kaitan nisbat
antara mereka dan Rasulullah saw.
2. Bukan suaut kebetulan jika Rasulullah saw dilahirkan dalam keadaan yatim, kemudian tidak
lama kehilangan kakeknya juga, sehingga pertumbuhan pertama kehidupannya jauh dari
asuhan bapak dan tidak mendapat kasih sayang dari ibunya.
Allah telah memilihkan pertumbuhan ini untuk Nabi-Nya karena beberapa hikmah. Di
antaranya agar musuh Islam tidak mendapatkan jalan untuk memasukkan keraguan ke dalam
hati, atau menuduh bahwa Muhammad saw telah mereguk susu dakwah dan risalahnya
semenjak kecilnya, dengan bimbingan dan arahan bapak dan kakeknya. Sebab kakek Abdul
Muththalib adalah seorang tokoh di antara kaumnya. Kepadanyalah tanggung jawab
memberikan jamuan makan dan minum para hujjaj diserahkan. Adalah wajar bila seorang kakek
atau bapak membimbing dan mengarahkan cucu atau anaknya kepada warisan yang dimilikinya.
Hikmah Allah telah menghendaki agar musuh-musuh Islam tidak menemukan jalan
kepada keraguan seperti itu, sehingga Rasul-Nya tumbuh dan berkembang jauh dari tarbiyah
18
(asuhan) bapak, ibu, dan kakeknya. Bahkan masa kanak-kanaknya yang pertama, sesuai dengan
kehendak Allah swt, harus dijalani di pedalaman Bani Sa’d jauhd ari seluruh keluarganya.
Ketika kakeknya meninggal, ia berpindah kepada asuhan pamannya, Abu Thalib, yang hidup
sampai tiga tahun sebelum hijrah. Sampai akhir kehidupannya , pamannya tidak pernah
menyatakan dirinya masuk Islam. Ini juga termasuk hikmah lain, agar tidak muncul tuduhan
bahwa pamannya memiliki saham, di dalam dakwahnya, dan bahwa persoalannya adalah
persoalan kabilah, keluarga kepemimpinan dan kedudukan.
Demikianlah Allah menghendaki agar Rasulullah saw tmbuh sebagai yatim, dipelihara
oleh inayah Allah semata, jauh dari tangan-tangan yang memanjakannya, dan harta yang akan
membuatnya hidup dalam kemegahan, agar jiwanya tidak cenderung kepada kemewahan dan
kedudukan. Bahkan agar tidak terpengaruh oleh arti kepemimpinan dan ketokohan yang
mengintainya, sehingga orang-orang akan mencampur-adukkan kesucian nubuwah dengan
kemegahan dunia, dan gar orang-orang tidak menuduhkan telah mendakwahkan nubuwwah
demi emncapai kemegahan dunia.
3. Para perawi Sirah nabawiyah telah sepakat bahwa ladang-ladang Halimah as-Sa’diyah
kembali menghijau setelah sebelumnya mengalami kekeringan. Bahkan kantong susu
untanya ynag sudah tua dan telah berhenti meneteskan air susu, kembali memproduksi air
susu lagi. Kejadian ini menunjukkan ketinggian derajat dan martabat Rasulullah saw di sisi
Allah swt. Bahkan semenjak kecilnya, di antara bentuk kemuliaan Allah kepadanya yang
paling menonjol adlaah pemuliaan Allah kepada rumah Halimah as-Sa’diyah lantaran
keberadaannya dan penyusuannya di rumah itu. Hla ini tidak aneh, sebab syariat Islam juga
mengajarkan kepada kita agar, pada waktu terjadi kemarau, meminta hujan (kepada Allah)
dengan parantaraan orang-orang shaleh dan keluarga rumah Rasulullah saw karena
mengharapkan terkabulnya do’a kita.
Kehadiran dan keberadaan Rasulullah saw di tempat ini menjadi sebab utama bagi
datangnya berkah dan pemuliaan Ilahi. Ini karena Rasulullah saw merupakan rahmat bagi
manusia, sebagaimana ditegaskan oleh Allah di dalam firmannya : „Dan kami tidak mengutus
kamu kecuali sebagai rahmat bagi segenap alam“.
4. Peristiwa peembelahan dada yang dialami oleh Rasulullah saw ketika berada di pedalaman
Bani Sa’d dianggap sebagai salah satu pertanda kenabian dan isyarat pemilihan Allah
kepadanya untuk suatu perkara besar dan mulia. Peristiwa ini telah diriwayatkan dengan
beberapa riwayat yang shahih, dan dari banyak sahabat. Di antaranya adalah Anas bin Malik
dalam suatu riwayatnya yang dikeluarkan oleh Muslim : Bahwa Rasulullah saw didatangi
oleh Jibril ketika beliau sedang bermain-main dengan anak-anak sebayanya. Kemudian Jibril
mengambilnya dan menelentangkannya. Lalu Jibril membelah hati (dada)-nya dan
mengeluarkannya. Kemduian (Jibril) mengeluarkan suatu gumpalan (‘alaqah) darinya, lantas
berkata.“Ini adalah bagian setan ynag ada padamu.“ Kemduaian (Jibril) mencucinya di dalam
bejana emas dengan air zam-zam, lalu mengembalikannya ke tampatnya semula. Melihat
peristiwa ini anak-anak yang sedang bermain dengannya lari menuju ibu susunya secara
berseru,“Muhammad telah dibunuh“ Maka mereka mendatangi dengan penuh cemas.
Tujuan peristiwa ini Wallahu A’lam, bukan untuk mencabut kelenjar kejahatan di dalam
jasab Rasulullah saw sebab jika kejahatan itu sumbernya terletak pada kelenjar yang ada di
dalam jasad, atau pada gumpalan yang ada pada salah satu bagiannya, niscaya orang jahat bisa
menjadi baik bila melakukan operasi bedah. Tetapi nampaknya tujuannya dari peristiwa itu
adalah sebagai pengumumam terhadap suatu perkara Rasulullah saw, persiapan untuk
mendapatkan pemeliharaan (‘ishmah) dan wahyu semenjak kecilnya dengan sarana-sarana
19
material. Ini agar manusia lebih mudah mengimani Rasulullah saw dan membenarkan
risalahnya. Dengan demikian peristiwa tersebut merupakan „operasi pembersihan spiritual“
tetapi melalui proses fisik empirik sebagai pengumumam ilahi kepada manusia.
Apapun hikmahnya peristiwa tersebut kita tidak boleh , karena keshahian riwaytnya,
berusaha mencari jalan keluar untuk mengeluarkan hadits tersebut dari makna hakiki dan
lahiriah dengan takwil-takwil yang jauh dan dibuat-buat. Hanya orang yang lemah iman saja
yang akan melakukannya.
Kita harus mengetahui kriteria penerimaan kita terhadap suatu khabar (hadits) adalah
kebenaran dan keshahihan riwayat, bila telah terbukti keshahihannya, maka tidak ada pilihan
lain kecuali harus menerimanya dengan jelas secara bulat. Selanjutnya kriteria kita untuk
memahaminya adalah penunjukkan (dalalah) bahasa dan hukumnya. Dlaam pada itu asal setiap
perkataan adlah hakekat. Seandainya boleh bagi setiap pembaa dan pembahas untuk
memalingkan setiap perkataan dari hakikatnya kepada ebrbagai dalalah majaziyah
8penunjukkan di luar arti hakekkat) niscaya ia akan memilih dengan seenaknya arti yang
disukainya, di samping akan menghilangkan nilai bahasa dan penunjukkannya. Akibatnya
terjadilah berbagai pemahaman yang membingungkan orang.
Kemduian mengapa kita harus mencari takwil dan berusaha mengingkari hakekat ?
Sesungguhnya sikap ini hanya akan dilakukan oleh orang yang imannya kepada Allah dan
keyakinannya kepada kenabian Muhammad saw sangat lemah. Jika tidak, betapa mudahnya
meyakini setiap riwayat yang shahih, baik diketahui hikmahnya atau tidak .
Perjalanan Rasulullah yang Pertama ke Syam dan
Usahanya Mencari Rejeki
Ketika berusia 12 tahun , Rasulullah saw diajak pamannya Abu Thalib pergi ke Syam
dalam suatu kafilah dagang. Pada waktu kafilah di Bshra, mereka melewati seorang pendeta
bernama Bahi-ra. Ia adalah seorang pendeta yang banyak mengetahui Injil dan ahli tentang
masalah-maslah kenasranian Kemudian Bahira melihat Nabi saw. Lalu ia mulai mengamati Nabi
dan mengajak berbicara. Kemudian Bahira menoleh kepada Abu Thalib dan menanyakan
kepadanya,“Apa status anak ini di sisimu?“ Abu Thalib menjawab,“Anakku ( Abu Thalib
memanggil Nabi saw dengan panggilan anak karena kecintaannya yang mendalam).“ Bahira
bertanya kepadanya , „Dia bukan anakmu. Tidak sepatutnya ayah anak ini masih hidup.“ Abu
Thalib berkata ,“ Dia adlah anak saudaraku.“ Bahira bertanya ,“ Apa yang dilakukan ayahnya
?“ Abu Thalib menjawab,“ Dia telahmeninggal ketika ibu anak ini mengandungnya.“ Bahira
berkata,“Anda benar, bawalah dia pulang ke negerinya, dan jagalah dia dari orang-orang
Yahudi. Jika mereka melihatnya di sini, pasti akan dijahatinya. Sesungguhnya anak saudaramu
ini akan memegang perkara besar.“ Kemudian Abu Thalib cepat-cepat membawanya kembali
ke Mekkah.
Memasuki masa remaja, Rasulullah saw mulai berusaha menari rejeki dengan
menggembalakan kambing. Rasulullah saw pernah bertutur tentang dirinya,“Aku dulu
mengembalakan ambing penduduk Mekkah dengan upah beberapa qirath.“ Selama masa
mudanya , Allah telah memeliharanya dari penyimpangan yang biasanya dilakukan oleh para
20
pemuda seusianya, seperti berhura-hura dan permainan nista lainnya. Bertutur Rasulullah saw
tentang dirinya :
„Aku tidak pernah menginginkan sesuatu yang biasa mereka lakukan di masa jahiliyah, kecuali
dua kali. Itupun kemudian dicegah oleh Allah swt. Setelah itu aku tidak pernah
menginginkannya sampai Allah memuliahkan aku dengan risalah. Aku pernah berkata kepada
seorang teman yang menggembala bersamaku di Mekkah,“Tolong awasi kambingku, karena
aku akan masuk ke kota Mekkah untuk bergadang sebagaimana para pemuda.“ Kawan
tersebut berkata lakukanlah.“ Lalu aku keluar. Ketika aku sampai pada rumah pertama di
Mekkah, aku mendengar nyanyian, lalu aku berkata ,“Apa ini ?“ Mereka berkata ,“Pesta“. Lalu
aku duduk mendengarkannya. Tetapi kemudian Allah menutup telingaku, lalu aku tertidur dan
tidak terbangun kecuali oelh panas matahari. Kemduian aku kembali kepada temanku, lalu ia
bertanya padaku , dan aku pun mengabarkan. Kemudian pada malam ynag lain aku katkaan
kepadanya sebagaimana malam pertama. Maka aku pun masuk ke Mekkah, lalu mengalami
kejadian sebagaimana malam terdahulu. Setelah itu aku tidak pernah lagi menginginkan
keburukan.“
Beberapa Ibrah
Hadits Bahira tentang Rasulullah saw yaknin hadits yang diriwayatkan oleh Jumhur
Ulama’ Sirah danpara perawinya dan dikeluarkan oleh Tirmidzi secara panjang dan lebar dari
hadits Abu Musa al-Asy’ari , menunjukkan bahwa para ahli kitab dari Yahudi dan Nasrani
memiliki pengetahuan tentang bi’tsah Nabi dengan mengetahui tanda-tandanya. Ini mereka
ketahui dari berita kenabiannya dan penjelasan tentang tanda-tanda dan sifat-sifatnya yang
terdapat di dalam Taurat dan Injil. Dalil tentang hal ini banak sekali.
Di antaranya adalah apa yang diriwayatkan oleh para ulama Sirah bahwa orang-orang
Yahudi biasa memohon kedatangan Nabi saw (sebelum bi’tsah) untuk mendapatkan
kemenangan atas kaum Aus dan Khazraj, dengan mengatakan,“Sesungguhnya sebentar lagi
akan dibangkitkan seorang Nabi yang kami akan mengikutinya, lalu kami bersamanya akan
membunuh kalian sebagaimana pembunuhan yang pernah dialami oleh kaum ‘aad dan Iram.“
Ketika orang-orang Yahudi mengingkari janjinya Allah menurunkan firman-Nya :
„Dan dan setalah datang kepada mereka al-Quran dari Allah yang membenarkan apa yang ada
pada mereka, padahal sebelumnya mereka biasa memohon (kedatangan Nabi) untuk
mendapatkan kemenangan atas orang-orang kafir, maka setelah datang kepada mereka apa
yang telah mereka ketahui, mereka lalu ingkar kepadanya. Maka laknat Allah atas orang-orang
yang inkar itu.“ QS al-Baqarah , 2 : 89
Al-Qurtubi dan lainnya meriwayatkan bahwa ketika turun firman Allah :
„Orang-orang (yahudi dan Nasrani) yang telah kami beri al-Kitab ( taurat dan Injil) mengenal
Muhammad seperti mengenal anak-anak sendiri. Dan sesungguhnya sebagian di antara mereka
menyembunyikan kebenaran padahal mereka mengetahuinya.“ QS al-Baqarah , 2 : 146
Umar bin al-Khattab bertanya kepada Abdullah bin Salam ( seorang ahli Kitab telah
masuk Islam) :
„Apakah kamu mengetahui Muhammad saw sebagai mana kamu mengetahui anakmu ?“ Ia
menjawab , „ Ya, bahkan lebih banyak Allah mengutus (Malaikat) kepercayaan-Nya di langit
kepada (orang) kepercayaan-Nya di bumi dengan sifat-sifatnya, lalu saya mengetahuinya.
Adapun anak saya, maka saya tidak mengetahui apa yang telah terjadi dari ibunya.“
21
Bahkan keislaman Salman al-Farisi juga disebabkan ia telah melacak berita Nabi saw
dan sifat-sifatnya dari Injil, para pendeta dan ulama ahli Kitab.
Ini tidak dapat dinafikan oleh banyaknya para ahli kitab yang mengingkari adanya
pemberitaan tersebut, atau oleh tidak adanya isyarat penyebutan Nabi saw di dalam Injil yang
beredar sekarang. Sebab , terjadinya pemalsuan dan perubahan secara beruntun pada kitabkitab
tersebut telah diketahui dan diakui oelh semua pihak. Maha Besar Allah yang berfirman di
dalam Kitab-Nya :
„ Dan di antara mereka ada yang buta huruf, tidak mengetahui al-Kitab ( taurat) , kecuali
dongengan bohong belaka, dan mereka hanya menduga-duga. Maka kecelakaan ang besarlah
bagi orang-orang yn ag menulis al-Kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu dikatakannya,“ Ini
dari Allh“ 8 dengan maksud) untuk memperoleh keuntungan ynag sedikit dengan perbuatan itu,
Maka kecelakaan besarlah bagi emreka karena apa yang ditulis oelh tangan mereka sendiri, dan
kecelakaan besarlah bagi mereka karena apa yang mereka kerjakan.“ QS al-Baqarah , 2:78-79
Sehubungan dengan usaha Rasulullah saw menggembalakan kambing untuk tujuan
mencari rejeki, terdapat tida pelajaran penting bagi kita :
Pertama : Selera tinggi dan perasaan halus yang dengan kedua sifat ini, Allah memperindah
Nabi-Nya Muhammad saw, selama ini. Pamannyalah yang mengasuhnya dengan penuh kasih
sayang sebagai seorang bapak. Tetapi begitu merasakan kemampuan untuk bekerja, Rasulullah
saw segera melakukannya dan ebrusaha sekuat tenaga untuk meringankan sebagian beban
nafkah dari pamannya. Barangkali hasil yang diperoleh dari pekerjaan yang dipilihkan Allah
tersebut tidak begitu banyak dan penting bagi pamannya, tetapi ia merupakan akhlak tinggi
yang mengungkapkan rasa syukur, kecerdasan watak dan kebaikan perilaku.
Kedua, berkaitan dengan penjelasan tentang bentuk kehidupan yang diridhoi oleh Allah untuk
para hambah-Nya yang shaleh di dunia. Sangatlah mudah bagi Allah mempersiapkan bagi Nabi
saw, sejak awal kehidupannya,s egala sarana kehidupan dan kemewahan yang dapat
mencukupinya sehingga tidak perlu lagi memeras keringat dan menggembalakan kambing.
Tetapi hikmah Ilahi menghendaki agar kita mengetahui bahwa harta manusia yang
terbaik adlaah harta yang diperolehnya dari usaha sendiri, dan imbalan pelayanan yang
diberikan kepada masyarakat dan saudanya. Sebaliknya , harta yang terburuk ialah harta yang
di dapatkan seseorang tnapa bersusah payah, atau tanpa imbalan kemanfaatan yang diberikan
kepada masyarakat.
Ketiga, para aktifis dakwah (dakwah apa saja ) tidak akan dihargai orang dakwahnya manakala
mereka menjadikan dakwah sebagai sumber rejekinya, atau hidup dari mengharapkan
pemberian dan sedekah orang.
Karena itu, para aktifis dakwah Islam merupakan orang yang paling patut untuk
mencari ma’isyah ( kehidupannya) melaui usaha sendiri atau dari sumber yang mulia yang tidak
mengandung unsur minta-minta, agar mereka tidak berhutang budi kepada seseorang pun yang
menghalangi dari menyatakan kebenaran di hadapan para insvestor budi.
Hakkekat ini, kendatipun belum terlintas dalam pikiran Rasulullah saw pada masa itu,
karena beliau belum mengetahui bahwa dirinya akan diserahi urusan dakwah dan risalah Ilahi,
tetapi manhaj ynag ditetapkan oleh Allah untuknya itu telah mengandung tujuan ini, dan
menjelaskan bahwa Allah menghendaki agar tidak ada sesuatu pun dari kehidupan Rasulullah
22
saw sebelum bi’tsah ynag menghalangi jalan dakwahnya, atau menimbulkan pengaruh negatif
terhadap dakwahnya sesudah bi’tsah.
Menyangkut kisah Nabi saw perihal dirinya yang telah mendapatkan pemeliharaan Allah
dari segala keburukan sejak ekcilnya dan awal masa remajanya, terdapat penjelasan mengenai
dua yang sangat penting :
Pertama , bahwa Nabi saw (juga9 memiliki seluruh karakteristik manusia, sehingga ia
mendapati pada dirnya kecenderungan pada setiap pemuda berupa berbagai kecenderungan
fitrah yang telah ditetapkan Allah pada manusia.
Kedua sesungguhnya Allah, kendatipun demikian , telah melindunginya dari semua bentuk
penyimpangan, dan dari segala sesuatu yang tidak sesuai dengan tuntunan dakwah. Karena itu
sekaliupun seblum mendapat wahyu atau syariat yang akan melindunginya dari
memperturutkan dorongan-dorongan nafsu, tetapi beilau telah mendapatkan perlindungan lain
yang tersamar yang menghalanginya dari memperturutkan hawa nafsunya yang tidak sesuai
dengna dirinya ynag telah dipersiapkan oleh Allah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia
dan menegakkan syariat Islam.
Terhimpun dua hal tersebut pada diri Rasulullah saw, menjadi dalil yang jelas akan
adanya ‘inayah Ilahi (pemeliharaan Ilahi) secara khusus yang menuntunya tanpa perantaraan
dan faktor.-faktor yang lazim (biasa), seperti pembinaan dan pengarahan. Siapakah gerangan
yang mengarahkannya ke jalan kemas’shuman ini, padahal semua orang di sekitarnya,
keluarganya, kaum dan tetangganya, asing sama sekali dari jalan t ersebut, tersesat jauh dari
arah jalan tersebut ?
Jelas, hanya ‘inayah Olahiyah-lah yang memberikan kepada pemuda Muhammad saw
jalan terang, berupa cahaya yang menembus lorong-lorong jahiliyah, termasuk tanda-tanda
besar yang menunjukkan kenabian yang diciptakan dan disiapkan Allah untuknya. Juga
menunjukkan bahwa arti kenabian merupakan asas pembentukan kepribadian dan arah
kehidupanny, baik menyangkut kejiwaan , perilaku maupun pemikiran.
Tidaklah sulit bagi Allah utuk mencabut, sejak kelahiran Rasulullah saw dorongandorongan
naluriahnya kepada kesenangan , syahwat, hawa nafsu, sehingga dengan demikian ,
beliau tidakakan pernah sama sekali menitipkan kambing gembalaannya kepada temannya
untuk turun ke rumah-rumah Mekkah mencari orang-orang yang begadang dan berhura-hura.
Tetapi hal itu tidak menunjukkan pada saat itu, kepada kelainan-kelainan pada tatanan
kejiwaannya, karena gejala ini ada contohnya pada setiap kaum dan jaman. Jadi tidak ada
sesuatu yng menunjukkan kepada „pemeliharaan tersembunyi“ yang memalingkannya dari
suatu yang tidak layak di samping adanya dorongan-dorongan naluriyahnya terhadapnya.
Tetapi Allah menghendaki agar manusia mengetahui ‘inayah Ilahiyah ini kepada Rasulullah saw
, sehingga akan memudahkan keimanan terhadap risalahnya, dan menjauhkan faktor-faktor
keraguan terhadap kebenaran.
Perdagangan dengan harta Khadijah
dan
Pernikahan dengannya
23
Khadijah, menurut riwayat Ibnu al-Atsir dan Ibnu Hisyam adalah seorang wanita
pedagang yang mulia dan kaya. Beliau sering mengirim orang kepercayaannya untuk
berdagang. Ketika beliau mendengar kabar kejujuran nabi saw, dan kemuliaan akhlaknya,
beliau mencoba mengamati Nabi saw dengan membawa dagangannya ke Syam.
Khadijah membawakan barang dagangan ynag lebih baik dari apa yang dibawakan
kepada orang lain. Dalam perjalan dagang ini nabi saw ditemani Maisarah, seorang
kepercayaan Khadijah. Muhammad saw menerima tawaranini dan berangkat ke Syam bersama
Maisarah meniagakan barang Khadijah. Dalam perjalanan ini Nabi berhasil membawa
keuntungan yang berlipat ganda, sehingga kepercayaan Khadijah bertambah terhadapnya.
Selama perjalanan tersebut Maisarah sangat mengagumi akhlak dan kejujuran nabi. Semua sifat
dan perilaku itu dilaporkan oleh Maisarah kepada Khadijah. Khadijah tertarik pada
kejujurannya, dan ia pun terkejut oleh barakah yang diperoleh dari perniagaan nabi saw.
Kemudian Khadijah menyatakan hasratnya untuk menikah dengan Nabi saw, dengan
perantaraan Nafisah binti Muniyah. Nabi saw menyetujuinya, kemudian Nabi menyampaikan
hal itu kepada paman-pamannya. Setelah itu, mereka meminagkan Khadijah untuk Nabi saw
dari paman Khadijah , Amr bin Asad. Ketika menikahinya , Nabi berusia 25 tahun sedangkan
Khadijah berusia 40 tahun.
Sebelum emnikah dengan Nabi saw , khadijah pernah menikah dua kali . Pertama
dengan Atiq bin A’idz at Tamimi dan yang kedua dengan Abu Halah at-Tamimi, namanya
Hindun bin Zurarah.
Beberapa Ibrah :
Usaha menjalankan perniagaan Khadijah ini merupakan kelanjutan dari kehiduapn
mencari nafkah yang telah dimulaina dengan menggembala kambing. Himah dan ibrah
mengenai masalah ini telah kami jelaskan sebagaimana pada pembahasan terdahulu.
Menganai kutamaan dan kedudukan Khadijah dalam kehidupan Nabi saw,
sesungguhnya ia tetap mendapatkan edudukan ynag tinggi di sisi Rasulullah saw sepanjang
hidupnya. Telah disebutkan di dalam riwayat terbaik pada jamannya.
Bukhari dan Muslim meriwayatkan bahwa Ali r.a. pernah mendengar Rasulullah saw
bersabda :“Sebaik-baik wanita (langit) adalah Maryam binti Imran, dan sebaik-baik wanita
(bumi) adalah Khadijah binti Khuwailid.“
Bukhari dan Muslim juga meriwayatkan dari Aisyah r.a. , ia berkata :
„Aku tidak pernah cemburu kepada istri-istri Nabi saw kecuali kepada Khadijah, sekalipun aku
tidak pernah bertemu dengannya. Adalah Rasulullah saw, apabila menyembelih kambing, ia
berpesan,“Kirimkan daging kepada teman-teman Khadijah.“ Pada suatu hari aku memarahinya,
lalu aku katakan,“ Khadijah ?“ Kemduian Nabi saw bersabda :“ Sesungguhnya akut elah
dikaruniai cintanya.“
Ahmad dan Thabarani meriwayatkan dari Masruq dari Aisyah r.a. , ia berkata :
„Hampir Rasulullah saw tidka pernah keluar rumah sehingga menyebut Khadijah dan
memujinya. Pada suatu hari Rasulullah saw menyebutnya, sehingga menimbulkan
kecemburuanku. Lalu aku katakan ,“ Bukankah ia hanya seorang tua yang Allah telah
24
menggantinya untuk kakanda orang ynag lebih baik darinya ?“ Kemudian Rasulullah saw marah
seraya bersabda :“ Demi Allah, Allah tiada menggantikan untukku orang yang lebih baik
darinya. Dia beriman ketika orang-orang ingkar, dia membenarkan aku ketika orang-orang
mendustakanku, dia membelaku dengan hartanya, ketiak orang-orang menghalangiku, dan aku
dikaruniai Allah anak darinya, sementara aku tidak dikaruniai anak sama sekali dari istri
selainnya.“
Sehubungan dengan pernikahan Rasulullah saw dengan Khadijah kesan yang pertama
kali didapatkan dari pernikahan ini ialah, bahwa Rasulullah saw sama sekali tidak
memperhatikan faktor kesenangan jasadiah. Seandainya Rasulullah sangat memperhatikan hal
tersebut, sebagaimana pemuda seusianya, niscaya beliau menari orang yang lebih muda, atau
minimal orang yang tidak lbih tua darinya. Nampaknya Rasulullah saw menginginkan Khadijah
karena kemuliaan akhlaknya di antara kerabat dan kaumnya, sampai ia pernah mendpatkan
julukan ‘Afifah Thairah (wanita suci) pada masa jahiliyah.
Pernikahan ini berlangsung hingga Khadijah meniggal dunia pada usia enampuluh lima
tahun, sementara itu Rasulullah saw telah mendekati usia 50 tahun, tanpa berpikir selama masa
ini untuk menikah dengan wanita atau gadis lain. Padahal usia antara 20 - 50 tahun merupakan
masa bergejolaknya keinginan atau kecenderungan untuk menambah istri karena dorongan
syahwat.
Tetapi Muhammad saw telah melampaui masa tersebut tanpa pernah berpikir,
sebagaimana telah kami katakan, untuk memadu Khadijah. Padahal andai beliau mau, tentu
beliau akan mendapatkan istri tanpa bersusah payah menentang adat atau kebiasaan
masyarakat. Apalagi beliau menikah dengan Khadijah yang berstaatuts janda dan lebih tua
dariny.a
Hakekat ini akan membungkam mulut orang-orang yang hatinya terbakar oelh dendam
kepada Islam, dan kekuatan pengaruhnya dari kalanngan missionaris, orientalis dan antek-antek
mereka.
Mereka mengira bahwa dari tema pernikahan Rasulullah saw akan dapat dijadikan
sasaran empuk untuk menyerang Islam dan merusak nama baik Muhammad saw . Dibayangkan
bahwa mereka akan mampu mengubah citra Rasulullah saw di mata semua orang, sebagai
seorang seks maniak ynag tenggelam dalam kelezatan jasadiah.
Para missionaris sebagian besar orientalis adalah musuh-musuh bayaran terhadap Islam
yang menjadikan pernikahan agama Islam sebagai potensi untuk mencari nafkah. Adapun para
murid mereka yang tertipu, kebanyakan memusuhi Islam karena taqlid buta, sekedar ikutikutan
tanpa berpikir sedikitpun , apalagi melalui kajian. Permusuhan mereka seperti lencana
yang digantungkan seseorang di atas dadanya, sekedar supaya diketahui orang keterkaitannya
kepada pihak tertentu. Seperti diketahui, lencana itu tidak lebih sekedar sombol. Maka
permusuhan mereka terhadap Islam tidak lain hanylaah simbol ynag menjelaskan identitas
mereka kepada semua orang, bahwa mereka bukan termasuk dari bagian sejarah Islam, dan
bahwa loyalitas mereka hanyalah kepada pemikiran kolonial ynag tercermin dalam pemikian
para orientalis dan missionaris . itulah pilihan mereka sebelum melakukan kajian sama sekali
atau berusaha untuk memahami. Ya, permusuhan mereka terhadap Islam hanylaah sekedar
lencana yang menjelaskan identitas diri mereka di tentah kaumnya, bukan suatu hasil pemikiran
untuk pengkajian atau argumentasi.
25
Jika tidka tentu tema pernikahan Rasulullah saw , merupakan dalil yang dapat
digunakan oleh Muslim yang mengetahui agama dan mengenal Sirah Nabawiyah, untuk
membantah tikaman-tikaman para musuh agama ini.
Mereka bermaksud menggambarkan Rasulullah saw sebagai seorang pemburu seks
ynag tenggelam dalam kelezatan jasadiah. Padahal tema pernikahan Rasulullah saw ini saja
sudah cukup sebagai dalil membantah tuduhan tersebut.
Seorang pemburu seks tidak akan bersih dan suci sampai menginjak usia 25 tahun
dalam satu lingkungan Arab jahiliyah seperti iut, tanpa terbawa arus kerusakan yang
mengelilinginya. Seorang pemburu seks tidak akan pernah bersedia menikah dengan seorang
janda yang lebih tua darinya, kemudian hidup bersama sekian lama tanpa melirik kepada
wanita-wanita lain yang juga menginginkannya, sampai melewati masa remajanya, kemudian
masa tua dan memauki pasca tua.
Adapun pernikahan setelah itu dengan Aisyah, kemudian dengan lainnya, maka masingmasing
memiliki kisah tersendiri. Setiap pernikahannya memiliki hikmah dan sebab yang akan
menambah keimanan seorang muslim kepad keagungan Muhammad saw dan kesempurnaan
akhlaknya.
Tentang hikmah dan sebabnya, yang jelas pernikahan tersebut bukan untuk
memperturutkan hawa nafsunya atau dorongan seksual. Sebab seandainya demikian, niscaya
sudah dilampiaskannya apda masa-masa sebelumnya. Apalagi pada masa-masa tersebut
pemuda Muhammad saw belum memikirkan dakwahnya dan permasalahannya yang dapat
memalingkan dari kebutuhan nalurinya.
Kami tidak memandang perlu untuk memanjangkan pembelaan terhadap pernikahan
Nabi saw, sebagaimana dilakukan oleh sebagian penulis. Sebab kami tidak menggangap adanya
permasalahan ynag perlu dibahas, kendatipun para musuh Islam berusaha mengada-adakannya.
Kemungkinan lain, bahwa para musuh Islam tidaklah bermaksud merusak beberapa
hakekat Islam , kecuali hanya sekadar menyeret kaum Muslim kepada perdebatan apologis
Keikutasertaan Nabi saw Dalam Membangun Ka’bah
Ka’bah adalah „rumah“ yang pertama kali dibangun atas nama Allah, untuk menyembah
Allah dan mentauhidkan-Nya. Dibangun oleh bapak para Nabi, Ibrahom as, setelah menghadapi
„perang berhala“ dan penghancuran tempat-tempat peribadatan yang didirikan atasnya. Ibrahim
as membangunnya berdasarkan wahyu dan perintah dari Allah swt :
„Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah beserta Isma’il
(seraya berdo’a) „Ya Rabb kami, terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya
Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui“ QS al-Baqarah : 127
Setelah itu Ka’bah mengalami beberapa kali serangan yang mengakibatkan kerapuhan
bangunannya. Di antaranya adalah serangan banjir yang menenggelamkan Mekkah beberapa
tahun sebelum bi’tsah, sehingga menambah kerapuhan bangunannya. Hal ini memaksa orang26
orang Quraisy harus membangun Ka’bah kembali demi menjaga kehormatan dan kesucian
bangunannya. Penghormatan dan pengagungan terhadap Ka’bah merupakan sisa atau
peninggalan syari’at Ibrahim as yang masih terpelihara di kalangan orang Arab.
Rasulullah saw sebelum bi’tsah pernah ikut serta dalam pembangungan Ka’bah dan
pemugarannya. Beliau ikut serta secara aktif mengusung batu di atas pundaknya. Pada waktu
itu Rasulullah saw berusia 35 tahun, menurut riwayat yang paling shahih.
Bukhari meriwayatkan di dalam Shahih-nya dari hadits Jabir bin Abdullah r.a. ia berkata
:“ Ketika Ka’bah dibangun, Nasbi saw dan Abbas pergi mengusung batu. Abbas berkata
kepada Nabi saw ,“Singsingkan kainmu di atas lutut.“ Kemudian Nabi saw turun ke tanah,
sedang kedua matanya melihat-lihat ke atas seraya berkata :“ Mana kainku?“ Lalu Nabi saw
mengikatkannya.
Nabi saw memiliki pengaruh besar dalam menyelesaikan kemelut yang timbul akibat
perselisihan dalam menyelesaikan tentang siapa ynag berhak mendapatkan kehormatan
meletakkan hajar aswad di tempatnya. Semua pihak tunduk kepada usulan yang diajukan Nabi
saw , karena mereka semua mengenalnya sebagai al-amin (terpercaya) dan mencintainya.
Beberapa Ibrah
Sebaagi catatan terhadap bagian Sirah Nabi saw ini kami kemukakan empat hal :
Pertama , urgensi , kemuliaan, dan kekudusan Ka’bah ynag telah ditetapkan Allah. Cukuplah
sebgai dalilnya, bahwa orang ynag mendirikan dan membangunnya adalah Ibrahim kekasih
Allah, dengan perintah dari Allah supaya menjadi rumah yang pertama untuk menyembah Allah
semata, sebagai tempat berkumpul dan tempat yang aman bagi manusia.
Tetapi , ini tidak berarti bahwa Ka’bah memiliki pengaruh terhadap orang-orang yang
thawaf di sekitarnya, atau orang-orang yang iktikaf di dalamnya Ka’bah, kendatipun memiliki
kekudusan dan kedudukan di sisi Allah. Adalah batu yang tidak dapat memberikan bahaya dan
manfaat.
Ketika Allah emngutus Ibrahim as utuk meruntuhkan berhala-berhala dan para Thogut,
menghancurkan rumah-rumah peribadatan, melenyapkan rambu-rambunya dan menghapuskan
penyembahannya, Allah menghendaki agar dibangun di atas bumi ini suatu bangunan yang akan
menjadi lambang pentauhidan dan penyembahan kepada Allah semata. Suatu lambang yang
mencerminkan sepanjang masa arti agama dan peribadatan yang benar, dan penolakan terhadap
kemusyrikan dan penyembahan berhala. Selama beberapa abad manusia menyembah batu-batu,
berhala dan para Thogut, dan mendirikan rumah-rumah ibadah untuknya. Sekarang telah tiba
saaatnya untuk mengganti rumah-rumah yang didirikan untuk menyembah Allah semata. Setiap
orang ynag memasukinya akan mendapatkan kemuliaannya, karena ia tidak tunduk dan
merendah kecuali hanya kepada Pencipta alam semesta.
Jika orang-orang yang beriman kepada wahdaniyah (keesaan) Allah dan para pemeluk
agama-Nya harus memiliki ikatan yang akan mempertalikan mereka, dan sebuah tempat yang
akan mempertemukan mereka, kendatipun berlainan negeri, bangsa, dan bahasa mereka. Maka
tidak ada yang lebih tepat untuk dijadikan ikatan dan tempat pertemuan itu selain dari rumah
yang didirikan sebagai lambang untuk mentauhidkan Allah dan menolak kemusyrikan ini. Di
bawah naungannya mereka saling berkenalan. Di sinilah mereka bertemu karena panggilan
27
kebenaran yang dilambangkan oleh rumah ini. Rumah ynag mencerminkan persatuan kaum
Muslim di seluruh penjuru dunia, mencerminkan pentauhidan dan penyembahan hanya kepada
Allah semata. Kendatipun selama beberapa abad pernah dijadikan tempat penyembahan tuhantuhan
palsu.
Inilah ynag dimaksudkan oleh firman Allah :
„Dan ( ingatlah), ketika Kami jadikan rumah itu ( Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia
dan tempat yang aman. Dan jadilah sebagian maqam Ibrahim tempat shalat“ QS al-Baqarah :
125
Makna inilah yang akan dirasakan oleh setipa orang yang melakukan thawaf di Baitul -
Haram, jika ia telah memahami arti ‘ubudiyah kepada Allah dan tujuan melaksanakan perintahperintah-
Nya, baik karena sebagai perintah ynag harus dilaksanakan ataupun karena sebagai
serorang hamba ynag berkewajiban mematuhi perintah. Di sinilah nampak kekudusan Ka’bah
dan keagungan kedudukannya di sisi Allah. Dari sini pula terasa perlunya menunaikan haji dan
thawaf di sekitarnya.
Kedua, penjelasan menyangkut beberapa kali peristiwa perusakan dan pembangungan Ka’abh.
Sepanjang masa, Ka’bah pernah di bangun empat kali tanpa diragukan lagi. Akan
halnya pembangunan Ka’bah sebelum itu , maka masih diperselisihkan dan diragukan
kebenarannya.
Pembangunan Ka’bah yang pertama kali adalah yang dilakukan oleh Ibrahim as di bantu
anaknya Isma’il as, atas perintah Allah swt, sebagaimana dinyatakan secara tegas oleh al-Quran
dan Sunnah yang shahih :
Firman Allah :
„Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah beserta Isma’il
(seraya berdoa) „Ya Rabb kami, terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya
Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.“ QS l-Baqarah : 127
Bukhari meriwaytkan dengan sanadnya dari Ibnu Abbas r.a. :
...kemudian (Ibrahim) berkata : „Hai Isma’il, sesungguhnya Allah memerintahkan aku ( untuk
melakukan) sesuatu perkara.“ Isma’il berkata ,“Lakukanlah apa yang diperintahkan oleh
Rabbmu.“Ibrahim bertanya ,“ Kamu akan membantuku?“ Isma’il menjawab,“Aku akan
membantumu.“ Ibrahim berkata ,“ Sesungguhnya Allah memerintahkan aku agar aku
membangun rumah (Ka’bah) di sini,“ seraya menunjuk ke bukit di sekitarnya. Nabi saw
bersabda :“ Pada saat itulah keduanya membangun dasar-dasar Ka’bah, kemudian Isma’il
mengusung batu dan Ibrahim ynag membangun ....“
Az-Zarkasyi mengtip dari sejarah Mekkah karangan al-Azraqi bahwa Ibrahim
membangun Ka’bah dengan tinggi dujuh depa, dalamnya ke bumi tiga puluh depa, dan lebarnya
dua puluh depa , tanapa atap. As-Suhaili menceritakan bahwa tinginya sembilan depa. Menurut
penulis (Dr. Al-Buthi ) riwayat as-Suhaili lebih tepat daripa riwayat al-Azraqi.
Pembangunan Ka’bah ynag kedua adalah yang dilakukan oleh orang-orang Quraisy
seblum Islam, dimana Nabi saw ikur serta dalam pembangunannya, sebagaimana telah kamis
ebutkan. Mereka membangunnya dengan tinggi delapan belas depa, dalamnya enam depa, dan
beberapa depa mereka biaran di hijir (Isma’il)
28
Menyangkut hal ini Rasulullah saw pernah bersabda dalam sebuah riwayat Aisyah :
„Wahai Aisyah, kalau bukan karena kaummu masih dekat dengan masa jahiliyah, niscaya aku
perintahkan (untuk membongkar dan membangun) Ka’bah, kemudian aku masukkan
kepadanya apa yang pernah dikeluarkan darinya, aku perdalam lai ke bumi dan aku buat
padanya pintu timur dan barat, lalu aku sempurnakan sesuai asas Ibrahim.
Pembangunan Ka’bah yang ketiga ialah setelah mengalami kebakaran di mana Yazid bin
Mu’awiyah, ketika tentara-tentaranya dari penduduk Syam menyerangnya.
Para tentara tersebut atas perintah Yazid, mengepung Abdullah bin Zubair di Mekkah
dibawah pimpinan al-Hashin bin Numair as-Sakuni pada akhir tahun tiga puluh enam. Mereka
melempari Ka’bah dengan menjanik sehingga menimbulkan kerusakan dan kebakaran.
Kemudian Ibnu as-Zubair menunggu sampai orang-orang datang di musim Haji, lalu ia
meminta pendapat mereka seraya berkata ,“Wahai manusia , berilah pedapat kalian tentang
Ka’bah. Aku gempur kemudian aku bangun lagi, atau aku perbaiki yang rusak-rusak saja?“
Lalu Ibnu Abbas berkata ,“ Menurut saya sebaiknya anda perbaiki yang rusah-rusak saja dan
tidak perlu menggempurnya.“ Ibnu as-Zubair berkata ,“ Seandainya rumah salah seorang kamu
terbakar, maka ia psti akan memperbaharuinya , apalagi ini rumah Allah. Sesungguhnya saya
sudah tiga kali istikhara kepada Allah , kemudian bertekad melaksanakan keputusanku.“
Tiga hari berikutnya , ia memulai menggempurnya sampai rata dengan tanah. Kemudian
Ibnu as-Zubair mendirikan beberapa tiang di sekitarnya dan memasang tutup di atasnya.
Kemudian mereka mulai meninggikan bangunannya. Ia tambahkan enam depa pada bagian
yang pernah dikurangi. Ia tambahkan panjangnya sepuluh depa, dan dibuat nya dua pintu, pintu
masuk dan pintu keluar. Ibnu Az-Zubair berani memasukan tambahan ini berdasarkan hadits
Aisya dari Rasulullah saw terdahulu.
Pembangunan Ka’bah yang keempat dilakukan setelah terbunuhnya Ibnu Az-Zubair,
imam Muslim meriwayatkan dengan sanadnya dari ‘Atha , bahwa ketika Ibnu az-Zubair
terbunuh, al-Hajjjaj menulis kepada Abdul Malik bin Marwan mengabarkan kematiannya, dan
bahwa Ibnu az-Zubair membangun Ka’bah di atas yang masih dipermasalahkan oelh para tokoh
kepercayaan Mekkah. Kemudian Abdul Malik menjawabnya melalui surat, „Kami tidak bisa
menerima tindakan Ibnu Az-Zubair. Menyangkut tambahan panjangnya masih bisa ditolerir,
tetapi menyangkut tambahan Hijjir (Isma’il) hendaklah dikembalikan kepada bangunannya
(semula) dan tutuplah pintu yang dibukanya:“ Maka digempurlah Ka’bah dan dibangun
kembali.
Dikatakan bahwa ar-Rasyid pernah bertekad akan membongkar Ka’bah dan
membangunnya kembali sebagai bangunan Ibnu Az-Zubair. Tetapi kemudian dicegah oelh
Malik bin Anas,“Wahai Amirul Mukminin, janganlah rumah ini dijadikan permainan oleh para
raja sesudahmu. Janganlah setiap orang dari mereka mengubahnya sesuka haitnya, karena
tindakan tersebut akan menghapuskan wibawa rumah ini dari hati manusia,“. Kemudian ar-
Rasyid membatalkan niatnya.
Itulah keempat kalinya pembangungan Ka’bah yang dapat diyakini kebenarannya.
Adapun pembangunannya sebelum Ibrahim as, maka masih diperselisihkan dan diragukan
kebenarannya. Apakah Ka’bah sebelum itu sudah dibangun atau belum ?
Disebutkan di dalam beberapa atsar dan riwayat, bahwa orang yang pertama kali
membangunnya adalah Adam as. Di antaranya ialah apa yang diriwayatkan oleh Baihaqi di
29
dalam kitab Dala’ilun Nubuwwah,d ari hadits Abdullah bin Amr, ia berkata :“ Rasulullah saw
bersabda :“ Allah mengutus Jibril as kepada Adam as dan Hawa; lalu berkata kepada
keduanya,“Bangunlah sebuah rumah untukku,“ Kemudian Jibril membuatkan garis kepada
keduanya. Lalu Adam mulai menggali, sementara itu Hawa, mengusungnya,“ Cukup Adam!“
Ketika keduanya telah membangunnya , Allah mengilhamkan kepada Adam agar ia thawaf di
sekitarnya, dan dikatakan kepadanya,“ Kamu manusia pertama, dan ini adlah rumah pertama .“
Kemudian berlalulah beberapa abad sampai Ibrahim meninggikan dasar-dasar bangunannya.
Al-Baihaqi berkata :“ Ibnu Lahi’ah meriwayatkan secara sendirian. Ibnu Lahi’ah dikenal
seorang yang lemah, tidak dapat dijadikan hujjah.
Selain iut terdapat riwayat lain yang semakna dengan riwayat yang dikeluarkan oleh
Baihaqi ini, tetapi kesemuanya tidak terhindar dari kelemahan. Dikatakan juga, orang yang
pertama kali membangunnya adalah Syits as.
Dengan demikian, Ka’bah berdasarkan riwayat-riwayat yang lemah telah dibangun
sebanyak lima kali.
Tetapi sepatutnya kita berpegang kepada riwayat yang shahih, yaitu Ka’bah pernah
dibangun sebanyak empat kali sebagaimana telah kami jelaskan. Adapun riwayat-riwayat yang
menyebutkan pembangunannya selain yang empat kali tersebut, maka kita serahkan kepada
Allah. Ini tentu saja tidak termasuk beberapa kali pemugaran dan perbaikan setelah itu.
Ketiga, kebijaksanaan Nabi saw dalam menyelesaikan masalah dan mencegah terjadinya
permusuhan. Antar siapa ? Antar kaum yang jika terjadi permusuhan jarang sekali tidak
menumpahkan darah. Seperti telah diketahui, permusuhan mereka dalam masalah ini hampir
saja menimbulkan peperangan Bani Abdi’d-Dar telah menghampiri mangkuk berisi darah,
kemudian bersama Bani’Ady berikrar siap mati seraya memasukkan tangan-tangan mereka ke
dalam darah tersebut. Sementara itu, kaum Quraisy tinggal diam selama empat atau lima malam
tanpa adanya kesepakatan atau penyelesaian yang dapat diajukan sampai api fitnah tersebut
padam di tangan Rasulullah saw.
Kita harus mengembalikan keistimewaan Rasulullah saw ini kepada persiapan Allah
kepadanya untuk mengemban tugas risalah dan kenabian, sebelum mengembalikannya kepada
kecerdasan dan kejeniusan Nabi saw yang telah menjadi fitrahnya.
Sebab asas pertama dalam pembentukkan kepribadian Nabi saw ialah bahwa ia sebagai
seorang Rasul dan Nabi. Setelah itu baru menyusul keistimewaan-keistimewaan Nabi saw ynag
lain seperti kecerdasan dan kejeniusannya.
Keempat. Ketinggian kedudukan Nabi saw di kalangan tokoh Quraisy dari berbagai tingkatan
dan kelas. Di kalangan mereka, Nabi saw dikenal sebagai al-amin (terpercaya) dan sangat
dicintai. Mereka tidak pernah meragukan kejujurannya apabila berbicara, ketinggian akhlaknya
apabila bergaul, dan keikhlasannya apabila dimintai bantuan melakukan sesuatu.
Hal ini mengungkapkan kepada anda, betapa kedengkian dan keangkuhan telah
menguasai hati mereka, ketika mereka mendustakan , memusuhi dan manghalau dakwah yang
disampaikannya kepada mereka.
30
Ikhtila’ (Menyendiri) Di Gua Hira’
Mendekati usia empat puluh tahun, mulailah tumbuh pada diri Nabi saw kecenderungan
untuk melakukan ‘uzlah. Allah menumbuhkan pada dirinya rasa senang untuk melakukan
ikhtila’ (menyendiri) di gua Hira’ (hira’ adalah nama sebuah gunung yang terletak di sebelah
barat laut kota Mekkah). Ia menyendiri dan beribadah di gua tersebut selama beberapa malam.
Kadang sampai sepuluh malam, kadang lebih dari itu, sampai satu bulan. Kemudian beliau
kembali ke rumahnya sejenak hanya untuk mengambil bekal baru untuk melanjutkan Ikhtila’-
nya di gua Hira’. Demikianlah Nabi saw terus melakukannya sampai turun wahyu kepadanya
ketika beliau sedang melakukan ‘uzlah.
Beberapa Ibrah
‘Uzlah dilakukan Rasulullah saw menjelang bi’tsah (pengangkatan sebagai Rasul) ini
memiliki makna dan urgensi yang sangat besar dalam kehidupan kaum Muslim pada umumnya
dan pada da’i pada khususnya.
Peristiwa ini menjelaskan , bahwa seorang Muslim tidak akan sempurna keislamannya
betapapun ia telah memiliki akhlak-akhlak yang mulia dan melaksanakan segala macam ibadah
sebelum menyempurnakannya dengan waktu-waktu ‘uzlah dan khalwah (menyendiri) untuk
mengadili diri sendiri ( muhasabbah ‘n nafsi). Merasakan pengawasan Allah dan merenungkan
fenomena-fenomena alam semesta yang menjadi bukti keagungan Allah.
Ini merupakan kewajiban setiap Muslim yang ingin mencapai keislaman yang benar.
Apalagi bagi seorang penyeru kepada Allah dan penunjuk kepada jalan yang benar.
Hikmah dari program ‘uzlah ini ialah, bahwa tiap jiwa manusia memiliki sejumlah
penyakit yang tidak dapat dibersihkan kecuali dengan obat ‘uzlah dan mengadilinya dalam
suasana hening, jauh dari keramaian dunia. Sobong ‘ujub (bangga diri), dengki, riya’, dan cinta
dunia, kesemuannya itu adalah penyakit yang dapat menguasai jiwa , merasuk ke dalam hati,
dan menimbulkan kerusakan di dalam bathin manusia. Kendatipun lahiriahnya menampakkan
amal-amal shaleh dan ibadat-ibadat yang bai, dan sekaipun ia sibuk dengan melaksanakan
tugas-tugas dakwah dan memerikan bimbingan kepada orang lain.
Penyakit-penyakit ini tidak dapat diobati kecuali dengan melakukan ikhtila’ secara rutin
untuk merenungkan hakekat dirinya, penciptaannya dan sejauh mana kebutuhan kepada
pertolongan dan taufik dari Allah swt pada setiap detik kehidupannya. Demikian pula
merenungkan ihwal Pencipta. Dan betapapun tak bergunanya pujian dan celaan manusia.
Kemduian merenungkan fenomena-fenomena keagungan Allah, hari akhir, pengadilan,
besarnya rahmat dan pedihnya siksaan Allah. Dengan perenungan yng lama dan berulang-ulang
tentang hal-hal tersebut, maka penyakit-penyakit ynag melekat pada jiwa manusia akan
berguguran. Hati menjadi hidup dengan cahaya kesadaran dan kejernihan. Tiadak ada lagi
kotoran dunia yang melekat di dalam hatinya.
Hal lain juga sangat penting dalam kehidupan kaum Muslim pada umumnya dan para
pengemban dakwah pada khususnya, ialah pembinaan mahabbatu Illah tidak akan tumbuh dari
keimanan rasio semata. Sebab, masalah-masalah rasional semata tidak pernah memberikan
pengaruh ke dalam hati dan perasaan. Seandainya demikian niscaya para orientalis sudah
31
menjadi pelopor orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan tentu hai mereka
menjadi hari yang paling mencintai Allah dan Rasul-Nya. Pernahkah anda mendengar salah
seorang olmuwan ynag telah mengorbankan nyawanya demi keimanan kepada sebuah rumus
matematika atau maslah aljabar ?
Sarana untuk menumbuhkan mahabbatu Ilahi stelah iman kepada-Nya ialah
memperbanyak tafakur tentang ciptaan dan nikmat-nikmat-Nya. Merenungkan betapa
keagungan dan kebesaran-Nya. Kemduian memperbanyak mengingat Allah dengan lisan dan
hati. Dan semuanya itu hana bisa diwujudkan dengan ‘uzlah , khalwah dan menjauhi kesibukankesibukan
dunia dan keramaiannya pada waktu-waktu tertentu secara terprogram.
Jika seorang Muslim telah melakukannya dan siap untuk melaksanakan tugas ini, maka
akan tumbuh di dalam hatinya mahabbatu Ilahiyah ynag akan membuat segala yang besar
menjadi kecil. Melecehkan segala bentuk tawaran duniawi, memandang enteng segla gangguan
dan siksaan dan mampu mengatasi setiap penghinaan dan pelecehan. Itulah bekal yang harus
dipersiapkan oleh para penyeru kepada Allah. Karena bekal itulah yang dipersiapkan Allah
kepada Nabi-Nya, Muhammad saw, untuk mengemban tugas-tugas dakwah Islamiyah.
Dorongan-dorongan spiritual di dalam hati, seperti rasa takut , cinta dan harap, akan
mampu melakukan sesuatu yang tidak dapat dilakukan oleh pemahaman rasional semata. Tepat
sekali asy-Syatibi ketika membedakan dorongan-dorongan ini antara kebanyakan kaum
Muslimin yang masuk ke dalam ikatan pembebanan (taklif) dengan dorongan umumnya
keislaman mereka. Dan orang-orang tertentu yang masuk ke dalam ikatan pembebanan dengan
dorongan lebih kuat dari sekedar pemahaman rasional. Berkata Asy-Syatibi :
„Kelompok pertama keadaannya seperti orang yang beramal karena ikatan Islam dan iman
mereka semata. Kelompk kedua keadaannya seperti orang yang beramal karena dorongan rasa
takut dan harap atau cinta. Orang ang takut akan tetap bekerja kendatipun terasa berat. Bahkan
rasa takut terhadap sesuatu yang lebih berat akan menimbulkan kesabaran terhadap sesuatu
yang lebih ringan, kendatipun tergolong berat. Orang yang memiliki harapan akan tetap bekerja
kendatipun terasa sulit. Harapan kepada kesenangan akan menimbulkan kesabaran dalam
menghadapi kesulitan. Orang ynag mencintai akan bekerja mengerahkan segala upaya karena
rindu kepada kekasih, sehingga rasa cinta ini mempermudah segala kesulitan dan mendekatkan
segala yang jauh.“
Mencari aneka sarana untuk mewujudkan dorongan-dorongan spiritual di hati ini
merupakan suatu keharusan. Jumhur Ulama menyebutkan dengan tasawuf, atau sebagian yang
lain seperti Imam Ibnu Taimiyah menyebutnya ilmu Suluh.
Khalwah yang dibiasakan Nabi saw menjelang bi’tsah ini merupakan salah satu sarana
untuk mewujudkan dorongan-dorongan tersebut.
Tetapi maksud khalwah di sini tidak boleh dipahami sebagaimana pemahaman sebagian
orang ynag keliru dan menyimpang. Mereka memahaminya sebgai tindakan meninggalkan sama
sekali pergaulan dengan manusia dengan hidup dan tinggal di gua-gua.
Tindakan ini bertentangan dengan petunuk Nabi saw dan praktek para sahabatnya.
Maksud khalwah di sini ialah sebagai obat untuk memperbaiki keadaan. Karena sebagai obat,
maka tidak boleh dilakukan kecuali dengan kadar tertentu dan sesuai dengan keperluan. Jika
tidak , maka akan berubah menjadi penyakit yang harus dihindari.
32
Jika anda membaca tentang sebagian orang shaleh yang melakukan khalwa secara terusmenerus
dan manjauhi manusia, maka itu hanya merupakan kasus tertentu saja. Perbuatan
mereka tidak dapat dijadikan hujjah.
Permulaan Wahyu
Imam Bukhari meriwayatkan dari Aisyah r.a. menceritakan cara permulaan wahyu, ia
berkata :
„ Wahyu pertama diterima oleh Rasulullah saw dimulai dengan suatu mimpi yang benar. Dalam
mimpi itu beliau melihat cahaya terang laksana fajar menyingsing di pagi hari. Kemduian beliau
digemarkan (oleh Allah) untuk melakukan khalwah (‘uzlah). Beliau melakukan khlwat di gua
Hira’ melakukan ibadah selama beberapa malam, kemudian pulang kepada keluarganya
(Khadijah) untuk mengambil bekal. Demikianlah berulang kali hingga suatu sat beliau
dikejutkan dengan datangnya kebenaran di dalam gua Hira’. Pada suatu hari datanglah
Malaikat lalu berkata ,“ Bacalah“. Beliau menjawab,“ Aku tidak dapat membaca.“ Rasulullah
saw menceritakan lebih lanjt, Malaikat itu lalu mendekati aku dan memelukku sehingga aku
merasa lemah sekali, kemudian aku dilepaskan. Ia berkata lagi, „Bacalah“ Aku menjawab ,“
Aku tidak dapat membaca“ . Ia mendekati aku lagi dan mendekapku, sehingga aku merasa
tidak berdaya sama sekali, kemudian aku dilepaskan. Ia berkata lagi,“ Bacalah“ Aku
menjawab,“ Aku tidak dapat membaca.“ Untuk yang ketiga kalinya ia mendekati aku dan
memelukku hingga aku merasa lemas, kemudian aku dilepaskan. Selanjutnya ia berkata lagi,“
Bacalah dengan nama Rabb-mu yang telah menciptakan .. menciptakan manusia dari segumpal
darah...“ dan seterusnya.
Rasulullah saw segera pulang daam keadaan gemetar sekujur badannya menemui
Khadijah lalu berkata ,“ Selimutilah aku ... selimutilah aku ..“ Kemudian beliau diselimuti
hingga hilang rasa takutnya. Setelah itu beliau berkata kepada Khadijah,“ Hai Khadijah ,
tahukah engkau mengapa aku tadi begitu ?“ Lalu beliau menceritakan apa yang baru dialaminya
. Selanjutnya beliau berkata :
„Aku sesungguhnya khawatir terhadap diriku (dari gangguan makhluk jin )
Siti Khadijah menjawab :
Tidak! Bergembiralah ! Demi Allah sesungguhnya tidak akan membuat anda kecewa. Anda
seorang yang suka menyambung tali keluarga, selalu menolong orang yang susah, menghormati
tamu dan membela orang yang berdiri di atas kebenaran.
Beberapa saat kemudian Khadijah mengajak Rasulullah saw pergi menemui Waraqah
bin naufal, salah seroang anak paman Siti Khadijah. Di masa jahiliyah ia memeluk agama
Nasrani. Ia dapat menulis huruf Ibrani, bahkan pernah menulis bagian-bagian dari Injil dalam
bahasa Ibrani. Ia seorang yang sudah lanjut usia dan telah kehilangan penghilatannya.
Kepadanya Khadijah berkata :
„Wahai anak pamanku, dengarkanlah apa yang hendak dikatakan oleh anak- lelaki saudaramu (
yakni Muhammad saw )“. Waraqah bertanya kepada Muhammad saw,“ Hai anak saudaraku,
ada apakah gerangan ?“ Rasulullah saw , kemudian menceritakan apa yang dilihat dan dialami
di dalam gua Hira’. Setelah mendengar keterangan Rasulullah saw Waraqah berkata :“ Itu
adalah Malaikat ynag pernah diutus Allah kepada Musa. Alangkah bahagianya seandainya aku
masih muda perkasa ! Alangkah gembiranya seandainya aku masih hidup tatkala kamu diusir
oleh kaummu! Rasulullah saw bertanya,“ Apakah mereka akan mengusir aku?“ Waraqah
33
menjawab ,“Ya“ Tak seorangpun yang datang membawa seperti yang kamu bawa kecuali akan
diperangi. Seandainya kelak aku masih hidup dan mengalami hari yang kaan kamu hadapi itu,
psti kamu kubantu sekuat tenagaku.“ Tidak lama kemudian Qaraqah meninggal dunia, dan
untuk beberapa waktu lamanya Rasulullah saw tidak menerima wahyu.
Terjadi perselisihan tentang berapa lama wahyu tersebut terhenti. Ada yang mengatakan
tiga tahun, dan ada pula yang mengatakan kurang dari itu. Pendapat yang lebih kuat ialah apa
yang diriwayatkan oleh Baihaqi, bahwa masa terhentinya wahyu tersebut selama enam bulan.
Tentang kedatangan Jibril yang kedua, Baihaqi meriwayatkan sebuah riwayat dari jabir
bin Abdillah, ia berkata :“Aku mendengar Rasulullah saw berbicara tentang terhentinya wahyu.
Beliau berkata kepadaku:“ Di saat aku sdang berjalan, tiba-tiba aku mendengar suara dari
langit. Ketika kepada kuangkat , ternyata Malaikat yang datang kepadaku di gua Hira’“,
kulihat sedang duduk di kursi antara langit dan bumi. Aku segera pulang menemui istriku dan
kukakatan kepadanya,“ Selimutilah aku , selimutilah aku ....selimutilah aku ....! Sehubungan
dengan itu Allah kemudian berfirman :“ hai orang yang berselimut, bangunlah dan beri
peringatan. Agungkanlah Rabb-mu , sucikanlah pakaianmu, dan jauhilah perbuatan dosa ....“
alMuddatsir
Sejak itu wahyu mulai diturunkan secara kontinyu.
Beberapa Ibrah
Hadits permulaan wahyu ini merupakan asas yang menentukan semua hakekat agama
dengan segala keyakinan dan syariatnya. Memahami dan meyakini kebenarannya merupakan
persyaratan mutlak untuk meyakini semua berita gaib dan masalah syariat yang dibawa oleh
Nabi saw. Sebab hakekat wahyu ini merupakan satu-satunya faktor pembeda antara manusia
yang berpikir dan membuat syariat dengan akalnya sendiri, dan manusia yang hanya
menyampaikan (syariat) dari Rabb-nya tanpa mengubah dan mengurangi atau menambah.
Itulah sebabnya maka para musuh Islam memberikan perhatian yang sangat besar
terhadap fenomena wahyu dlam kehiduapn Rasulullah saw. Berbagai argumentasi mereka
kerahkan untuk menolak kebenaran wahyu, dan membiaskan dengan ilham (inspirasi) dann
bahkan dengan sakit ayan. Ini karena mereka menyadari bahwa masalah wahyu merupakan
sumber keyakinan dan keimanan kaum Muslim kepada apa yang dibawa oelh Muhammad saw
dari Allah. Jka mereka berhasil meragukan kebenaran wahyu, maka meraka akan berhasil
menolak segala bentuk keyakinan dan hukum ynag bersumber dari wahyu tersebut. Selanjutnya
mereka akan berhasil menggembangkan pemikiran bahwa semua prinsip dan hukum syariat
yang diserukan oleh Muhammad saw hanyalah bersumber dari pemikirannya sendiri.
Untuk merealisasikan tujuan ini, para musuh Islam tersebut berusaha menafsirkan
fenomena wahyu dengan berbagai penafsiran palsu. Mereka memberikan aneka penafsiran
palsu sesuai dengan seni imajinasi yang mereka rajut sendiri.
Sebagian menggambarkan bahwa Muhammad saw terus merenugn dan berpikir sampai
terbentuk di dlam benaknya, secara berangsur-angsur, suatu aqidah yang dipandangnya cukup
untuk menghancurkan peganisme (watsaniyah). Ada pula ynag mengatakan bahwa Muhammad
saw belajar al-Quran dan prinsip-prinsip Islam dari pendeta bahira. Bahkan ada yamg menuduh
Muhammad saw adalah orang yang berpenyakit syaraaf atau ayan.
34
Bila kita perhatikan tuduhan-tuduhan naif seperti ini, maka akan kita ketahui dengan
jelas rahasia Ilahi mengapa permulaan turunnya wahyu kepada Rasulullah saw dengan cara
ynag telah kami sebutkan dlam hadits Bukhari di atas.
Mengapa Rasulullah saw melhiat Jibril dengan kedua mata kepalanya untuk pertama
kali, padahal wahyu bisa diturunkan dari balik tabir ?
Mengapa Rasulullah saw takut dan terkejut memahami kebenarannya , padahal cinta
Allah kepada Rasulullah saw dan pemeliharaan-Nya kepadanya semestinya cukup untuk
memberikan ketenangan di hatinya sehingga tidak timbul rasa takut lagi ?
Mengapa Rasulullah saw khawatir terhadap dirinya kalau-kalau yang dilihatnya di gua
Hira’ itu adalah makhluk halus dari jenis jin ?
Mengapa Rasulullah saw tidka memperkirakan bahwa itu adalah Malaikat utusan Allah
?
Mengapa setelah itu wahyu terputus sekian lama hingga menimbulkan kesedihan yang
mendalam pada diri Nabi saw sampai timbul keinginya sebagaimana riwayat Bukhari untuk
menjatuhkan diri dari atas gunung.
Pertanyaan-pertanyaan ini wajar dan alamiah sesuai dengan bentuk permulaan turunnya
wahyu tersebut. Dari jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan ini kelak, akan terungkap suatu
kebenaran yang dapat menghindarkan setiap orang yang berpikiran sehat dari perangkap para
musuh Islam yang pengaruh rajutan imajinasi palsu mereka.
Ketika sedang tenggelam dalam khalwatnya di gua Hira’ Rasulullah saw dikejutkan
oleh Jibril yang muncul dan terlihat di hadapannya seraya berkata kepadanya, „Bacalah“ Hal
ini menjelaskan bahw fenomena wahyu bukanlah urusan pribadi yang bersumber dari inspirasi
atau intuisi. Tetapi merupakan penerimaan terhadap haqiqah kharijyah (kebenaran yang
bersumebr dari luar ) yang tidak ada kaintannya dengan inspirasi , pancaran jiwa, atau instuisi.
Dekapan Malaikat terhadapnya , kemudian dilepaskannya sampai tiga kali , dan setiap kali
mengatakan „Bacalah“ merupakan penegasan terhadap hakekat wahyu ini. Di samping
merupakan penolakan terhadap setiap anggapan bahwa fenomena wahyu tidak lebih sekedar
instuisi.
Timbulnya rasa takut dan ceams pada diri Nabi saw ketika mendengar dan melihat Jibril
, sampai beliau memutuskan khalwatnya dan segera kembali pulang dengan hati gundah
merupakan bukti nyata bagi orang ynag berakal sehat bahwa Nabi saw tidak pernah sama sekali
merindukan risalah dibebankan-Nya untuk disebarkannya ke segenap penjuru dunia. Dan
bahwa fenomena wahyu ini tidak datang bersamaan ataupun menyempurnakan apa yangpernah
terlintas di dalam benaknya. Tetapi fenomena wahyu ini muncul secara mengejutkan dalam
hidupnya tanpa pernah dibayangkan sebelumnya. Rasa takut dan cemas tidak akan pernah
dialami oleh „orang yang telah merenung dan berpikir secara pelan-pelan sampai terbentuk di
dalam benaknya suatu aqidah yang diyakini akan menjadi dakwahnya“.
Selain itu, masalah inspirasi, instuisi, bisikan batin atau perenungan ke alam atas, tidak
mengundang timbulnya rasa takut dan cemas. Tidak ada korelasi antara perenungan dan
perasaan takut dan terkejut. Jika tidak demikian, tentu semua pemikir dan orang yang
melakukan kontemplasi akan selalu dirundung rasa takut dan cemas.
35
Anda tentu mengetahui bahwa perasaan takut, terkejut dan menggigilnya sekujur tubuh
tidk mungkin dapat dibuat-buat. Sehingga jelas tida dapat diterima jika ada orang yang
mengandaikan Rasulullah saw melakukan hal tersebut.
Keterkejutan dan kecemasan Nabi saw ini semakin nampak jelas pada keraguan beliau,
jangan-jangan yang dilihat dan yang mendekapnya di gua Hira’ itu adlah makhlul jin. Ini dapat
diperhatikan ketika Nabi saw berkata kepada Khadijah,“ Aku khawatir terhadap diriuk,“ yakni
khawatir terhadap gangguan makhluk jin. Tetapi Khadijah segera menenagkannya, bahwa
beliau bukan tipe orang yang bisa diganggu oleh setan dan jin, karena akhlak dan sifat terpuji
yang dimilikinya.
Adaah mudah bagi Allah untuk menenangkan hati Rasul-Nya dengan menyatakan,
misalnya bahwa yang mengajaknya berbicara tersebut adalah Jibril. Ia adalah Malaikat Allah
yang datang mengabarkan bahwa Muhammad saw adalah Rasul Allah kepada manusia. Tetapi ,
hikmah Ilahiyah ingin menampakkan pemisahan total antara kepribadian Muhammad saw
sebelum dan sesudh bi’tsah.Di samping menjelaskan bahwa prinsip aqidah Islam atau
perundang-undangan Islam tidak pernah diolah di kepala Rasulullah saw dan tidak pernah
dibayangkan sebelumnya.
Kemudian ilham Allah kepada Khadijah untuk membawa Nabi saw menemui Waraqwah
bin Naufal menanyakan permasalahannya, merupakan penegasan lan bahwa apa yang
mengejutkan itu hanyalah wahyu Ilahi yang pernah disampaikan kepada Nabi sebelumnya. Di
samping untuk menghapuskan kecemasan yang menyelubungi jiwa Rasulullah saw karena
menafsirkan apa yang dilihat dan didengarnya.
Terhentinya wahyu setelah itu selama enam bulan atau lebih, mengandung mu’jizat Ilahi
ynag mengagumkan. Karena hal ini merupakan sanggahan ynag paling tepat terhadap para
orientalis ynag menganggap wahyu sebagai produk perenungan panjang yang bersumber dari
dalam diri Muhammad saw.
Sesuai dengan kehendak Ilahi, Malaikat ynag dilihatnya pertama kali di gua Hira’ itu
tidak muncul lagi sekian lama, sehingga menimbulkan kecemasan di hati Nabi saw. Kemudian
kecemasan itu berubah menjadi rasa takut terhadap dirinya, karena khawatir dimurkai Allah,
setelah dimuliakan-Nya denan wahyu lantaran suatu tindakan ynag dilakukannya. Sehingga
dunia yang luas ini serasa sempit bagi Nabi saw. Bahkan sampai akhirnya pada suatu hari
Malaikat ynag pernah dilihatnya di gua Hira’ itu muncul kembali, terlihat di antara langit dan
bumi seraya berkata ,“ Wahai Muhammad , kamu adalah utusan Allah kepada manusia.“
Dengan rasa takut dan cemas nabi saw sekali lagi kembali ke rumah, dimana kemudian
diturunkan firman Allah :
„Wahai orang yang berselimut, bangunlah lalu berikan peringatan!“ QS al-Muddatzir 1-2
Sesungguhnya keadadan dan peristiwa yang dialami oleh Nabi saw ini membuat
pemikiran yang mengatakan bahwa wahyu merupakan intuisi sebagai suatu pemikiran gila.
Sebab untuk menumbuhkan inspirasi dan instuisi tidk perlu menjalani keadaan seperti itu.
Dengan demikian hadits, permulaan wahyu yang tersebut dalam riwayat shahih di atas
merupakan senjata yang menghancurkan segala serangan musuh-musuh Islam menyangkut
masalah wahyu dan kenabian Muhammad saw. Dari sini anda dapat memahami mengapa
permulaan penurunan wahyu dilakukan Allah sedemikian rupa.
36
Mungkin musuh-musuh Islam akan kembali bertanya :“ Jika wahyu ini diturunkan
kepada Muhammad saw. Dengan perantaraan Jibril, mengapa para sahabat tidak ada yang
melihat Malaikat tersebut?“
Jawabnya, bahwa untuk menyatakan keberadaan sesuatu tidak disyaratkan harus dapat
dilihat. Sebab penglihatan manusia itu terbatas. Apakah setiap sesuatu yang jauh dari jangkauan
penglihatan mata manusia itu bisa dikatakan tidak ada ? Adalah mudah bagi Allah untuk
memberikan kekuatan penglihatan kepada siapa saja yang tidak dapat dilihat oleh orang lain.
Berkenaan dengan masalah ini Malik bin Nabi mengatakan :
„Buta warna itu menjadi contoh bagi kita bahwa ada sebagian warna yang tidak dapat dilihat
oelh sebagian mata. Juga ada sejumlah cahaya infra merah dan ultara ungu yang tidak dapat
dilihat oleh mata kita. Tetapi belum terbukti secara ilmiah apakah semua mata juga demikian.
Sebab , ada mata yang kurang atau terlalu sensitif.
Kemudian berlanjutnya wahyu setelah itu menunjukkan kebenaran wahyu, dan bukan
seperti yang dikatakan oleh musuh-musuh Islam sebagai fenomena kejiwaan. Ini dapat kita
buktikan dengan beberapa hal berikut :
1. Perbedaan yang jelas antara al-Quran dan al-Hadits Nabi saw memerintahkan apra
sahabatnya agar mencatat al-Quran segera setelah diturunkan. Sementara untuk hadits ,
Nabi saw hana memerintahkan agar di hafal saja. Bukan karena hadits itu sebagai perkataan
dari dirinya sendiri yang tidak ada kaitannya dengan kenabian, tetapi karena al-Quran itu
diwahyukan kepadnya dengan makna dan lafadzhnya melalui Jibril, sedangkan hadits itu
maknanya dari Allah tetapi lafadzhnya dari Rasulullah saw. Nabi saw sering
memperingatkan para sahabat agar jangan sampai mencampuradukan kalam Allah dengan
sabdanya.
2. Nabi saw sering ditanya tentang beberapa masalah, tetapi beliau tidak langsung
menjawabnya. Kadang Nabi saw menunggi lama hingga apabila telah diturunkan suatu ayat
al-Quran mengenai apa yang ditanyakan tersebut, barula Nabi saw memanggil di penanya
kemudian membacakan al-Quran ynag baru diturunkan itu. Kadang dalam beberapa hal Nabi
saw, melakukan tindakan tertentu, kemudian diturunkan beberapa ayat al-Quran , dan
kadang berupa teguran atau koreksi.
3. Rasulullah saw adalah seorang ummi. Tidak mungkin orang seperti ini dapat mengetahui
melalui meditasi peristiwa-peristiwa sejarah, seperti kisah Yusuf, ibu Musa, ketika
menghanyutkan anaknya di sungai, kisah Fir’aun dan lainnya. Semua ini termasuk hikmah
yang dapat diambil dari keadaanya sebagai seorang yang ummi :
„ Dan kamu tidak pernah membaca sebelumnya sesuatu Kitabpun, dan kamu tidak
pernah emnulis suatu Kitab dengan tangan kananmu, andaikan (kamu pernah membaca
dan menulis) benar-benar ragulah orang-orang yang mengingkari(mu)“
QS al-Ankabut : 48
4. Kejujuran Nabi saw selama empat puluh tahun bergaul bersma kaummnya sehingga dikenal
dikalangan mereka sebarai orang yang jujur dan terpercaya, membuat kita yakin akan
kejujurannya terhadap dirinya sendiri. Oleh karena itu, selama pengamatan terhadap
fenomena wahyu, pasti Nabi saw telah berhasil mengusir keraguan ynag membayangi kedua
matanya atau pikirannya. Seolah ayat berikut ini merupakan jawaban terhadap penelitian dan
kajian yang pertama tentang wahyu :
„ Maka jika kamu (Muhammad ) berada dalam keragu-raguan tentang apa yang Kami
37
turunkan kepadamu, maka tanyakanlah kepada orang-orang yang membaca kitab
sebelum kami. Sesungguhnya telah datang kebenaran kepadamu dari Rabb-mu , sebab
itu janganlah sekali-kjali kamu termasuk orang-orang yang ragu“ QS Yunus : 94
Karena itu diriwayatkan bahwa setelah ayat ini diturunkan , Nabi saw bersabda :
„ Aku tidak lagi dan tidak akan bertanya lagi“
Bagian Ketiga  Dari Kenabian hingga Hijrah
Beberapa Tahapan Dakwah Islamiyah
dalam
Kehidupan Rasulullah saw
Dakwah Islamiyah di masa hidup Nabi saw, sejak bi’tsah hingga wafatnya menempuh
empat tahapan :
Pertama, Dakwah secara rahasia, selama tiga tahun.
Kedua, Dakwah secara terang-terangan dengan menggunakan lisan saja tanpa perang,
berlangsung sampai hijrah.
Ketiga, Dakwah secara terang-terangan dengan memerangi orang-orang yang menyerang dan
memulai peperangan atau kejahatan. Tahapan ini berlangsung sampai tahun perdamaian
Hudaibiyah.
Tahapan keempat, Dakwah secara terang-terangan dengan memerangi setiap orang yang
menghalangi jalannya dakwah atau menghalangi orang yang masuk Islam. Setelah masa
dakwan yang pemberitahuan dari kaum musyrik, anti agama atau penyembah berhala . Pada
tahapan inilah syariat Islam dan hukum jihad dalam Islam mencapai kemapanan.
Dakwah secara Rahasia
Nabi saw mulai menyambut Allah dengan mengajak manusia untuk menyembah Allah
semata dan meninggalkan berhala. Tetapi dakwah Nabi ini dilakukan secara rahasia untuk
menghindari tindakkan buruk orang-orang Quraisy yang fanatik terhadap kemusyrikan dan
peganismenya. Nabi saw tidak menampakkan dakwah di majelis-majelis umum orang-orang
Quraisy, dan tidak melakukan dakwah kecuali kepada orang yang memiliki hubungan kerabat
atau kenal baik sebelumnya.
Orang-orang ang pertama kali masuk Islam ialah Khadijah binti Khuwailid r.a., Ali bin
Abi Thalib, Zaib bin Haritza mantan budak Rasulullah saw, dan anak angkatnya, Abu Bakar bin
Abi Qufahah, Ustman bin Affan, Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin Abi
Waqqash dan lainnya.
38
Mereka ini bertemu dengan Nabi secara rahasia. Apabila salah seorang di antara mereka
ingin melaksanakan salah satu ibadah, ia pergi ke lorong-lorong Mekkah seraya bersembunyi
dari pandangan orang-orang Quraisy.
Ketika orang-orang ynag menganut Islam lebih dari tiga puluh lelaki dan wanita,
Rasulullah saw memilih rumah salah seorang dari mereka, yaitu rumah al-Arqam bin Abi al-
Arqam,s ebagai tempat pertemuan untuk mengadakan pembinaan dan pengajaran. Dakwah
pada tahapan ini menghasilkan sekitar empat puluh lelaki dan wanita telah menganut Islam.
Kebanyakan mereka adalah orang-orang fakir, kaum budak dan orang-orang Quraisy yang
tidak memiliki kedudukan.
Beberapa Ibrah
1. Sebab Sirriyah pada permulaan dakwah Rasulullah saw.
Tidak diragukan lagi , bahwa kerahasiaan dakwah Nabi saw selama tahun-tahun
pertama ini bukan karena kekhawatiran Nabi saw terhadap dirinya. Sebab , ketika beliau
dibebani dakwah dan diturunkan kepadanya firman Allah :“ Hai orang yang berselimut,
bangunlah , lalu berikanlah peringatan,“ beliau sadara, bahwa dirinya adalah utusan Allah
kepada manusia. Karena itu beliau yakin bahwa Allah yang mengutus dan membebaninya
dengan tugas dakwah ini mampu melindungi dan menjaganya dari gangguan manusia. Kalau
Allah memerintahkan agar melakukan dakwah secara terang-terangan sejak hari pertama,
niscaya Rasulullah saw tidak akan mengulurkan sedetikpun, sekalipun harus menghadapi resiko
kematian.
Tetapi Allah memberikan ilham kepadanya, dari ilham kepada Nabi saw adalah
semacam wahyu kepadanya, agar memulai dakwah pada tahapan awal dengan rahasia dan
tersembunyi, dan agar tidak menyampaikan keculai kepada orang yang telah diyakini akan
menerimanya. Ini dikamsudkan sebagai pelajaran dan bimbingan bagi para da’i sesudahnya agar
melakukan perencanaan secara cermat dan mempersiapkan sarana-sarana yang diperlukan
untuk mencapai sasaran dan tujuan dakwah. Tetapi hal ini tidak boleh mengurangi rasa tawakal
kepada Allah semata, dan tidak boleh dianggap sebagai faktor-faktor yang paling menentukan .
Sebab hal ini akan merusak prinsip keimanan kepada Allah, di samping bertentangan dengan
tabiat dakwah kepada Islam.
Dari sini diketahui bahwa uslub dakwah Rasulullah saw pada tahapan ini merupakan
Siyasah syari’ah (kebijaksanaan) darinya sebagai imam, bukan termasuk tugas-tugas tablighnya
dari Allah sebagai seorang Nabi.
Berdasarkan hal itu, maka para pimpinan dakwah Islamiyah pada setiap masa boeh
menggunakan keluwesan dalam cara berdakwah, dari segi Sirriyah dan Jariyah atau kelemahlembutan
dan kekuatan, sesuai dengan tuntutan keadaan dan situasi masa di mana mereka
hidup. Yakni keluwesan yang ditentukan oleh syari’at Islam berdasarkan kepada realitas Nabi
saw, sesuai dengan empat tahapan yang telah disebutkan , selama tetap mempertimbangkan
kemashlahatan kaum Muslimin dan dakwah Islamiyah pada setiap kebijaksanaan yang
diambilnya.
Oleh karena itu Jumhur Fuqaha sepakat jika jumlah kaum Muslim sedikit atau lemah
posisinya, sehingga diduga keras mereka akan dibunuh oelh para musuhnya tanpa kesalahan
39
apapun bila para musuh itu telah bersepakat akan membunuh mereka, maka dalam keadaan
seperti ini harus didahulukan kemashlahatan menjaga atau menyelamatkan jiwa, karena
kemashlahatan menjaga agama dalam kasus seperti ini belum dapat diapstikan.
Al’Izzu bin Abdul Salam menyatakan keharaman melakukan jihad (perang) dalam
kondisi seperti ini :
„Apabila tidak terjadi kerugian, maka wajib mengalah (tidak melakukan perlawanan), karena
(perlawanan dalam situasi seperti ini) akan mengakibatkan hilangnya nyawa, di samping
menyenangkan orang-orang kafir yang menghinakan para pemeluk agama Islam. Perlawanan
seperti ini menjadi mafsadah (kerugian) semata , tidak mengandung maslahat.“
Saya berkata :“ Mendahulukan kemaslahatan jiwa di sini hanya dari sepi lahiriyah saja.
Akan tetapi pada hakekatnya juga merupakan kemaslahatan agama. Sebab kemaslahatan agama
(dalam situasi seperti ini) memerlukan keselamatan nyawa kaum Muslimin agar mereka dapat
melakukan jihad pada medan-medan lain yang masih terbuka. Jika tidak , maka kehancuran
mereka dianggap sebagai ancaman terhadap agama itu sendiri, dan pemberian peluang kepada
orang-orang kafir untuk menerobos jalan yang selama ini tertutup.
Singkatnya , wajib mengadakan perdamaian atau merahasiakan dakwah apabila
tindakan menampakkan dakwah atau perang itu akan membahayakan dakwah Islamiyah.
Sebaliknya tidak boleh merahasiakan dakwah apabila bisa dilakukan dengan cara terangterangan
dan akan memberikan faidah. Tidak boleh mengadakan perdamaian dengan orangorang
yang dzalim dan memusuhi dakwah, apabila telah cukup memiliki kekuatan dan
pertahanan. Juga tidak boleh berhenti memerangi orang-orang kafir di negeri mereka, apabila
telah cukup memiliki kekuatan dan sarana untuk melakukannya.
2. Orang-orang ynag Pertama Masuk Islam dan Hikmahnya.
Sirah menjelaskan kepada kita bahwa orang-orang yang masuk Islam para marhala
(tahapan) ini kebanyakan mereka terdiri dari orang-orang fakir, lemah dan kaum budak. Apa
hikmah dari kenyataan ini ? Apa rahasia tegakknya Daulah Islamiyah di atas pilar-pilar yang
terbentuk dari orang-orang seperti mereka ini ?
Jawabannya, bahwa fenomena ini merupakan hasil alamiah dari dakwah para Nabi pada
tahapannya yang pertama. Tidakkah anda perhatikan bagaimana kaum Nuh mengejeknya
karena orang-orang yang mengikutinya hanyalah orang-orang kecil mereka ?
„Kami tidak melihat kamu , melainkan (sebagai9 seorang manusia (biasa) seperti kami, dan
kami tidak melihat orang-orang yang mengikuti kamu, melainkan orang-orang yang hina dina
di antara kami yang lekas percaya saja .... „ QS Hud : 27
Tidakkah anda perhatikan bagaimana Fir’aun dan para pendukungnya memandang
rendah para pengikut Musa as sebagai orang-orang ynag tertindas sampai Allah menyebutkan
mereka setelah menceritakan kehancuran Fir’aun dan para pendukungnya ?
„Dan kami pusakakan kepada kaum yang telah tertindas itu, negeri-negeri bagian timur bumi
dan bahagian baratnya yang telah kami beri berkah padanya .“ QS al-A#raf : 37
40
Tidakkah anda perhatikan bagaimana kelompok elite kaum Tsamud menolak nabi
Shaleh , dan hanya orang-orang tertindas di antara mereka yang mau beriman kepadanya ,
hingga Allah mengatakan tentang mereka di dalam firman-Nya :
„Pemuka-pemuka yang menyombongkan diri di antara kaumnya berkata kepada orang-orang
yang dianggap lemah yang telah beriman di antara mereka,“ Tahukah kamu, bahwa Shalih
diutus (menjadi Rasul) oleh Tuhannya?“ Mereka menjawab,“Sesungguhnya kami beriman
kepada wahyu, yang Shalih diutus untuk menyampaikannya.“ Orang-orang yang
menyombongkan diri berkata :“Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang tidak percaya
kepada yang kamu imani itu.“ QS al-A’raf : 75-76
Sesungguhnya hakekat agama yang dibawa oleh semua Nabi dan Rasul Allah ialah
menolak kekuasaan dan pemerintahan manusia , dan kembali kepada kekuasaan dan
pemerintahan Allah semata. Hakekat ini terutama sekali bertentangan dengan „ketuhanan“
orang-orang yang mengaku sebagai „tuhan“. Dan kedaulatan orang-orang ynag mengaku
berdaulat. Dan terutama sekali , sesuai dengan keadaan orang-orang yang tertindas dan
diperbudak. Sehingga reaksi penolakan terhadap ajakan untuk berserah diri kepada Allah
semata datang terutama dari orang-orang yang mengaku berdaulat tersebut. Sementara orangorang
yang tertindas menyambut dengan baik.
Hakekat ini nampak dengan jelas dalam dialog yang berlangsung antara Rustum ,
komandan tentara Persia pada perang al-Qadisiyah , dan Rabi’ bin Amir, seorang prajurit biasa
di jajaran tentara Sa’d bin Abi Waqqash. Rustum berkata kepadanya :“ Apa yang mendorong
kalian memerangi kami dan masuk ke negeri kami?“ Tabi’ bin Amir berkata :“ Kami datang
untuk mengeluarkan siapa saja dari penyembahan manusia kepada penyembahan Allah semata.“
Kemudian melihat barisan manusia di kanan dan kiri Rustum tunduk dan ruku’ kepada
Rustum, Rubi’ berkata dengan penuh keheranan,“Selama ini kami mendengar tentang kalian
hal-hal yang mengagumkan, tetapi aku tidak melihat kaum yng lebih bodoh dari kalian. Kami
kaum Muslimin tidak saling memperbudak antara satu dengan lainnya. Aku mengira bahwa
kalian semua sederajat sebagaimana kami. Akan tetapi lebih baik dari apa yang kalian perbuat
jika kalian jelaskan kepadaku bahwa sebagian kalian menjadi tuhan bagi sebagian yang lain.“
Mendengar ucapan Rubu’ ini orang-orang yang tertindas antara mereka saling
berpandangan seraya berguman,“ Demi Allah, orang Arab ini benar.“ Tetapi bagi para
pemimpn , ucapan Rubi’ ini ibarat geledek yang menyambut mereka, sehingga slah seorang di
antara mereka berkata :“ Dia telah melemparkan ucapan yang senantiasa dirindukan oleh para
budak kami.“
Tetapi ini tidak berarti bahwa keislaman orang-orang yang tertindas itu tidak bersumber
dari keimanan, bahkan bersumber dari kesadaran dan keinginan untuk bebas dari penindasan
dan kekuasaan para tiran. Sebab baik para tokoh Quraisy maupun kaum tertindasnya sam-sama
berkewajiban mengimani Allah semata, dan membenarkan apa yang dibawa oleh Muhammad
saw. Tidak seorang pun dari mereka kecuali mengetahui kejujuran Nabi saw dan kebenaran apa
yang disampaikan dari Rabb-Nya. Kaum elite dan para tokoh tidka tunduk dan mengikuti Nabi
saw karena dihalangi oleh faktor gengsi kepemimpina mereka. Contoh yang paling nyata adalah
pamannya, Abu Thalib. Sedangkan kaum tertindas dan lemah dengan mudah mau
menerimannya dan mengikuti Nabi saw, karena mereka tidak dihalangi oelh sesuatu apapun.
DI samping bahwa keimanan kepada Uluhiyah Allah akan menumbuhkan rasa izzah (wibawa)
pada diri seseorang, dan menghapuskan rasa gentar kepada kekuatan selain dari kekuatan-Nya.
41
Perasaan yang merupakan buah keimanan kepada Allah ini , pada waktu yang sama,
memberikan kekuatan baru dan menjadikan pemiliknya merasakan kebahagiaan.
Dari sini kita dapat mengetahui besarnya kebohongan yang dibuat oelh para musuh
Islam di masa sekarang. Ketika mereka mengatakan dakwah yang dilakukan oleh Muhammad
saw hanyalah berasal dari inspirasi lingkungan Arab tempat ia hidup. Dengan kata lain, dakwah
Muhammad saw hanya mencerminkan gerakan pemikiran Arab di masa itu.
Seandainya demikian, hasil dakwah selama tiga tahun tersebut tidak hanya berjumlah
empat puluh orang lelaki dan wanita. Dan kebanyakan mereka adalah kaum fakir, tertindas dan
budak. Bahkan ada yang berasal dari negeri asing, yaitu Shuhaub ar-Rumi dan Bilil al-Habasyi.
Pada pembahasan mendatang akan anda ketahui bahwa lingkungan Arab itu sendirilah
yang justru memaksa Nabi saw utnuk melakukan hijrah dari negerinya dan memaksa
pengikutnya berpencar-pencar, bahkan pergi hijrah ke Habasyiah. Ini semua karena kebencian
lingkungan tersebut terhadap dakwah yang mereka tuduh sebagai nasionalis Arab.
Dakwah secara Terang-terangan
Ibnu Hisyam berkata : „Kemudian secara berturut-turut manusia, wanita danlelaki ,
memeluk Islam, sehingga berita Islam tersiar di Mekkah dan menjadi bahan pembicaraan orang.
Llau Allah memerintahkan Rasul-Nya menyampaikan Islam dan mengajak orang kepadanya
secara terang-terangan, setelah selama tiga tahun Rasulullah saw melakukan dakwah secara
sembunyi, kemudian Allah berfirman kepadanya :
„Maka siarkanlah apa yang diperintahkan kepadamu, dan janganlah kamu pedulikan orang
musyrik.“ QS al-Hijr : 94
„Dan berilah peringatan kepada kerabatmu yang terdekat, dan rendahkanlah dirimu terhadap
orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman.“ QS asy-Syu’ara : 214-215
„Dan katakanlah „Sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan yang menjelaskan.“ QS al-Hijr
: 89
Pada waktu itu pula Rasulullah saw segera melaksanakan perintah Allah. Kemudian
menyambut firman Allah:“ Maka siarkanlah apa yang diperintahkan kepadamu dan janganlah
kamu pedulikan orang-orang yang musyrik.“ Dengan pergi ke atas bukit Shafa lalu
memanggil,“Wahai Bani Fihr, wahai bani ‘adi,“ Sehingga mereka berkumpul dan orang yang
tidak bisa hadir mengirimkan orang untuk melihat apa yang terjadi. Maka Nabi saw berkata :“
Bagaimanakah pendapatmu jika aku kabarkan bahwa di belakang gunung ini ada sepasukan
kuda musuh yang datang akan menyerangmu, apakah kamu mempercayaiku ?“ Jawab mereka
:“ Ya, kami belum pernah melihat kamu berdusta.“ Kata Nabi saw :“ Ketehuilah ,
sesungguhnya aku adalah seorang pemberi peringatan kepada kalian dari siksa yang pedih.“
Kemudian Abu Lahab memprotes,“Sungguh celaka kamu sepanjang hari , hanya untuk inikah
kamu mengumpulkan kami.“ Lalu turunlah firman Allah :
„Binasalah kedua belah tangan Abu Lahab, dan sesungguhnya dia akan binasa.
42
Kemudian Rasulullah saw turun dan melaksanakan firman Allah,“ Dan berilah
peringatan kepada kerabatmu yang terdekat,“ dengan mengumpulkan semua keluarga dan
kerabatnya lalu berkata kepada mereka, „Wahai Bani Ka’b bin Lu’au, selamatkanlah dirimu
dari api neraka! Wahai bani Murrah bin Ka’ab , selamatkanlah dirimu dari api neraka! Wahai
Bani Abdi Syams, selamatkanlah dirimu dari api neraka! Wahai Bani Abdul Muththalib ,
selamatkanlah dirimu dari api neraka! Wahai fatimah, selamatkanlah dirimu dari api neraka!
Sesungguhnya , aku tidak akan dapat membela kalian di hadapan Allah, selain bahwa kalian
mempunyai tali kekeluargaan yang akan aku sambung dengan hubungannya.
Dakwah Nabi saw , secara terang-terangan ini ditentang dan ditolak oelh bangsa
Quraisy, dengan alasan bahwa mereka tidak dapat meninggalkan agama ynag telah mereka
warisi dari nenek moyang mereka, dan sudah menjadi bagian dari tradisi kehidupan mereka.
Pada saat itulah Rasulullah saw mengingatkan mereka akan perlunya membebaskan pikiran dan
akal mereka dari belenggu taqlid. Selanjutnya dijelaskan oleh Nabis aw bahwa tuhan-tuhan
yang mereka sembah itu tidak dapat memberi faidah atau bahaya sama sekali. Dan bahwa
turun-temurun nenek moyang mereka dalam menyembah tuhan-tuhan itu tidak dapat dijadikan
alasan untuk mengikuti mereka secara taqlid buta. Firman Allah menggambarkan mereka :
„Dan apabila dikatakan kepada mereka,“Ikutalah apa yang telah diturunkan Allah,“ mereka
menjawab,“ (Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan)
nenek moyang kmai.“ (Apakah mereka akan mengikuti juga) walaupaun nenek moyang mereka
tidak mengetahui suatu pun dan tidak mendapat petunjuk ?“ QS al-Baqarah : 170
Ketika Nabi saw mencela tuhan-tuhan mereka, membodohkan mimpi-mimpi mereka,
dan mengecam tindakan taqlid buta kepada nenek moyang mereka dalam menyembah berhala,
mereka menentangnya dan sepakat untuk memusuhinya, kecuali pamannya Abu Tahlib yang
membelanya.
Beberapa Ibrah
Pada bagian Sirah Nabi saw ini terdapat tiga hal yang penting untuk di catat :
Pertama , sesungguhnya Rasulullah saw ketika menyampaikan dakwah Islam secara
terang-terangan kepada bangsa Quraisy dan bangsa Arab pada umumnya, mengejutkan mereka
dengan sesuatu yang tidak pernah mereka pikirkan atau asing sama sekali. Ini secara jelas
nampak dalam reaksi Abu lhab terhadapnya, dan kesepakatan tokoh-tokoh Quraisy untuk
memusuhi dan menentangnya.
Hal ini kiranya cukup menjadi jawaban telak bagi orang-orang yang berusaha
menggambarkan syariat Islam sebagai salah satu buah nasionalisme Arab, dan menganggap
Nabi saw dengan dakwah yang dilakukannya sebagai mencerminkan idealisme dan pemikiran
Arab pada masa itu.
Bagi pengkaji Sirah Nabawiyah tidak perlu menyusahkan diri untuk menyanggah atau
mendiskusikan tuduhan-tuduhan lucu itu. Sebenarnya orang-orang yang melontarkan tuduhna
itu sendiri mengetahui kenaifan dan kepalsuannya. Tetapi betapapun tuduhan-tuduhan tersebut,
dalam pandangan mereka , harus dilontarkan guna menghancurkan Islam dan pengaruhnya.
Tidaklah penting bahwa tuduhan tersebut harus benar. Yang penting bahwa kepentingan dan
tujuan mereka memerlukan pengelabuhan seperti itu.
43
Kedua, sebenarnya bisa saja Allah tidak memerintahkan Rasul-Nya utnuk memberi
peringatan kepada keluarga dan kerabat dekatnya secara khusus, karena sudah cukup dengan
keumumam perintah-Nya yang lain , yaitu firman-Nya :“ Maka siarkanlah apa yang
diperintahkan kepadamu.“ Perintah ini sudah mencakup semua anggota keluarganya dan
kerabatnya. Lalu apa hikmah dikhususkan perintah untuk memberi peringatan kepada
keluarganya ini ?
Jawabannya, bahwa ini merupakan isyarat kepada beberapa tingkat tanggung yang
berkaitan dengan setiap Muslim pada umumnya, dan para da’i pada khususnya.
Tingkat tanggung jawab yang paling rendah ialah tanggung jawab seseorang terhadp
dirinya sendiri. Karena mempertimbangkan penumbuhan tingkat tanggung jawab ini, maka
rentang waktu permulaan wahyu berlangsung sekian lama. Yakni sampai Muhamad saw
mantap dan menyadari bahwa ia seorang Nabi dan Rasul dan bahwa apa yang diturunkan
kepadanya adalah wahyu dari Allah yang harus diyakininya sendiri terlebih dahulu, dan
mempersiapkan dirina untuk menerima prinsip , sistem, dann hukum yang akan diwahyukan.
Tingkatan berikutnya ialah tanggung jawab seorang Muslim terhadap keluarga dan
kerabat dekatnya. Sebagai pengarahan kepada pelaksanaan tanggung jawab ini, Allah secara
khusus memerintahkan Nabi-Nya agar memberi peringatan kepada keluarga dan kerabat
dekatnya, setelah perintah bertabligh secara umum. Tingkat teanggung jawab ini merupakan
kewajiban bagi setiap Muslim yang memiliki keluarga dan kerabat. Tidak ada perbedaan antara
dakwah Rasul kepada kaumnya dan dakwah seorang Muslim kepada keluarganya. Hanya saja ,
yang pertama berdakwah kepada syariat baru yang diturunkan Allah kepadanya, ementara yang
kedua berdakwah dengan dakwah Rasul. Sebagaimana Nabi atau Rasul tidak boleh untuk tidak
menyampaikan dakwah kepada keluarga dan kerabat dekatnya. Bahkan ia wjib memaksa
keluarganya untuk melaksanakannya, maka demikian pula halnya seorang Muslim terhadap
keluarganya dan kerabat dekatnya.
Tingkat ketiga ialah tanggung jawab seorang ‘alim terhadp kampung atau negerinya,
dan tanggung jawab seorang penguasa terhadap negara dankaumnya. Masing-masing dari
keduanya menggantikan tanggung jawab Rasulullah saw, karena keduanya merupakan pewaris
Rasulullah saw secara syariat, sebgaimana sabda beliau :“ Ulama adalah pewaris para Nabi.“
Selain itu, Imam dan penguasa juga disebut Khalifah (pengganti) , yakni pengganti Rasulullah
saw.
Tetapi seorang imam dan penguasa dalam masarakat Islam, diharuksn memiliki ilmu.
Sebab tidak ada perbedaan antara tabiat tanggung jawab ynag diemban Rasulullah saw dan
tanggung jawab yang diembang oleh para ulama dan penguasa. Bedanya bawha Rasulullah saw
menyampaikan syariat mereka mengikuti jejak Rasulullah saw dan berpegang teguh dengan
Sunnah dan Sirahnya dalam apa yang mereka lakukan dan sampaikan.
Jadi , sebagai seorang mukallah, Nabi saw bertanggung jawab terhadap dirinya
sendiri. Sebagai pemilik keluarga dan kerabat, Nabi saw bertanggung jawab kepada keluarga
dan kerabatnya. Dan sebagai seorang Nabi dan Rasul Allah, beliau bertanggung jawab terhadap
semua manusia.
Demikian pula halnya dengan diri kita, baik sebagai seorang mukallaf , pemilik
keluarga, ataupun ulama. Dan seorang penguasa memiliki tanggung jawab sebgaimana nabi
saw.
44
Ketiga, Rasulullah saw mencela kaumnya karena mereka menjadi „tawanan“ tradisi
nenek moyang mereka tanpa berpikir lagi tentang baik dan buruknya. Kemudian Rasulullah
saw mengajak mereka untuk membebaskan akal mereka dari belenggu taqlid buta dan
fanatisme terhadap tradisi yang tidak bertumpu di atas landasan pemikiran dan logika sehat.
Hal ini menjadi dalil bahwa agama ini termasuk masalah keyakinan dan hukum
bertumpu di atas akal dan logika. Karena itu, di antara syarat terpenting kebenaran iman
kepada Allah dan masalah-masalah keyakinan yang lain ialah, bahwa keimanan tersebut harus
didasarkan kepada asas keyakinan dan pemikiran yang bebas, tanpa dipengaruhi oelh kebiasaan
atau tradisi sama sekali. Sehingga pengarang kitab Jauharatut Tauhid mengatakan :
„Setiap orang yang bertaqlid dalam masalah tauhid keimanannya tidak terbebas dari
keraguannya. „
Dari sini dapat anda ketahui bahwa Islam datang utnuk memerangi tradisi dan melarang
masuk ke dalam jeratnya. Sebab semua prinsip dan hukum Islam didasarkan pada akal dan
logika yang sehat. Sementara itu, tradisi di dasarkan pada dorongan ingin mengikuti emata
tanpa ada unsur seleksi dan pemikiran. Kata tradisi dalam bahasa Arab berarti sejumlah
kebiasaan yang diwarisi secara turun temurun, atau yang berlangsung karena faktor pergaulan
dalam suatu lingkungan atau negeri, dimana taqlid semata merupakan penopang utama bagi
kehidupan kesinambungan tradisi tersebut.
Semua pola kehidupan yang dibiasakan manusia, seperti beberapa permainan apda saatsat
kegembiraan, atau berpakaian hitam pada saat kesusahan dan kematian, yang bertahan
secara turun-temurun karena faktor pewarisan atau transformasi mellui pergaulan, dalam istilah
bahasa dan ilmu sosial disebut tradisi.
Dengan demikian, Islam sama sekali tidak mengandung unsur tradisi, baik yang
berkaitan dengan aqidah , hukum atau sistem. Karena aqidah di dasarkan pada landasan akal
dan logika. Demikian pula hukum, ia didasarkan pada kemaslahatan duniawi dan ukhrawi.
Kemaslahatan ini tidak dapat diketahui kecuali melalui pemikiran dan perenungan ,
kendatipun oleh sebagian akal manusia tidak dapat diketahui karena sebab-sebab tertentu.
Dengan demikian, jelaslah kesalahan orang-orang yang mengistilahkan peribadahan,
hukum-hukum, syariat dan akhlak Islam dengan tradisi Islam.
Sebab, peristilahan yang dzalim ini akan memberikan konotasi bahwa perilaku dan
akhlak Islam tersebut bukan karena statusnya sebagai prinsip Ilahi ynag menjadi faktor
kebahagiaan manusia, tetapi sebagai tradisi lama yang diwarisi turun-temurun. Tentu saja
istilah ini pada gilirannya akan menimbulkan rasa enggan pada kebanyakan orang untuk
menerima warisan lama yang ingin ditetapkan kepada masyarakat yang serba berkembang dan
maju ini.
Sesungguhnya penyebutan hukum-hukum Islam dengan istilah tradisi Islam bukan
merupakan kesalahan yang tidak disengaja, tetapi merupakan mata rantai penghancuran Islam
dengan istilah-istilah menyesatkan.
Tujuan utama dari pemasaran tradisi Islam ini ialah agar semua sistem dan hukum Islam
dipahami sebagai tradisi. Sehingga setelah makna tradisi ini terkait dengan sistem-sistem dan
45
hukum-hukum Islama selama masa sekian lama dalam benak manusia, dan mereka lupa bahwa
sistem-sistem tersebut pada hakekatnya merupakan prinsip-prinsip yang di dasarkan pada
tuntutan akal sehat, maka menjadi gampanglah bagi musuh-musuh Islam untuk menghancurkan
Islam melalui „pintu“ yang telah dipersiapkan tersebut.
Tidak diragukanlagi , jika kaum Muslim telah menyadarai semur prinsip dan hukum
Islam, seperti maslah pernikahan dan thalaq, jilbab wanita, serta semua perilaku dan akhlak
Islam sebagai tradisi maka wajar, saja jika kemudian munsul orang yang mengajak kepada
penghancuran tradisi dan pembebasan diri dari ikatannya, terutama pada abad di mana
kebebasan pendapat dan berpikir sangat dominan.
Tetapi sesungguhnya tidak ada tradisi dalam Islam. Islam adalah agama yang datang
untuk membebaskan akal manusia dari segala ikatan tradisi, sebagaimana kita lihat pada
langkah-langkah awal dakwah yang dilakukan oleh Rasulullah saw.
Sesungguhnya semua sistem dan perundang-udnangan yan dibawa oleh Islam
merupakan prinsip. Prinsip adlah sesuatu yang tegak di atas landasan pemikiran dan akal, dan
bertujuan mencapai tujuan tertentu. Jika prinsip manusia kadang menyalahkan kebenaran
karena kelemahan pemikirannya, maka pirnsip Islam tidak pernah sama sekali menyalahkan
kebenaran, karena yang mensyariatkannya adalah Pencipta akal dan pemikiran. Ini saja sudah
cukup menjadi dalil ‘aqli untuk menerima dan meyakini kebenaran prinsip-prinsip Islam.
Tradisi hanya merupakan arus perilaku ynag manusia terbawa olehnya secara spontan
karena semata-mata faktor peniruan dan taqlid yang ada padanya.
Prinsip adalah garis ynag harus mengatur perkembangan jaan , bukan sebaliknya.
Sedangkan tradisi aalah sejumlah benalu ynag tumbuh secara spontan di tengah ladang
pemikiran yang ada pada masyarakat tradisi adalah hasyisy 8candu) berbahaya ynag harus
dimusnahkan dan dijatuhkan dari pemikiran sesat.
Penyiksaan
Permusuhan kaum Quraisy kepada Rasulullah saw dan para sahabatnya semakin keras
dan genar. Rasulullah saw sendiri mengalami berbagai macam penganiayaan. Di antaranya apa
yang diceritakan oleh Abdullah bin Amr bin Ash, ia berkata :“ Ketika Nabi saw sedang shalat di
Ka’bah , tiba-tiba datang ‘Uqbah bin Abi Mu’ith mencekik leher Nabi saw, sekuat tenaganya
dengan kainnya. Kemudian Abu Bakar datang menyelamatkannya dengan memegang kedua
lengan ‘Uqbah dan menjauhkannya dari Nabi saw, seraya berkata :“ Apakah kalian hendak
membunuh seorang yang mengucapkan Rabb-ku adalah Allah“
Berkata Abdullah bin Umair : Ketika Nabi saw sedang sujud di sekitar beberapa orang
Quraisy, tiba-tiba ‘uqbah bin Abi Mu’ith datang dengan membawa kotoran binatang, lalau
melemparkannya ke atas punggung Nabi saw. Beliau tidak mengangkat kepalanya sehingga
datang Fatimah r.a. membersihkan dan melaknati orang yang melakukan perbuatan keji
tersebut.
Selain itu Nabi saw , juga menghadapi berbagai pengkhianatan, ejekan dan cemoohan
setiap kali lewat di hadapan mereka.
46
Ath-Thabari dan Ibnu Ishaq meriwayatkan bahwa sebagian mereka pernah menaburkan
tanah di atas kelapa Rasulullah saw ketika beliau sedang berjalan di sebuah lorong di Mekkah,s
ehingga beliau kembali ke rumah dengan kepala kotor. Kemudian salash seorang anak
perempuan Nabi saw membersihkan sambil menangis. Tetapi Rasulullah saw mengatakan
kepadanya :
„Wahai anakku janganlah engkau menangisi. Sesungguhnya Allah melindungi bapakmu“
Demikian pula halnya dengan para sahabat. Masing-masing darimereka telah merasakan
berbagai macam penyiksaan. Bahkan di antara mereka ada yang meninggal dan buta karena
dahsyatnya penyiksaan itu. Tetapi semua itu tidak melemahkan semangat keimanan mereka.
Penyiksaan-penyiksaan yang dialami oeh para sahabat ini terlalu banyak untuk
disebutkan di sini. Tetapi cukup kami sebutkan apa yang diriwayatkan oelh Imam Bukhari dari
Khabbab bin Al-Arit, ia berkata : „ Aku datang menemui Rasulullah saw , ketika beliau sedang
berteduh di Ka’bah kepada beliau aku berkata :“ Wahai Rasulullah saw , apakah anda tidak
memohonkan pertolongan kepada Allah bagi kami ? Apakah anda tidak berdoa bagi kami ?
„Beliau menjawab :“ Di antara orang-orang sebelum kamu dahulu ada yang disiksa dengan
ditanam hidup-hidup, ada yang belah kepalanya menjadi dua, dan ada pula yang disisir
rambutnya dengan sisir besi hingga kulit kepalanya terkelupas. Tetapi siksaan-siksaan itu tidak
menggoyahkan tekad mereka untuk tetap mempertahankan agama. Demi Allah. Allah pasti
akan mengakhiri semua persoalan ini, Sehingga orang berani berjalan dari Shan’a ke
Hadhramaut tanpa rasa takut kepada siapapun juga selain kepada Allah, dan hanya takut
kambingnya disergap serigala. Tetapi kalian tampak terburu-buru.“
Beberapa Ibrah
Apa yang terlintas di kepala setiap orang yang membaca kisah berbagai macam
penyiksaan yang dialami Rasulullah saw dan para sahabatnya ialah pertanyaan : Mengapa Nabi
saw dan para sahabatnya harus merasakan penyisaan, sedangkan mereka berada di pihak yang
benar ? Mengapa Allah tidak melindungi mereka, padahal mereka adalah tentara-tentara-Nya,
bahkan di tengah-tengah mereka terdapat Rasulullah saw yang mengajak kepada agmaa-Nya
dan berjihad di jalan-Nya ?
Jawabannya, sesungguhnya sifat pertama bagi manusia di dunia ini ialah dia itu
mukallaf, yakni dituntut oleh Allah untuk menanggung beban (taklif). Melaksanakan perintah
dakwah kepada Islam dan berjihad menegakkan kalimat Allah emrupakan taklif ynag
terpenting. Taklif merupakan konsekuensi terpenting dari ‘ubudiyah kepada Allah. Tiada arti
‘ubuduyah kepada Allah jika tanpa taklif. ‘Ubudiyah manusia kepada Allah merupakan salah
satu dari konsekuensi uluhiyah-Nya. Tidak ada arti keimanan kepada uluhiyah-Nya jika kita
tidak memberikan ‘ubudiyah kepada-Nya.
Dengan demikian, ‘ubudiyah mengharuskan adanya taklif. Sedangkan taklif menuntut
adanya kesiapan menanggung beban perlawan terhadp hawa nafsu dan syahwat.
Oleh karena itu , kewajiban hamba Allah di dunia ini ialah mewujudkan dua hal :
Pertama , berpegang teguh dengan Islam dan membangun masyarakat Islam yang benar.
Kedua, menempuh segala kesulitan dan menghadapi segala resiko dengan mengorbankan
nyawa dan harta demi mewujudkan kewajiban tersebut.
47
Allah mewajibkan kita mempercayai tujuan dan sasaran, di samping mewajibkan kita
menempuh jalan yang sulit dan panjang unutk mencapai tujuan tersebut, betapa pun bahaya
yang harus kita hadapi.
Jika Allah menghendaki, niscaya mudah bagi-Nya untuk membuka jalan perjuangan
menegakkan masyarakat Islam. Tetapi perjuangan yang terlalu mudah ini belum dapat
membuktikan sama sekali ‘ubudiyah seseorang kepada Allah, bahwa dia telah menjual seluruh
kehidupannya dan hartanya kepada-Nya, dan bahwa dia telah mengikuti sepenuhnya apa yang
dibawa oelh Rasulullah saw. Tanpa perjuangan berat belum dapat dibuktikan siapa yang
Mu’min sejati dan siapa yang munafiq, siapa yang benar dan siapa yang berdusta.
Segala penderitaan dan kesulitan yang dialami para penyeru kepada jalan Allah dan
perjuangan penegak masyarakat Islam merupakan Sunnah Ilahiyah di dunia semenjak
permulaan sejarah. Di samping merupakan tuntunan dari tiga hal :
Pertama , sifat ‘Ubudiyah manusia kepada Allah. Maha benar Allah yang telah berfirman :
„Dan tidak Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada -Ku .“ QS 51 : 56
Kedua , sifat taklif yang bersumber dari sifat ‘ubudiyah. Setiap roang, lelaki dan wanita, yang
sudah mencapai usia akil baligh, diwajibkan (mukallaf) oleh Allah untuk menerapkan syariat
Islam pada dirinya, dan merealisasikan sistem Islam di dalam masyarakatnya, dengan
menanggung segala penderitaan dan kesulitan yang ada hingga makna taklif tersebut dapat
terwujud.
Ketiga, pembuktian kebenaran orang-orang yang benar dan kedustaan orang-orang yang dusta.
Jika manusia dibiarkan begitu saja mendakwahkan Islam secara lisan, niscaya akan sama antara
orang yang benar-benar beriman dan orang-orang yang berpura-pura. Maka ujian dan
cobaanlah yang bisa membedakan orang yang benar-benar beriman dari orang yang berpurapura.
Maha Benar Allah yang berfirman di dlaam Kitab-Nya :
„Alif Laam Mim . Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (sja) mengatakan :“
Kami telah beriman.“ Sedang mereka tidak diuji lagi ? Dan sesungguhnya Kami telah menguji
orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang
benar, dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.“ QS al-Ankabut : 1-3
„Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orangorang
yang berjihad di antaramu dan belum nyata orang-orang yang sabar.“ QS Ali Imran :
142
Karena ini sudah menjadi Sunnahtullah ynag berlau pada hambah-nya, maka
Sunnahtulalh ini pun tidak akan pernah berubah, sekalipun terhadap para Nabi dan orang-orang
pilihan-Nya. Oleh sebab itu, Rasulullah saw juga mengalami penganiayaan sebagaimana semua
Nabi dan Rasul sebelumnya. Demikian pula para sahabat Rasulullah saw . Bahkan di antara
mereka ada yang meninggal atau buta akibat penyiksaan, kendatipun mereka memiliki derajat
yang tinggi di sisi Allah.
Jika anda telah ketahui betap penderitaan dan penganiayaan yng dihadapi oleh seroang
Muslim, maka seharusnya anda menyadari bahwa sebenarnya itu bukan rintangan atau
hambatan, yang menghalangi para pejuang sebagaimana anggapan sebagian orang , atau
mujahid untuk mencapai tujuan. Tetapi merupakan perjalanan di atas jalan biasa yang telah
digariskan oleh Allah bagi mereka yang ingin membuktikan keimanannya dan mencapai
tujuannya.
48
Setiap Muslim akan semakin dekat mencapai tujuan yang diperintahkan oleh Allah
kepadanya manakala ia semakin berat menghadapi penganiayaan, atau mati syahid di tengah
perjuangannya.
Oleh sebab itu, seorang Muslim tidak patut berputus asa manakala menghadapi
penderitaan atau cobaan berat. Bahkan dia harus semakin optimis terhadap kemenangan
apabila dalam perjuangannya mewujudkan perintah Allah tersebut semakin berat menghadapi
cobaan dan penyiksaan.
Hal ini dapat anda perhatikan secara jelas di dalam firman Allah :
„Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang
kepadamu(cobaan) sebgaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa
oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta diguncangkan (dengan bermacam-macam cobaan),
sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya ,“ Bila kah datangna
pertolongan Allah? Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.“ QS al-Baqarah :
214
Demikianlah jawaban Allah kepada orang-orang yang tidak memahami waktak
pergerakan Islam dan orang-orang yang menyangka bahwa penderitaan dan penganiayaan itu
merupakan pertanda jauhnya para mujahid dari kemenangan : „Ketahuilah, sesungguhnya
pertolongan Allah itu amat dekat.“
Kenyataan ini lebih jelas lagi dapat anda perhatikan di dala kisah Khabbab bin Al-Arit ,
ketika datang kepada Rasulullah saw dalam keadaan memar dan babak belur sekujur badannya
akibat penganiayaan, meminta agar Rasulullah saw berdoa bagi kemenangan kaum Muslimin .
Permintaan ini dijawab oleh Rasulullah saw dengan jawaban yang maksudnya :
„Jika engkau merasa heran dan terkejut melihat penyiksaan dan penganiayaan yang dialami oleh
orang-orang yang berjihad di jalan-Nya, maka ketahuilah bahwa itu adalah jalan yang
seharusnya ditempuh. Itu adalah Sunnahtullah yang berlaku pada semua hambah-Nya yang
beriman. Ada yang disikat dengan sikat besi hingga terkelupa kulit kepalanya. Tetapi siksaansiksaan
itu tidak menggoyahkan tekad mereka untuk mempertahankan keimanan. Adalah keliru
jika engkau mengira bahwa penganiayaan dan penyiksaan itu akan menimbulkan keputus asaan
dan pesimisme. Tetapi sebaliknya justru menjadi pertanda akan dekatnya kemenangan . Demi
Allah , Allah pasti akan memenangkan agama ini sehingga orang berani berjalan dari Shan’a ke
Hadhratumaut tanpa rasa takut kepada siapa pun selain Allah, dan hanya takut kambingnya
disergap oleh serigala.“
Itulah sebabnya mengapa Rasulullah saw pernah menyampaikan berita gembira bahwa
Allah akan menaklukan negeri Persia dan Romawi kepada mereka. Sungguhpun demikian,
kedua imperium tersebut baru dapat ditaklukan setelah wafatnya Rasulullah saw. Adalah sesuai
dengan kemuliaan Rasulullash saw disisi Allah , jika Allah menaklukan negeri-negeri tersebut di
masa pemerintahan Rasulullah saw , di bawah pimpinannya secara langsung , baukan oleh salah
seorang pengikutnya. Tetapi sesungguhnya kemenangan itu berkaitan dengan ketetapan dan
Sunnahtullah yang kami sebutkan di atas.
Kaum Muslimin semasa hidup RAsulullah saw belum membayar sepenuhnya harga
kemenangan mereka di Syam dan Iraq. Sebelum kemenangan harga itu harus sudah dibayar
sepenuhnya. Ya , mereka harus membayar harga kemenangan itu terlebih dahulu, kendatipun
Rasulullah saw ada di tengah-tengah mereka. Terbukanya dan tertaklukannya suatu negeri
tidak berkaitan dengan nama Rasulullah saw atau harus dibawah pimpinannya mengingat
49
kecintaan Allah yang begitu besar kepada Rasulullah saw . Tetapi masalahnya ialah, bahwa
kaum Muslimin yang telah berbai’at kepada Alalh dan Rasuzl-Nya itu harus membuktikan
kebenaran janji mereka kepada Allah setelah mereka menandatangani transaksi jual beli dengan
Allah di bawah fimarn-Nya :
„Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang Mu’min diri dan harta mereka dengan
memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang di jalan Allah, lalu mereka membunuh
atau terbunuh.“ QS at-Taubah : 111
Siasat Perundingan
Di dalam riwayat Ibnu Hisyam dari Ibnu Ishaq disebutkan bahwa ‘Utbah bin Rabi’ah
seorang tokoh cendekiawan di antara kaumnya berkata di majelis pertemuan Quraisy,“Wahai
kaum Quraisy, ijinkanlah aku bertemu dan berdialog dengan Muhammad, dan menawarkannya
beberapa tawaran kepadanya, barangkali dia bersedia menerima salah satunya. Kita berikan
kepadanya apa yang disukainya, dan dia berhenti menyusahkan kita.“ Kaum Quraisy
menjawab:“ Kami setuju, wahai Abu al-Walid . Pergi dan berdialoglah kepada Muhammad.“
Kemduian ‘Utbah datang kepada Rasulullah saw , lalu duduk di hadapan Nabi saw, dan
berkata,“ Wahai putra saudaraku, anda adalah seorang dari lingkungan kami, dan andapun
telah mengetahui kedudukan silsilah kami ( yang dipandang terhormat oleh semua orang Arab).
Namun ternyata anda telah membawa suatu persoalan yang amat gawat kepada kaum kerabat
anda, dan anda telah memecah-belah kerukunan dan persatuan mereka. Sekarang dengarkanlah
baik-baik, saya hendak menawarkan kepada anda beberapa hal yang mungkin dapat anda
terima salah satu di antaranya. „ Nabi saw menjawab :“ Katakanlah , hai Abu al-Walid , apa
yang hendak kamu tawarkan.“ ‘Utbah bin Rabi’ah berkata :“ Wahai putra saudaraku, jika
dengan dakwah yang anda lakukan itu anda ingin mendapatkan harta kekayaan, maka akan
kami kumpulkan harta kekayaan yang ada pada kami untuk anda, sehingga anda menjadi orang
yang terkaya di kalangan kami. Jika anda menginginkan kehormatan dan kemuliaan, anda akan
kami angkat sebagai pemimpin, dan kami tidak akan memutuskan persoalan apa pun tanpa
persetujuan anda. Jika anda ingin menjadi raja, kami bersedia menobatkan anda sebagai raja
kami. Jika anda tidak sanggup menangkal jin yang merasuk ke dalam jiwa anda, kami bersedia
mencari tabib yang sanggup menyembuhkan anda, dan untuk itu kami tidak akan menghitunghitung
berapa biaya yang diperlukan sampai anda sembuh.“
Rasulullah saw bertanya kepada ‘Utbah,“ Sudah selesaikan anda wahai Abu al-Walid ?“
Jawab ‘utbah ,“ Sudah“. Nabi saw berkata ,“Sekarang dengarkanlah dariku.“ Kemudian Nabi
saw membaca :
„Haa Miim. Diturunkan Tuhan yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Kitab yang telah
dijelaskan ayat-ayatnya, al-Quran dalam bahasa Arab, bagi kaum yang hendak mengetahuinya.
Kitab yang membawakan berita gembira dan yang membawakan peringatan, tetapi kebanyakan
mereka berpaling dan mereka tidak mau mendengarkannya. Mereka (bahkan) berkata :“ Hati
kami tertutup bagi apa yang kamu serukan kepada kami, dan telinga kami pun tersumbat rapat
. Antara kami dan kamu terdapat dinding pemisah. Karenanya, silahkan kamu berbuat (menurut
kemauanmu sendiri) dan kami pun berbuat (menurut kemauan kami sendiri).“ Katakanlah ( Hai
Muhammad),“ Bahwasannya aku adalah seorang manusia (juga) seperti kamu, diwahyukan
kepadaku bahwa Tuhan kamu adalah Tuhan yang Maha Satu, karena itu hendaklah kamu tetap
pada jalan lurus menuju kepada-Nya dan celakalah orang-orang yang mempersekutukan-
Nya......:“
50
Ketika ‘Utbah mendengar bacaan Rasulullah saw sampai ayat :
„ Jika mereka berpaling maka katakanlah ,“ Kalian telah kuperingatakan (mengenai datangnya )
peitr (adzab) seperti petir yang menghancurkan kaum ‘Aad dan Tsamud ( dahulu) QS
Fushshilat : 13
‘Utbah menutup mulut Nabi saw dengan tangannya memohon supaya berhenti
membacanya karena takut ancaman yang terkandung di dalam ayat tersebut.
Kemudian ‘Utbah kembali kepada kaummnya yang sudah menantinya. Mereka
bertanya,“ Bagaimana hasilnya wahai Abu al-Walid ?“ ‘Utbah menjawab :“ Aku mendengar
suatu perkataan yang belum pernah aku dengar sama sekali. Demi Allah, perkataan itu bukan
syair, bukan sihir, dan bukan pula mantera dukun. Wahai kaum Quraisy, taatilah aku , dan
biarkan Muhammad dengan urusannya. Biarkanlah dia! Demi Allah, sungughn perkataan yang
aku dengar darinya itu akan menjadi berita yang menggemparkan. Jika apa yang dikemukakan
Muhammad saw terjadi pada bangsa Arab, maka hanya dia yang bisa membebaskan kamu. Dan
jika Muhammad berkuasa atas bangsa Arab, maka kekuasaannya adalah kekuasaanmu,
kemuliaannya adalah kemuliaan kamu juga.“
Kaum Quraisy menjawab,“ Demi Allah, Muhammad telah mensihirmu, wahai Abu al-
Walid, dengan perkataanya.“ ‘Utbah berkata,“ Demikianlah pendapatku tentang Muhammad .
Kamu bebas untuk berbuat sesukamu.“
Thabari dan Ibnu Katsir meriwayatkan bahwa beberapa orang musyrik, termasuk al-
Walid bin Mughira dan al-Ash bin Wa’il , datang menemui Rasulullah saw menawarkan harta
kekayaan dan gadis tercantik kepadanya, dengan syarat beliau bersedia meninggalkan kecaman
terhadap tuhan-tuhan mereka. Ketika Nabi saw menolak tawaran tersebut, mereka
menawarkan,“Bagaimana jika anda menyembah tuhan-tuhan kami sehati, dan kami menyambah
tuhanmu sehari (bergantian)?“ Tetapi tawaran ini juga ditolak oleh Nabi saw. Dan berkenaan
dengan hal ini Allah swt menurunkan fimarn-Nya :
„Katakanlah ,“Hai orang-orang kafir! Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan
kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah
apa yang kamu sembah, dan kamu tidak parnah (juga) menjadi penyembah Tuhan yang aku
sembah. Untukmu agamau, dan untukku agamaku.“ QS al-kafirun 1-6
Para pembesar Quraisy belum berputus asa membujuk Nabi saw. Secara beramai-ramai
mereka mendatangi Rasulullah saw dan menawarkan kembali apa yang pernah ditawarkan oleh
‘Utbah kepada nabi saw. Mereka menawarkan kekuasaan, harta kekayaan dan pengobatan.
Kepada mereka Rasulullah saw mengatakan ,“Aku tidak memerlukan semua ynag kamu
tawarkan. Aku tidak berdakwah karena menginginkan harta kekayaan, kehormatan, atau
kekuasaan. Tetapi Allah mengutusku sebagai Rasul. Dia menurunkan Kitab kepadaku dan
memerintahkan aku agar menjadi pemberi kabar gembira dan peringatan. Kemudian aku
sampaikan risalah Rabb-ku dan aku sampaikan nasehat kepadamu. Jika kamu menerima
dakwahku, maka kebahagianlah bagimu di dunia dan di akherat. Jika kamu menolak ajakanku,
maka aku bersabar mengikuti perintah Allah sehingga Allah memberikan keputusan antara aku
dan kamu.“
Selanjutnya mereka berkata kepada Nabi saw,“Jika anda tidak bersedia menerima
tawaran kami, maka sesungguhnya anda telah mengetahui bahwa tidak ada orang yang lebih
kecil negerinya, lebih gersang tanahnya dan lebih keras kehidupannya selain dari pada kami.
51
Karena itu mintakanlah untuk kami kepada Rabb yang telah mengutusmu agar menjauhkan
gunung-gunung yang menghimpit ini dari negeri kami, mengalirkan sungai-sungai untuk kami
sebagaimana sungai-sungai Syam dan Iraq, dan membangkitkan bapak-bapak kami yang telah
mati, terutama Qushayyi bin Kilab, karena dia seorang tokoh yang terkenal jujur, sehingga
kami dapat bertanya kepadanya tentang apa yang anda katakan. Mintalah buiat anda kebun ,
istana, tambang emas dan perak yang dapat memenuhi apa yang selama ini anda buru. Jika
anda telah melakukan apa yang kami minta, maka kami baru akan membenarkan anda,. Kami
akan akan tahu kedudukan anda di sisi Allah, dan akan mempercayai bahwa Dia mengutusmu
sebagai Rasul sebagaimana anda katakan.“
Jawab Nabi saw,“ Aku tidak akan melakukannya, aku tidak akan meminta hal itu
kepada Allah.“
Setelah perdebatan yang panjang , akhirnya mereka berkata kepada Nabi saw,“Kami
dengar bahwa anda mempelajari semua itu dari seorang yang tinggal di Yamamah bernama ar-
Rahman. Demi Allah kami tidak percaya kepada ar-Rahman. Sesungguhnya kami telah
berusaha sepenuhnya kepada anda, wahai Muhammad. Demi Allah, kami tidak akan
membiarkan anda mengalahkan kami.“ Kemduian mereka bangkit dan meninggalkan nabi saw.
Beberapa Ibrah
Di dalam fragmen Sirah Nabawiyah yang kami sebutkan di atas terdapat tiga pelajaran
penting.
Pertama, menjelaskan kepada kita tentang kebersihan dakwah nabi saw dari segala bentuk
kepentingan dan tujuan pribadi yang biasanya menjadi motivasi para penyeru ideologi baru dan
penganjur pembaruan dan revolusi.
Apakah melalui dakwahnya Rasulullah saw bermaksud memburu kekuasaan,
kehormatan, dan kekayaan ? Apakah dakwahnya hanya merupakan manifestasi dari segala
kebusukan ynag terimpan di dadanya ?
Semu tuduhan ini merupakan senjata yang biasa digunakan oleh mush-musuh Islam
untuk menghancurkan dakwah Islam. Tetapi betapa agung dan mulianya rahasia kehidupannya
yang telah dipersiapkan Rabb semesta alam kepada Rasul-nya . Allah telah mengisi kehidupan
Rasul-Nya dengan sikap-sikap dan peristiwa-peristiwa yang menghancurkan semua tuduhan
busuk ynag dilontarkan para musuh Islam ,d an membuat mereka bingung mencari cara yang
harus ditempuh untuk melancarkan serangan pemikiran.
Adalah termasuk kebijaksanaan Allah bahwa kaum musyrik Quraisy telah melakukan
beberapa kali perundingan (penawaran) kepada Rasulullah saw , setelah mereka
membayangkan dalam pikiran mereka sendiri tuduhan-tuduhan tersebut, kendatipun mereka
sangat mengetahui tabiat dan tujuan dakwah Rasulullah saw . Tetapi demikianlah hikmah
Ilahiyah telah menghendakinya, tiap tuduhan palsu dan ghazwul fikri (serangan pemikiran)
yang akan dilancarkan oleh mush-musuh Islam.
Para orientalis seperi Kramer dan Van Vloten, setelah lama memeras otak, tetapi tidak
juga berhasil menemukan peluang untuk menodai kesucian Rasulullah saw akhirnya dengan
mengesampingkan kebenaran mereka menuduh bahwa Muhammad berdakwah semata-mata
memburu kekuasaan dan kejayaan.
52
Tetapi jauh sebelum para orientalis ini datnag, Allah telah memperlihatkan bagaimana
‘Utbah bin Rabi’ah atas nama kaum Quraisy menawarkan emua yang dituduhkan itu kehadapan
Nabi saw. Tawaran itu ditolak sama sekali oleh Rasulullah saw , bahkan setelah itu beliau tetap
tabah menghadapi penyiksaan dan penganiayaan kaum Quraisy.
Seandainya dakwah Rasulullah saw semata-mata mengejar kekuasaan dan harta
kekayaan, niscaya beliau tidak akan bersedia menanggung penyiksaan dan tidak akan menolak
tawaran mereka seraya mengatakan :
„Aku tidak berdakwah karena menginginkan harta kekayaan, kehormatan, atau kekuasaan.
Tetapi Allah telahmengutusku sebagai Rasul. Dia menurunkan Kitab kepadaku dan
memerintahkan aku agar menjadi pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan. Kemudian
aku sampaikan risalah Rabb-ku dan aku sampaikan nasehat kepadamu. Jika kamu menerima
dakwahkuk , maka kebahagiaanlah bagimu di dunia dan di akherat. Jika kamu menolak
ajakanku, maka aku bersabar mengikuti perintah Allah sehingga Allah memberikan keputusan
antara aku dan kamu.“
Dalam pada itu, kehiduapn sehari-hari Rasulullah saw juga membenarkan ucapannyaini.
Beliau tidak menolak kekuasaan, dan harta kekayaan hanya dengan lisannya saja , bahkan
kehidupan sehari-harinya pun membuktikan hal tersebut. Beliau hidup dengan gaya kehidupan
yang sangat sederhana, tidak pernah lebih dari kehidupan kaum fakir dan miskin. Berkata
Aisyah r.a. dlam sebuah riwayat Bukhari. :
„Sampai Nabi saw meninggal belum pernah ada di dalam rak makananku sesuatu yang bisa
dimakan manusia kecuali secuil roti, dan itupun aku mohon untuk beberapa hari.
Berkata Anas r.a. dalam sebuah riwayaat Bukhari :
„Sampai meninggal nabi saw , belum pernah maan makanan di atas piring sampai meninggal
beliau belum pernah makan roti yang berkualitas baik.“
Kehidupan Rasulullah saw sungguh sangat sederhana, baik dalam berpakaian ataupuan
menyangkut perabot rumahnya. Beliau tidur hanya di atas tikar anyaman, bahkan belum pernah
sama sekali tidur di atas hamparan yang lembut dan empuk. Hingga istri-istrinya, pada suatu
hari mendatangi beliau mengadukan ihwal kehidupan yang memprihatikan. Mereka menuntut
perbaikan keadaan, paling tidak sedikit di bawah kehidupan para istri sahabatnya. Mendengar
tuntutan ini, Rasulullah saw marah dan tidak memberikan jawaban pun hingga kemudian Allah
menurunkan firman-Nya :
„Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu,“Jika kamu sekalian menginginkan kehiduan dunia
dan perhiasan , maka marilah supaya kuberikan kepadamu bekal, dan aku ceraikan kamu
dengan cara yang baik. Dan jika kamu sekalian menghandaki (keridhahan) Allah dan Rasul-Nya
dan (kesenangan) di negeri akherat, maka sesungguhnya Allah menyediakan bagi siapa yng
berbuat baik di antaramu pahala yang besar.“ QS al- Ahzab : 28-29
Kemudian Rasulullah saw membacakan kedua ayat ini kepad para istrinya dan
memberikan pilihan kepada mereka : Hidup bersamanya dengan kondisi seadanya atau tetap
menuntut perbaikan kehidupan dengan diceraikan secara baik. Tetapi mereka kembali memilih
hidup bersama Rasulullah saw dengan kondisi seadanya.
Apakah setelah ini masih ada akal-akal siapa pun yang meragukan keikhlasan dakwah
nabi saw ? Masih adakah setelah penjelasanini orang yang mencoba menuduh Rasulullah saw
berdakwah karena ambisi kekuasaan dan harta kekayaan ?
53
Kedua, penjelasan tentang makna hikmah (kebijaksanaan) yang menjadi prinsip dakwah
Rasulullah saw .
Apakah hikmah berarti bahwa dalam berdakwah anda boleh berbuat kebijaksanaan
sendiri sesuka hari anda, betapapun cara dan bentuk „kebijaksanaan“ tersebut ?“
Apakah sariat Islam memberikan kebebasan kepada anda untuk menempuh cara atau
sarana apa saja selama tujuan anda benar ?
Tidak, sesungguhna syariat Islam telah menentukan sarana kepada kita sebgaimana
telah menentukan tuuan. Anda tidak boleh mencapai tujuan yang disyariatkan Allah kecuali
dengan jalan tertentu yang telah dijadikan Allah sebagai sarana untuk mencapainya. Semua
kebijaksanaan dan policy dakwah Islam harus dirumuskan sesuai dengan batas-batas sarana ang
telah disyariatkan.
Apa yang telah kami sebutkan di muka merupakan dalil bagi apa yang kami tegaskanini.
Tidakkah cukup kebijaksanaan seandainya Rasulullah saw menerima tawaran kaum Quraisy
untuk menjadi penguasa atau raja, sehingga dengan kekuasaan itu beliau bisa memanfaatkan
sebagai sarana dakwah Islam ? Apalagi kekuasaan dan pemerintahan itu memiliki pengaruh
besar di dalam jiwa manusia . perhatikanlah bagaimana para penganjur ideologi yang baru saja
berhasil merebut kekuasaan, memanfaatkan kekuasaan itu untuk memaksakan pemikiran dan
ideologi mereka kepada masyarakat.
Tetapi, Nabi saw tidak mau menggunakan cara-cara seperti ini di dalam dakwahnya,
karena bertentangan dengan prinsip-prinsip dakwah Islam itu sendiri.
Jika cara-cara seperti ini dibenarkan dan dianggap sebgai „kebijaksanaan“ yang syar’i ,
niscaya tidak akan ada bedanya antara orang yang jujur dan orang yang berdusta, antara
dakwah-dakwah Islam dan dakwah-dakwah kebatilan.
Kemuliaan dan kejujuran , baik menyangkut sarana ataupun tujuan, adlah landasan
utama falsafah agma ini (Islam). Tujuan harus sepenuhnya di dasarkan pada kejujuran.
Kemuliaan dan kebenaran. Demikian pula sarana, harus didasarkan kepada prinsip kejujuran,
kebenaran, dan kemuliaan.
Dari sinilah maka para da’i Islam dituntut untuk lebih banak berkorban dan berjihad,
karena mereka tidak dibenarkan menempuh jalan dansarana sekehendak hatinya. Mereka harus
mengambil jalan dan sarana yang sudah disyari’atkan , betapapun resikonya yang harus
dihadapi.
Adalah keliru jika anda beranggapan bawha prinsip hikmah (kebijaksanaan) dalam
dakwah Islam itu disyariatkan untuk mempermudah tugas seorang da’i atau utuk menghindari
penderitaan dan kesulitan. Rahasisa disyariatkannya prinsip hikmah dlam dakwah ialah untuk
mengambil jalan dan sarana ang paling efektif agar bisa diterima akal dan pikiran manusia,
artinya apabila perjuangan dakwah menghadapi beranekaragam rintangan dan hambatan, maka
langkah yang bijaksana bagi para da’i dalam hal ini adlah melakukan persiapan utuk berjihad
dan berkorban dengan jiwa dan harta. Hikmah ialah meletakkan sesuatu pada tempatnya.
Di sinilah perbedaan antara hikmah dan tipu daya, antara hikmah dan menyerah.
54
Anda tentu ingat dan mengethaui , ketika Rasulullah saw, merasa optimis melihat
tanda-tanda kesediaan para tokoh Quraisy untuk memahami Islam, maka dengan perasaan
gembira dan perhatian sepenuhnya beliau menjelaskan hakekat Islam kepada mereka, sehingga
ketika seorang sahabatnya yang buta Abdullah Ibnu Ummi Maktum lewat , kemudian duduk
ikut mendengarkan di samping mereka dan bertanya kepadanya, Rasulullah saw membuang
muka darinya, karena beliau tidak ingin kehilangan kesempatan baik tersebut, di samping
bahwa Ibnu Ummi Maktum akan bisa dijawab pada lain kesempatan.
Tetapi kebijaksanaan Rasululah saw ini mendapat teguran dari Allah di dalam surat
‘Abasa, kendatipun tujuannya sangat mulia. Karena cara tersebut mengandung sikap yang tidak
dibenarkan oleh syariat Islam , yaitu mengabaikan dan menyakiti hati Abdullah Ibnu Ummi
Maktum karena ingin menarik hati kaum musyrik.
Tegasnya, tidak seorangpun yang dibenarkan untuk mengubah, melanggar atau
meremehkan hukum-hukum dan prinsip-prinsip Islam, dengan dalih kebijaksanaan, dalam
berdakwah. Sebab , suatu kebijaksanaan tidak bisa disebut bijaksana, jika tidak terikat oelh
ketentuan-ketentuan syariat dan prinsip-prinsipnya.
Ketiga, sikap Rasulullah saw terhadp berbagai tawaran yang diajukan kaum Quraisy kepadanya
tersebut mendapatkan dukungan dari Allah. Berkenaan dengan hal ini Allah telah menurunkan
firman-Nya :
„ Dan mereka berkata,“Kami sekali-kali tidak percaya kepadamu, hingga kamu memancarkan
mata air dari bumi untuk kami, atau kamu mempunyai sebuah kebun kurma dan anggur, lalu
kamu alirkan sungai-sungai di celah-celah kebun yang deras airnya, atau kamu jatuhkan langit
berkeping-keping atas kami, sebagaimana kamu katakan, atau kamu datangkan Allah dan
Malaikat-malaikat berhadapan muka dengan kami. Atau kamu mempunyai sebuah rumah dari
emas, atau kamu naik ke langit. Dan kami sekali-kali tidak akan mempercayai kenaikanmu itu
hingga kamu turunkan atas kami sebuah Kitab yang kami baca."“Katakanlah ;"“Maha Suci
Rabb-ku, bukankah aku ini hanya seorang manusia yang menjadi Rasul.“ QS al-Isra’ : 90-93
Allah tidak mengabulkan permintaan mereka bukan karena Rasulullah saw tidak diberi
mu’jizat selain dari al-Quran, sebagaimana anggapan sebagian orang. Tetapi karena Allah
mengetahui bahwa mereka tidak menuntut hal itu melainkan karena kekafiran, keangkuhan dan
penghinaan kepada Rasulullah saw . Ini dapat kita perhatikan melalui cara-cara dan bentukbentuk
tuntutan yang mereka ajukan. Seandainya mereka jujur dan serius ingin meyakini
kebenaran nabi saw, niscaya Allah akan mengabulkan permintaan mereka. Tetapi sikap kaum
Quraisy ini sesuai dengan apa yang ditegaskan oleh Allah di dalam fimarn-Nya :
„Dan jika seandaiyna Kami mebukakan kepada mereka slah satu dari (pintu-pintu) langit, lalu
mereka terus-menerus naik ke atasnya, tentulah mereka berkata,“Sesungguhnya pandangan
amilah yang dikaburkan , bahwa kamia dalah orang-orang yang kena sihir.“ QS al-Hijr :14-15
Dengan demikian , tahulah anda bahwa hal ini tidak bertntangan dengan pemuliaan
Allah kepada Nabi-Nya melalui beraneka macam mu’jizat.
55
Pemboikotan ekonomi
Disebutkan dalam beberapa sanad dari Musa bin ‘uqbah dan dari Ibnu Ishaq, juga dari
yang lainnya, bawha orang-orang kafir Quraisy telah bersepakat untuk membunuh Rasulullah
saw . Kesepakatan dan keputusan ini disampaikan kepada Bani Hasyim dan Bani Abdul
Muththalib. Tetapi bani Hasyim dan Bani Abdul Muththalib tidak mau menyerahkan Rasulullah
saw kepada mereka.
Setelah kaum Quraisy tidak berhasil membunuh Rasulullah saw , mereka sepakat untuk
mengucilkan Rasulullah saw dan kaum Muslimin yang mengikutinya, serta Bani Hasyim dan
bani Abdul Muththalib yang melindunginya. Untuk tujuan ini mereka telah menulis suatu
perjanjian, bahwa mereka tidak akan mengawini dan berjual beli dengan mereka yang
dikucilkan. Tidak akan menerima perdamaian dan tidak akan berbelas kasihan kepada mereka
sampai Bani Muththalib menyerahkan Rasulullah saw kepada mereka untuk dibunuh. Naskah
perjanjian ini mereka gantungkan di dalam Ka’bah.
Kaum kafir Quraisy berpegang teguh dengan perjanjian ini selam tiga tahun, sejak bulan
Muharram tahun ketujuh kenabian hingga tahun kesepuluh. Tetapi ada pendapat lain yang
mengatakan bahwa pemboikotan tersebut berlangsung selama dua tahun saja.
Riwayat Musa bin ‘Uqbah menunjukkan bahwa pemboikotan terjadi sebelum Rasulullah
saw memerintahkan para sahabatnya berhijrah ke Habasyiah. Bahkan perintah untuk berhijrah
ke Habasyiah dikeluarkan Rasulullah saw pada saat berlangsungnya pemboikotan ini. Tetapi
riwayat Ibnu Ishaq menyebutkan bahwa penulisan perjanjian pemboikotan dilakukan setelah
para sahabat Rasulullah saw berhijrah ke Habasyiah dan sesudah Umar masuk Islam.
Bani hasyim, bani Muththalib dan kaum Muslimin termasuk di dalamnya Rasulullah saw
dikepung dan dikucilkan di syi’ib (pemukiman) Bani Muththalib ( di Mekkah) terdapat
beberapa syi’ib).
Di pemukiman inilah kaum Muslimin dan kaum kafir dari Bani Hasyim dan Bani
Muththalib berkumpul. Kecuali Abu Lahab (Abdul Izzi bin Abdul Muththalib) karena dia telah
bergabung dengan Quraisy dan menetang Nabi saw dan para sahabatnya. Kaum Muslim
menghadapi pemboikotan ini dengan dorongan agama (Islam), sementara kaum kafir
mengahadapi karena dorongan fanatisme kabilah (hmiyyah).
Rasulullah saw bersama kaum Muslim berjuang menghadapi pemboikotan yang amat
ketat ini selama tiga tahun. Di dalam riwayat yang shahih disebutkan bahwa mereka menderita
kekurangan bahan makanan hingga mereka terpaksa harus makan dedauanan. As-Suhail
menceritakan : Tiap ada kafilah datang ke Mekkah dari luar daerah, para sahabat nabi saw yang
berada di luar kepungan datang ke pasar untuk membeli bahan makanan bagi keluarganya.
Akan tetapi tidak dapat membeli apapun juga karena dirintangi oleh Abu Lahab yang selalu
berteriak menghasut,“ Hai para pedagang, naikkanlah harga setinggi-tingginya agar para
pengikut Muhammad tidak mampu membeli apa-apa. Kalian mengetahui betapa banyak harta
kekayaanku dan aku pun sanggup menjamin kalian tidak akan merugi.“ Teriakan Abu Lahab itu
dituruti oleh para pedagang, dan mereka menaikkan harga barangnya berlipat ganda, sehingga
kaum Muslim terpaksa pulang ke rumah dengan tangan kosong, tidak membawa apa-apa untuk
makan anak-anaknya, yang kelaparan.
56
Pada awal tahun ketiga dari pemboikotan dan pengepungan ini, bani Qushayyi
mengecam pemboikotan tersebut. Mereka mmutuskan bersama untuk membatalkan perjanjian.
Dalam pada itu Allah telah mengirim anai-anai (rayap) untuk menghancurkan lembaran
perjanjian tersebut, kecuali beberapa kalimat yang menyebutkan nama Allah.
Kejadian ini oleh Rasulullah saw diceritakan kepada pamannya Abu Thalib , sehingga
Abu Thalib bertanya kepadanya,“Apakah Tuhanmu yang memberitahukan itu kepadamu?“
Jawab Nabi saw,“Ya“, Kemudian Abu Thalib bersama sejumlah orang dari kaumnya berangkat
mendatangi kaum Quraisy dan meminta kepada mereka seolah-olah ia telah menerima
persyaratan yang pernah mereka ajukan. Akhirnya mereka mengambil naskah perjanjian dalam
keadaanmasih terlipat rapi. Kemudian Abu Thalib berkata,“ Sesungguhnya putra saudaraku
telah memberitahukan kepadaku, dan dia belum pernah berdusta kepadaku sama sekali, bahwa
Allah telah mengirim anai-anai kepada lembaran yang kamu tulis. Anai-anai itu telah memakan
setiap teks perjanjian yang aniaya dan memutuskan hubungan kerabat. Jika perkataannya itu
benar, maka sadarlah kamu dan cabutlah pemikiranmu yang buruk itu. Demi Allah , kami tidak
akan menyerahkan hingga orang terakhir dari kami mati. Jika apa yang dikatakannya itu tidak
benar, kami serahkan anak kami kepadamu untuk kamu perlakukan sesuka hatimu.“ Mereka
berkata ,“ Kami setuju dengan apa yang kamu katakan.“ Kemduian mereka membuka naskah
dan didapatinya sebagaimana yang diberitahukan oleh orang ynag jujur lagi terpercaya ( Nabi
saw). Tetapi mereka menjawab,“ Ini adalah sihir anak saudaramu“. Dan mereka pun semakin
bertambah sesat dan memusuhi.
Setelah peristiwa ini lima orang tohoh Quraisy keluar membatalkan perjanjian dan
mengakhiri pemboikotan. Mereka adalah Hisyam bin Umar bin al-haritz, Zubair bin Umayah,
Muth’am bin ‘Adi, Abu Al-Bukhturi bin Hisyam, dan Zam’ah bin al-Aswad.
Orang yang pertama kali bergerak membatalkan perjanjian secara terang-terangan
adalah Zuhair bin Umayah. Dia datang kepada orang-orang yang berkerumun di samping
Ka’bah dan berkata kepada mereka,“ Wahai penduduk Mekkah , apakah kita bersenang-senang
makan dan minum, sedangkan orang-orang Bani Hasyim dan Bani Muththalib kita biarkan
binasa, tidak bisa menjual dan membeli apa-apa? Demi Allah, aku tidak akan tinggal diam
sebelum merobek-robek naskah yang dzalim itu.
Kemudian empat orang lainnya mengucapkan perkataan yang sama. Lalu Muth’am bin
‘Adi bangkit menuju naskah perjanjian dan merobek-robeknya. Setelah itu kelima orang
tersebut bersama sejumlahorang datang kepada Bani Hasyim dan Bani Muththalib serta kaum
Muslimin lalu memerintahkan agar mereka kembali ke tampat masing-masing sebagaimana
biasa.
Beberapa Ibrah
Pemboikotan yang dzalim ini menggambarkan puncak penderitaan dan penganiayaan
yang dialami oleh Rasulullah saw dan para sahabatnya selama tiga tahun. Dalam pemboikotan
ini anda lihat kaum musyrik dari Bani Hasyim dan Bani Muththalib ikut serta mengalami dan
tidak rela membiarkan Rasulullah saw.
Kita tidak dapat berbicara panjang tentang kaum musyrik tersebut berikut motivasi
sikap dan pendirian mereka. Sesuatu yang mendorong mereka untuk mengambil sikap tersebut
ialah semangat membela (hamiyyah) keluarga dan kerabat, di samping keengganan mereka
57
menerima dan merasakan kehinaan seandainya mereke membiarkan Muhammad saw dibunuh
dan disiksa oelh kaum musyrik Quraisy dari luar Bani Hasyim dan Bani Muththalib, tanpa
mempertimbangkan lagi faktor aqidah dan agama.
Dengan demikian mereka telah memadukan antara dua keinginan yang tertanam di
dalam jiwa mereka :
Pertama, berpegang teguh kepada kemusyrikan dan menolak kebenaran yang di sampaikan
oleh Muhammad saw kepada mereka.
Kedua, kepatuhan kepada fanatisme ynag menimbulkan dorongan untuk membela kerabat dari
penganiayaan orang luar, tanpa mempedulikan kebenaran atau kebatilan.
Akan halnya kaum Muslimin, terutama Rasulullah saw , maka mereka bersabar
menghadapi penganiayaan tersebut karena mengikuti perintah Allah, mengutamakan kehidupan
akherat ketimbang kehidupan dunia, dan karena rendahnya nilai dunia dalam pandangan
mereka dibanding dengan ridha Allah. Inilah yang menarik untuk dibahas.
Mungkin anda akan mendengar tuduhan dari mush-musuh Islam, bahwa ‘ashabiyah
(fanatisme kesukuan) Bani Hasyim dan Bani Muththalib memiliki peranan penting bagi dakwah
Muhammad saw. Semangat inilah yang mengawal , menjaga dan melindungi Muhammad saw.
Bukti yang paling nyata ialah sikap mereka terhadap kaum musyrik Quraisy dalam
pemboikotan ini.
Tuduhan seperti ini tidak berasas sama sekali. Sangatlah wajar jika fanatisme jahiliyah
Bani Hasyim dan Bani Muththalib mendorong mereka untuk membela kehidupan anak paman
mereka yang sedang menghadapi ancaman dari orang luar.
Fanatisme jahiliyah dalam membangkitkan fanatisme kekeluargaan , tidak pernah
memandang kepada masalah prinsip dan tidak pernah terpengaruhi oleh kebenaran atau
kebatilan. Permasalahannya hanyalah menynagkut masalah ‘ashabiyah semata-mata.
Karena itu, kedua keinginan yang saling bertentangan tersebut dapat berhimpun pada
diri keluarga Rasulullah saw yakni menolak dakwah Nabi saw dan membela diri dari ancaman
seluruh kaum musyrik Quraisy.
Sungguhpun demikian, manfaat apakah yang diperoleh Nabi saw dari sikap solidaritas
yang ditunjukkan oleh kerabatnya itu ? Mereka telah dianiaya sebagaimana Rasulullah saw dan
para sahabatnya. Terhadap pemboikotan yang kejam dan biadab ini. Bani Hasyim dan Bani
Muththalib tidak dapat berbuat apa pun untuk meringankan penderitaan kaum Muslimin.
Sesungguhnya pembelaan kaum kerabat Rasulullah saw kepadanya itu bukan
pembelaan terhadap risalah dakwah ynag dibawanya, tetapi pembelaan terhadap diri Rasulullah
saw , dari ancaman orang asing. Jika kaum Musliin dapat memanfaatkan pembelaan ini sebagai
salah satu sarana jihad melawan kaum kafir dan menghadapi tidu daya mereka, maka itu
merupakan upaya yang perlu disyukuri dan jalan yang perlu diperhatikan.
Akan halnya Rasulullah saw bersama para sahabatnya , maka faktor apakah yang
membuat mereka mampu menghadapi kesulitan ynag menyesakan dada ini ? Apakah yang
mereka harapkan di balik ketegaran terhadap pemboikotan yang aniaya ini ?
58
Dengan apakah pertanyaan ini akan dijawab oleh orang-orang yang menuduh risalah
Muhammad saaw dan keimanan para sahabat kepadanya sebagai revolusi kiri melawan kanan,
atau revolusi kaum tertindas melawan kaum borjuis ?
Coba anda renungkan kembali mata rantai penyiksaan dan penganiayaan yang pernah
dialami Rasulullah saw dan para sahabatnya , kemudian jawablah pertanyaan berikut : Apakah
benar bahwa dakwah Islamiyah itu merupakan suatu pembrontakan ekonomi yang didorong
oleh rasa lapar dan kedengkian terhadp kaum pedagang dan pemegng kendali perekonomian
Mekkah ?
Kaum musyrik sebelumnya telah menawarkan kepada Rasulullah saw kekuasaan,
kekayaan, dan kepemimpinan, dengan syarat beliau bersedia meninggalkan dakwah Islamiyah.
Mengapa Rasulullah saw tidak mau menerima tawaran tersebut ? Mengapa para sahabatnya
tidak memprotes dan menekan Rasulullah saw jika memang tujuan perjuangan mereka hanya
sekedar mengisi perut agar menerima tawaran Quraisy ? Adakah sesuatu yang dicari oelh
orang-orang revolusioner kiri selain dari kekuasaan dan harta kekayaan ?
Rasulullah saw bersama para sahabatnya teah dikucilkan dalam suatu perkampungan
ynag terputus sama sekali. Segala bentuk kegiatan ekonomi dan soaial dengan mereka
dihentikan, sampai mereka terpaksa harus makan dedaunan. Tetapi mereka tetap bersabar
menghadapinya. Mereka tetap setia mendampingi Rasulullah saw. Seperti inikah sikap yang
akan ditunjukkan oleh orang-orang yang berjuang hanya mencari sesuap nasi ?
Ketika hijrah ke Madinah Rasulullah saw dan para sahabatnya telah meninggalkan harta
kekayaan, tanah dan segala harta benda menuju Madinah Munawwarah. Mereka telah
melepaskan segala harta kekayaan yang menjadi buruan orang-orang tamak dan rakus. Mereka
tidak mengharapkan imbalan dari keimanan mereka kepada Allah. Dunia dan kekuasaan telah
lenyap sama sekali dari pertimbangan mereka. Adakah ini menjadi bukti bahwa dakwah Islam
merupakan revolusi kiri yang hanya bertujuan mencari sesuap nasi ?
Untuk memperkuat tuduhan ini, mungkin mereka akan mengemukakan dua hal berikut
ini :
Pertama, bahwa jama’ah generasi pertama dari pasa sahabat Muhammad saw di Mekkah
mayoritas terdiri dari kaum fakir, budak dan orang-orang tertindas. Ini menunjukkan bahwa
dengan mengikuti Muhammad saw mereka akan bisa menyuarakan penindasan yang mereka
alami. Di samping mereka dapat berharap akan terjadinya perbaikan taraf ekonomi di bawah
naungan agama baru.
Kedua, bahwa sahabat tersebut tidak laam kemudian menaklukan dunai dan menikmati
kekayaan. Ini merupakan bukti bahwa perjuangan Rasulullah saw bertujuan mencapai ssaran
tersebut.
Jika anda perhatikan kedua dalil yang mereka kemukakan untuk memperkuat tuduhan
tersebut, dapat anda ketahui betapa akal dan pola pikir mereka telah sedemikian rupa dikuasai
oleh khayal dan hawa nafsu.
Memang mayoritas sahabat Rasulullah saaw terdiri dari kaum fakir dan budak. Tetapi
hal ini tidak memiliki kaitan sama sekali dengan khayal tersebut. Sesungguhnya syariat yang
59
menegakkan timbangan keadilan di antar manusia dan menghancurkan setiap kedzaliman, pasti
akan diperangi dan ditentang oelh orang-orang yang dzalim dan para tiran. Karena syariat ini ,
bagi mereka lebih banyak menimbulkan ancaman ketimbang kemaslahatan. Sebaliknya akan
diterima dengan mudah oleh setiap orang ynag tertindas dan teraniaya, bahkan setiap orang
yang tidak terlibat dalam praktek kedzaliman dan pemerasan. Karena syariat ini akan lebih
banyak memberikan kemaslahatan kepada mereka ketimbang kerugian. Atau karena mereka ,
sekurang-kurangnya tidak memiliki masalah dengan orang lain yang membuat mereka merasa
berat untuk menerimannya.
Semua orang yang berada di sekitar Rasulullah saw meyakini bahwa beliau beradaa
dalam kebenaran, dan bahwa beliau adalah seorang Nabi dan Rasul Allah. Tetapi para
pemimpin dan orang-orang yang haus kekuasaan tidak mau menerima dan berinteraksi dengan
kebenaran, karena dihalangi oleh tabiat dan suasana mereka sendiri. Sementara orang-orang
selain mereka tidak punya hambatan ynag menghalangi mereka untuk menerima sesuatu yng
diimani dan diyakininya. Dengan demikian, apakah hubungan antara hakekat yang dapat
dipahami oelh setiap pengkaji Sirah ini dengan apa yang mereka tuduhkan ?
Mengenai tuduhan bahwa perjuangan dakwah Islam yang dilakukan Rasulullah saw
bertujuan menguasai sumber-sumber kekayaan dan pemerintahan, dengan dalih bahwa kaum
Muslim telah berhasil memperoleh semau itu, maka tak ubahnya seperti orang yang berusaha
mempertemukan antara timur dan barat.
Jika kaum Muslimin dlaam waktu singkat telah berhasil menaklukan negeri-negeri
Romawi dan Persia setelah mereka secara baik melaksanakan Islam, maka apakah ini kemudian
dapat dijadikan bukti bahwa mereka masuk Islam karena ambisi ingin merebut tahta Romawi
dan Persia ?
Seandainya kaum Muslimin memeluk dan mengikuti Islam karena ingin memperoleh
kenikmatan dunia, niscaya mereka tidak akan pernah berhasil sedikitpun memperoleh mu’jizat
penaklukan tersebut.
Seandainya umar bin al-Khattab, ketika mempersiapkan tentara al-Qadisiyah dan
melepas keberangkatan komandan pasukan Sa’d bin Abi Waqqash, bertujuan merebut harta
kekayaan Kisra dan menduduki tahta kerajaannya, nisacaya Sa’ d bin Abi Waqqash akan
kembali kepada Umar dengan membawa kegagalan dan kekecewaan. Tetapi karena mereka
benar-benar berjihad semata ingin membela agama Allah, maka mereka berhasil
menaklukkannya.
Seandainya mimpi yang menggoda kaum Muslmin pada peperangan al-Qadisiyah adlah
keinginan mendapatkan harta kekayaan dan meregukk kenikmatan hidup duniawi, niscaya
Rabi’i bin Amir tidak akan pernah memasuki istana Rustum ynag berhamparan permadani
mewah, seraya menikamkan tombaknya ke atas permadani dan berkata kepada Rustum,“ Jika
kamu masuk Islam, kami akan tinggalkan kamu, tanahmu dan harta kekayaanmu,“ Begitulah
ucapan orang yang datang untuk merebut kekuasaan, tanah dan harta kekayaan ?
Allah telah mengaruniakan segenap kemudahan dunia kepada mereka, karena mereka
tidak pernah berpikir tentang kemegahan dunia. Pemikiran mereka sepenuhnya hanya tercurah
pada upaya mewujudkan ridha Allah.
60
Seandainya jihad mereka bertujuan memperoleh kemegahan dunia, niscaya mereka
tidak akan pernah mendapatkannya ,walaupun cuman sedikit.
Persolaannya tidak lain adlah terlaksananya ketentuan yang mengatakan :
„Dan kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di bumi itu, dan
hendak menjadikan mereka pemimpin, dan menjadikan merka orang-orang yang mewarisi
(bumi).“ QS al-Qashash : 5
Ketentuan Ilahi ini akan mudah dipahami oelh akal siapapun , selama akal tersebut
bebas dari segala bentuk perbudakan kepada tujaun atau ambisi apa pun ( selain ridha Allah).
Hijrah Pertama Dalam Islam
Ketika Nabi saw melihat keganasan kaum musyrik kian hari kian bertambah keras,
sedang beliau tidak dapat memberikan perlindungan kepada kaum Muslim, maka beliau berkata
kepada mereka ,“ Alangkah baiknya jika kamu dapat berhijrah ke negeri Habasyiah, karena di
sana terdapat seorang raja yang adil sekali. Di bawah kekuasaannya tidak seorang pun boleh
dianiaya. Karena itu pergilah kamu ke sana sampai Allah memberikan jalan keluar kepada kita,
karena negeri itu adalah negeri yang cocok bagi kamu.“
Maka berangkatlah kaum Muslimin ke negeri Habasyiah demi menghindari fitnah, dan
lari menuju Allah dengan membawa agama mereka. Hijrah ini merupakan hijrah partama dalam
Islam. Di antara kaum muhajir yang terkenal ialaah : Ustman bin Affan beserta istrinya,
Ruqayyah binti Rasulullah saw, Abu Hudzaifah beserta istrinya, Zubair bin Awwam, Mush’ab
bin Umair dan Abdurahaman bin Auf. Sampai akhirnya para shabat Rasulullah saw sebanyak
delapan puluh lebih berkumpul di Habasyiah.
Ketika kaum Quraisy mengetahui peristiwa ini, mereka segera mengutus Abdulah bin
Abi Rabi’ah dan Amr bin Ash (sebelum masuk Islam) menemui Najasyi dengan membawa
berbagai macam hadiah. Hadiah-hadiah ini diberikan kepada sang raja , para pembantu dan
pendetanya, dengan harapan agar mereka menolak kehadiran kaum Muslimin dan
mengembalikan mereka kepada kaum musyrik Mekkah.
Ketika kedua utusan ini berbicara kepada Najasyi tentang kaum Muhajir tersebut,
sebelumnya kedua utusan ini telah melobi para pembantunya dan uskupnya seraya
menyerahkan hadiah yang dibawanya dari Mekkah, ternyata Najasyi menolak untuk
menyerahkan kaum Muslimin kepada kedua utusan tersebut sebelum dia menanyai mereka
tentang agama baru yang dianutnya. Kemudian kaum Muslimin dan kedua utusan tersebut
dihadapkan kepada Najasyi. Raja Najasyi bertanya kepada kaum Muslimin, „Agama apakah
yang membuat kamu meninggalkan agama yang dipeluk masyarakatmu? Dan kamu tidak
masuk ke dalam agamaku dan agama lainnya ?“
Ja’far bin Abi Thalib , selaku juru bicara kaum Muslimin, menjawab,“ Baginda raja ,
kami dahulu adalah orang-orang jahiliyah, menyembah berhala, makan bangkai, berbuat
kejahatan, memutuskan hubungan persaudaraan, berlaku buruk terhaap tetangga dan yangkuat
menindas yang lemah. Kemudian Allah mengutus seorang Rasul kepada kami, orang yang kami
kenal asal keturunannya, kesungguhan tutur katanya, kejujurannya, dan kesucian hidupnya, Ia
61
mengajak kami supaya mengesakan Allah dan tidak mempersekutukan-Nya dengan apa pun
juga. Ia memerintahkan kami supaya berbicara benar, menunaikan amanat, memelihara
persaudaraan, berlaku baik terhadap tetangga, menjauhkan diri dari segala perbuatan haram
dan pertumpahan darah, melarang kami berbuat jahat, berdusta dan makan harta milik anak
yatim. Ia memerintahkan kami supaya shalat dan berpuasa. Kami kemudian beriman
kepadanya, membenarkan semua tutur katanya, menjauhi apa yang diharamkan olehnya dan
menghalalkan apa yang dihalalkan bagi kami. Karena itulah kami dimusuhi oleh masyarakat
kami. Mereka menganiaya dan menyiksa kami, memaksa kami supaya meninggalkan agama
kami dan kembali menyembah berhala. Ketika mereka menindas dan memperlakukan kami
dengan sewenang-wenang, dan merintangi kami menjalankan agama kami, kami terpaksa pergi
ke negeri bagina. Kami tidak menemukan pilihan lain kecuali baginda, dan kami berharap tidak
akan diperlakukan sewenang-wenang di negeri baginda.“
Najasyi bertanya,“ Apakah kamu dapat menunjukkan kepada kami sesuatu yang dibawb
oleh Rasulullah saw dari Allah?“
Ja’far menjawab;“Ya.“ Ja’far membacakan surat Maryam. Mendengar firman Allah itu
Najasyi berlinangan air mata. Najasyi lalu berkata,“ Apa yang engkau baca dan apa yang
dibawa oleh Isa sesungguhnya keluar dari pancaran sinar yang satu dan sama.“ Kemudian
Najasyi menoleh kepada kedua orang utusan kaum musyrik Quraisy seraya berkata ,“ Silahkan
kalian berangkat pulang, Demi Allah mereka tidak akan kuserahkan kepada kalian.“
Keesokan harinya utusan kaum musyrik itu menghadap Najasyi. Kedua utusan itu
berkata kepada Najasyi,“Wahai baginda raja, sesungguhnya mereka menjelek-jelekan Isa putra
Maryam. Panggilah mereka dan tanyakanlah pandangan mereka tentang Isa.“ Kemduian
mereka dihadapkan sekali lagi kepada Najasyi untuk ditanya tentang pandangan mereka
terhadap Isa al-Masih. Ja’far menerangkan ,“ Pandangan kami mengenai Isa sesuai dengan
yang diajarkan kepada kami oleh Nabi kami, yaitu bahwa Isa adalah hamba Allah, utusan Allah,
Ruh Allah dan kalimat-Nya yang diturunkan kepada perawan Maryam yang sangat tekun
bersembah sujud.“
Najasyi kemudian mengambil sebatang lidi yang terletak di atas lantai, kemudian
berkata ,“ Apa yang engkau katakan tentang Isa tidak berselisih , kecuali hanya sebesar lidi
ini.“
Kemudian Najasyi mengembalikan barang-barang hadiah dari kaum musyrik Quraisy
kepada utusan itu. Sejak saat itulah kaum Muslimin tinggal di Habasyiah dengan tenang dan
tenteram. Sementara kedua utusan Quraisy itu kembali ke Mekkah dengan tangan hampa.
Setelah bebetapa waktu tinggal di Habasyiah, sampailah kepada mereka berita tentang
masuk Islamnya penduduk Mekkah. Mendengar berita ini mereka segera kembali ke Mekakh,
hingga ketiak sudah hapmir masuk ke kota Mekkah, mereka baru mengetahui bahwa berita
tersebut tidak benar. Karena itu, tidak seorang pun dari mereka yang masuk ke Mekkah,
kecuali dengan perlindungan (dari salah seorang tokoh Quraisy) atau dengan sembunyisembunyi.
Mereka seluruhnya berjumlah tiga puluh orang. Di antara mereka yang masuk ke
Mekkah dengen perlindungan ialah Ustman bin Mazh’un ia masuk dengan jaminan
perlindungan dari al-Walid bin al-Mughira, dan Abu Slaamh dengan jaminan perlindungan Abu
Thalib.
Beberapa Ibrah
62
Dari peristiwa hijrah ke Habasyiah ini dapat kita catat tiga pelajaran :
Pertama :
Berpegang teguh dengan agama dan menegakkan sendi-sendinya merupakan landasan
dan sumber bagi setiap kekuatan. Jura merupakan pagar untuk melindungi setiap hak, baik
berupa harta , tanah, kebebasan atau kehormatan. Oleh sebab itu para penyeru kepaa Islam dn
mujahidin di jalan Allah wajib mempersiapkan diri secara maksiml utnuk melindungi agama
Allah dan prinsip-prinsipnya, dan menjadikan negeri , tanah air, harta kekayaan dan kehidupan
sebagai sarana untuk mempertahankan dan mamancangkan aqidah. Sehingga apabila
diperlukan ia siap mengorbankan segala sesuatu di jalanya.
Apabila agama sudah terkikis atau terkalahkan , maka tidak ada lagi artinya negeri,
tanah air dan harta kekayaan. Bahkan tanpa keberadaan agama dalam kehidupan , kehancuran
akan segera melanda segala sesuatunya. Tetapi jika agama tegak, terpancangkan sendisendinya
di tengah-tengah kehidupan masyarakat, dan terhujam dalam aqidahnya di lubuk hati
setiap orang, maka segala sesuatu yang dikorbankan di jalannya akan segera kembali. Bahan
akan kembali lebih kuat dari sebelumnya, karena dikawal oleh pagar kedermawanan, kekuatan
dan kesadaran.
Sudah menjadi Sunnahtullah alam semesta sepanjang sejarah bahwa kekuatan moral
merupakan pelindung bagi peradaban dan kekuatan material, Jika suatu ummat memiliki akhlak
yang baik, aqidah yang sehat dan prinsip-prinsip sosial ynagbenar, maka kekuatan materialnya
akan semakin kuukh , kuat dan tegar. Tetapi jika akhlaknya bejat, aqidahnya menyimpang, dan
simtem sosialnya tidak benar, maka kekuatan materialnya tidak akan lama lagi pasti mengalami
kegoncangan dan kehancuran.
Mungkin anda akan melihat suatu bangsa yang secara material berdiri dalam puncak
kemajuannya, padahal sistem sosial dan akhlakna tidak benar. Maka sesungguhnya bangsa ini
sdang berjalan dengan cepat menuju kehancurannya. Mungkin anda tidak dapat melihat dan
merasakan „perjalanan yang cepat“ ini, karena pendeknya umur manusia dibandingkan dengan
umur sejarah dan generasi. Perjalanan seperti ini hanya bisa dilihat oleh „mata sejarah“ yang
tidak pernah tidur, bukan oleh mata manusia yan picik dan terbatas.
Mungkin juga anda akan melihat suatu bangsa yang tidak pernah segan-segan
mengorbankan segala kekuatan aterialnya demi mempertahankan aqidah yang benar dan
membangun sistem sosial yang sehat, tetapi tidak lama kemudian bangsa pemilik aqidah yang
benar dan sistem sosial yang sehat ini berhasil mengembalikan negerinya yang hilang dan harta
kekayaannya yang dirampok, bahkan kekuatannya kembali jauh lebih kuat dari sebelumnya.
Anda tidak akan mendapatkan gambaran yang benar tentang alam, manusia dan
kehidupan, kecuali di dalam aqidah islam yang menjadi agama Allah bagi para hamba-Nya di
dunia. Demikian pula anda tidak akan mendapatkan sistem sosial yang adil dan benar, kecuali
dalam sistem Islam. Oleh sebab itu di antara prinsip dakwah Islam ialah mengorbankan harta,
negeri dan kehidupan demi mempertahankan aqidah dan sisem Islam. Pengorbanan inilah yang
akan menjamin keselamatan harta, negeri dan kehidupan kaum Muslimin.
Karena itulah prinsip hijrah ini disyariatkandi dalam Islam. Rasulullah saw
memerintahkan para sahabatnya berhijrah dan meninggalkan Mekkah setelah menyaksikan
63
penyiksaan yang dilancarkan kaum musyrik terhadap para sahabatnya, dan karena khawatir
akan terjadinya fitnah pada keimanan mereka.
Hijrah ini sendiri merupakan salah satu bentuk siksaan dan penderitaan demi
mempertahankan agama. Ia bukan tindakan menghindari ganggugan dan menari kesenangan ,
tetapi merupakan penderitaan lain di balik penantian akan datangnya kemenangan dan
pertolongan Allah.
Tentu andapun mengetahui bahwa Mekkah pada waktu itu, belum menjadi Darul Islam
sehingga tidak dapat diganggu gugat : mengapa para sahabat itu meninggalkan Darul Islam
demi menari keselamatan jiwa mereka di negeri kafir ? Mekkah dan habasyiah juga negerinegeri
lainnya, pada saat itu tidak berbeda kondisinya. Karena itu, negeri mana saja yang lebih
memungkinkan berdakwah kepadanya adalah lebih patut dijadikan tempat tinggal .
Wajib (berhijrah dari Darul Islam) manakala seorang Muslim tidak dapat melaksanakan
syiar-syiar Islam, seperti shalat, puasa, adzan, haji dan lain sebagainya di negeri tersebut. Boleh
(berhijrah dari Darul Islam) manakala seorang Muslim menghadapi bala’ (cobaan) yang
menyulitkannya di negeri tersebut. Dalam kondisi seperti ini ia boleh keluar darinya menuju
negeri Islam yang lain. Tetapi haram (berhijrah dari Darul Islam) manakala hijrahnya itu
mengakibatkan terabaikanya kewajiban Islam yang memang tidak dapat dilaksanakan oleh
orang selainnya.
Kedua,
Menunjukkan adanya titip persamaan antara prinsip Nabi Muhammad saw dan Bani Isa as . Ia
seorang ynag mukhlis dan jujur dalam kenasraniannya. Salah satu bukti keikhlasannya adlah ,
bahwa dia tidak mengikuti ajaran yang menyimpang, dan tidak berpihak kepada orang yang
aqidahnya berbeda dengan ajaran Injil dan apa yang dibawa oleh Isa as.
Seandainya kepercayaan „Isa anak Allah“ dan „Tritunggal“ yang didakwahkan oleh
para pengikut Isa as itu benar, niscaya Najasyi (sebagai orang yang paling jujur) dan ikhlas
kepada kenasraniannya) akan berpegang teguh kepada kepercayaan tersebut, dan pasti akan
menolak penjelasan kaum Muslimin serta membela kaum Quraisy.
Tetai ternyata Najasyi berkomentar tentang pandangan al-Quran terhadap kehidupan
Isa as ( yang dibacakan oleh Ja’far) dengan ucapannya :
„Apa yang engkau baca dan apa yang dibawa oleh Isa as sesungguhnya keluar dari pancaran
sinar yang satu dan sama“
Komentar ini diucapkan oleh Najasyi di hadapan para uskup dan tokoh al-Kitab yang
ada di sekitarnya.
Hal ini membuktikan kepada kita bahwa semua Nabi membawa aqidah yang sama.
Perselisihan di antara ahli Kitab terjadi sebagaimana dijelaskan Allah, setelah mereka
mendapatkan pengetahuan karena kedengkian yang ada pada diri mereka.
Ketiga,
Bila diperlukan , kaum Muslimin boleh meminta perlindungan kepada non-muslim, baik dari
ahli kitab seperti Najasyi yang pada waktu itu masih Nasrani ( tetapi setelah itu amsuk Islam)
atau dari orang musyrik seperti mereka yang dimintai perlindungan oleh kaum Muslimin ketika
64
kembali ke Mekkah, antara lain Abu Thalib paman Rasulullah saw dan Muth’am bin ‘adi yang
dimintai perlindungan oleh Rasulullah saw ketika masuk Mekkah sepulangnya dari Tha’if.
Tindakan ini dibenarkan selama perlindungan tersebut tidak membahayakan dakwah
Islam, atau mengubah sebagian hukum atau menghalangi nahi munkar. Jika syarat ini tidak
dipenuhi, maka seorang Muslim tidak dibenarkan meminta perlindungan kepada non-muslim.
Sebagai dalil ialah sikap Rasulullah saw ketika diminta tidak mengecam tuhan-tuhan kaum
musyrik maka ketika itu Rasulullah saw menyatakan diri keluar dari perlindungan pamannya
dan menolak untuk mendiamkan sesuatu yang harus dijelaskan untuk ummat manusia.
Utusan Pertama Menemui Rasulullah saw
Pada saat Rasulullah saw dan para sahabat sedang menghadapi siksaan dan gangguan
dari kaum Quraisy, datanglah utusan dari luar Mekkah menemui Rasulullah saw ingin
mempelajari Islam. Mereka berjumlah tiga puluh orang lebih semuanya lelaki dari kaum
Nasrani habasyiah, datang bersama Ja’far bin Abu Thalib. Setelah bertemu dengan Rasulullah
saw dan mengetahui sifat-sifatnya , serta mendengar ayat-ayat al-Quran yang dibacakan kepada
mereka , segeralah mereka beriman semuanya.
Ketika berita ini sampai kepada Abu Jahal, seera ia mendatangi mereka seraya berkata,“
Kami belum pernah melihat utusan yang paling bodoh kecuali kamu! Kamu diutus oleh
kaummu untuk menyelidiki orang ini, tetapi belum sempat kamu duduk dengan tenang di
hadapannya, kamu sudah melepas agamamu, dan membenarkan apa yang diucapkannya.“
Jawab mereka,“ Semoga keselamatan atasmu. Kami tidak mau bertindak bodoh seperti kamu.
Biarlah kami mengikuti pendirian kami, dan kamu pun bebas mengikuti pendirianmu. Kami
tidak ingin kehilangan kesempatan yang baik ini.“
Berkatan dengan peristiwa itu Allah menurunkan firman-Nya :
„ Orang-orang yang telah Kami datangkan kepada mereka al-Kitab sebelum al-Quran , mereka
beriman (pula) dengan al-Quranitu . Dan apabila dibacakan (al-Quran itu ) kepada mereka,
mereka berkata,“ Kami beriman kepadanya, sesungguhnya al-Quran itu adalah sesuatu
kebenaran dari Rabb kami, sesungguhnya kami sebelumnya adalah orang-orang yang
membenarkan-nya.“Mereka itu diberi pahala dua kali disebabkan kesabaran mereka, dan
merekamenolak kejahatan dengan kebaikan, dan sebagian dari apa yang telah Kami rejekikan
kepada mereka, mereka nafkahkan. Dan apabila mereka mendengar perkataan yang tidak
bermanfaat mereka berpaling daripadanya dan mereka berkata ,“ Bagi kami amal-amal kami,
dan bagimu amal-amalmu, kesejahteraan atas dirimu, kami tidak ingin bergaul dengan orangorang
bodoh.“ QS al-Qashash : 52-55
Beberapa Ibrah
Berkaitan dengan utusanini ada dua masalah penting yang menarik perhatian kita :
Pertama :
Bahwa kedatangan utusan itu ke Mekkah untuk menemui Rasulullah saw dan mempelajari
Islam, pada sat-saat kaum Muslimin sedang menghadapi siksaan, gangguan, pemboikotan, dan
tekanan, merupakan bukti nyata bahwa penderitaan dan musibah ynag dialami oleh para aktivis
dakwah tidak berarti sama sekali sebagai suatu kegagalan. Di samping tidak boleh menjadi
lemah atau putus asa. Bahkan siksaan dan gangguan, sebagaimana telah kami katakan,
65
merupakan jalan yang harus ditempuh untuk mencapai keberhasilan dan kemenangan. Utusan
dari Nasrani Habasyiah yang berjumlah tiga puluh orang atau dalam riwayat lain dikatkaan
empat puluh orang lebih, datang dari negeri seberang kepada Rasulullah saw untuk menyatakan
wala’ (dukungan) kepada dakwah baru (Islam). Juga secara de fakto menyatakan bahwa musumusuh
dakwah Islam tidak akan mampu kendatipun melancarkan berbagai tekanan teror,
sisksaan, dan intimidasi keapda para aktivisnya menghalangi keberhasilannya atau menahan
penyebarannya ke berbagai penjuru dunia.
Dan seolah-olah Abu Jahal telah mengetahui hakekat ini, sehingga terlihat nyata
pengaruhnya pada jiwa dan ucapannya yang busuk yang ditujukan kepada utusan tersebut.
Tetapi apa yang dapat ia lakukan ? Sesuatu yang dapat ia lakukan hanyalah meningkatkan
penyiksaan dan teror kepada kaum Muslimin. Dia dan orang-orang yang sepertinya tidak akan
mampu menghalangi keberhasilan dan tersebarnya dakwah Islam.
Kedua :
Apakah jenis keimanan para utusan tersebut ? Apakah dari jenis keimana orang yang keluar
dari kegelapan kepada cahaya terang ?
Sesungguhnya keimanan mereka hanyalah kelanjutan dari keimanan yang terdahulu, dan
sekedar melaksanakan konsekuensi dari aqidah yang dianutnya. Mereka adlah (menurut istilah
para perawi Sirah) para panganut Injil yang beriman dan mengikuti petunjuknya . Karena Injil
memerintahkan agar mengikuti Rasul yang datang sesudah Isa as, maka sebagai konsekuensi
keimananya ialah mengimani Nabi ini, yaitu Muhammad saw.
Dengan demikian keimanan mereka kepada Rasulullah saw bukan proses perindahan
dari suatu agama kepada agama lain yang lebih baik. Tetapi hanya merupakan kelanjutan dari
hakekat keimanan kepada Isa as dan ajarannya. Inilah yang dimaksudkan oleh Allah dalam
firman-Nya :
„Dan apabila dibacakan (al-Quranitu ) kepada mereka, mereka berkata,“ Kami beriman
kepadanya, sesungguhnya al-Quran itu adalah suatu kebenaran dari Rabb kami, sesungguhnya
kami sebelumnya adalah orang-orang yang membenarkan(nya).“ QS Al-Qashash : 53
Yakni kami sebelumnya telah membenarkan dan mengimani ajaran yang diserukan oleh
Muhammad saw, sebelum bi’tsahnya, karena ajaran itu termasuk yang diperintahkan oleh Injil
untuk mengimaninya.
Demikianlah sikap setiap orang yang benar-benar berpegang teguh kepada ajaran yagn
dibawa oleh Isa as atau Musa as. Karena itu Allah memerintahkan Rasul-Nya agar dalam
mengajak ahli Kitab kepada Islam cukup dengan menuntut pelaksanaan ajaran yang terdapat di
dalam Taurat dan Injil yang mereka imani. Firman Allah :
„Katakanlah „Hai ahli Kitab, kamu tidak dipandang beragama sedikitpun sehingga kamu
menegakkan ajaran-ajaran Taurat dan Injil....“ QS al-Ma’idah : 68
Ini merupakan penegasan terhadap apa yang telah kami jelaskan , bahwa ad-Dinul Haq
( agama yang benar) itu hanya satu semenjak Adam as hingga Nabi Muhammad saw. Perkataan
„agama-agama langit“ yang sering kita dengar adalah tidak benar.
Ya, memang terdapat syariat-syariat langit yang beraneka ragam dan setiap syariat
langit menghapuskan syariat sebelumnya. Tetapi tidak boleh disamakan antara ad-Din atau
66
aqidah dengan syariat yang bearti hukum-hukum amaliah yang berkaitan dengan peribadatan
atau mu’amalah.
Tahun Duka Cita
Pada tahun kesepuluh kenabian, istri Nasbi saw, Khadijah binti Khuwailid, dan
pamannya , Abu Thlaib , wafat. Berkata Ibnu Sa’d dalam Thabaqat-nya : Selisih waktu antara
kematian Khadijah dan kematian Abu Thalib hanya satu bulan lima hari.
Khadija r.a. sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Hisyam adalah menteri kebenaran untuk
Islam. Pada saat-saat Rasulullah saw menghadapi masalah-masalah berat, beliaulah yang selalu
menghibur dan membesarkan hatinya. Akan halnya Abu Thalib, dia telah memberikan
dukungan kepada Rasulullah saw dalam menghadapi kaumnya.
Berkata Ibnu Hisyam : Setelah Abu Thalib meninggal, kaum Quraisy bertambah leluasa
melancarkan penyiksaan kepada Rasulullah saw, sampai orang awam Quraisy pun berani
melemparkan kotoran ke atas kepala Rasulullah saw. Sehingga pernah Rasulullah saw pulang
ke rumah berlumuran tanah. Melihat ini, salah seorang putri beliau bangkit dan membersihkan
kotoran dari atas kepalanya sambil menangis. Tetapi Rasulullah saw berkata
kepadanya,“Jananganlah engkau menangis wahai anakku, sesungguhnya Allah akan menolong
bapakmu.“
Nabi saw menamakan ini sebagai „tahun duka cita“, karena begitu berat dan hebatnya
penderitaan di jalan dakwah pada tahun ini.
Beberapa Ibrah
Perhatikanlah , apa sebenarnya hikmah dan rahasia Allah dalam mempercepat kematian
Abu Thalib, sebelum terbentuknya kekuatan dan masih sedikitnya pertahanan kaum Muslimin
di Mekkah ? Padahal seperti telah diketahui , Abu Thalib banyak memberikan pembelaan
kepada Rasulullah saw . Demikian pula , apa hikmah dan rahasia Allah dalam mempercepat
kematian Khadijah r.a. ? Padahal Rasulullah saw masih sangat memerlukan orang yang selalu
menghibur dan membesarkan hatinya , atau meringankan beban-beban penderitaannya ?
Di sini nampak suatu fenomena penting yang berkaitan dengan prinsip aqidah Islam.
Seandainya Abu Thalib berusia panjang mendampingi dan membela Rasulullah saw
sampai tegakknya negara Islam di Madinah, dan selama itu Rasulullah saw dapat terhindar dari
gangguan kaum musyrik, niscaya akan timbul kesan bahwa Abu Thlaib adalah tokoh utama
yang berada di balik layar dakhwa ini. Dialah yang dengan kedudukannya dan pengaruhnya ,
seolah-olah memperjuangkan dan melindungi dakwah Islam, kendatipun tidak menampakkan
keimanan dan keterikatannya kepada dakwah Islam. Atau tentu muncul analiya panjang lebar
yang menjelaskan „nasib baik“ yang diperoleh Rasulullah saw pada saat melaksanakan
dakwahnya lantaran pembelaan pamannya. Sementara nasib baik ini tidak diperoleh kaum
67
Muslimin yang ada di sekitarnya. Seolah-olah , ketika semua orang disiksa dan dianiaya, hanya
beliaulah yang terbebas dan terhindar.
Sudah menjadi ketentuan Ilahi bahwa Rasulullah saw harus kehilangan orang yang
secara lahiriah melindungi dan mendampinginya. Abu Thalib dan Khadijah. Ini antara lain untuk
menampakkan dua hakekat penting.
Pertama, sesungguhnya perlindungan itu , pertolongan dan kemenangan itu hanya datang dari
Allah swt. Allah telah berjanji untuk melindungi Rasul-Nya dari kaum musyrik dan musuhmusuhnya.
Karena itu , dengan atau tanpa pembelaanmanusia, Rasulullah saw tetap akan dijaga
dan dilindungi oleh Allah, dan bahwa dakwahnya pada akhirnya akan mencapai kemenangan.
Kedua, ‘ishmah (perlingungan dan penjagaan) di sini tidka berarti terhindar dari gangguan,
penyiksaan atau penindasan. Tetapi arti ‘ishmah (perlindungan) yang dijanjikan Allah dalam
firman-Nya :
„Allah melindungi dari (ganggungan) manusia ,“QS al-Ma’idah : 67
Ialah perlindungan dari pembunuhan atau dari segala bentuk rintangan dan perlawanan
yang dapat menghentikan dakwah Islam. Ketetapan Ilahi bahwa para Nabi dan Rasul-Nya
harus merasakan aneka ragam gangguan dan penyiksaan tidak bertentangan dengan prinsip
‘ishmah yang dijanjikan oleh Allah kepada mereka.
Oleh sebab itu setelah ayat :
„Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan
(kepadamu), dan berpalinglah dari orang-orang musyrik. Sesungguhnya Kami memelihara
kamu dari (kejahatan) orang-orang yang memperolok-olok (kamu.“ QS al-Hijr 94-95
Allah berfirman kepada Rasulullah saw :
„Dan Kami sungguh-sungguh mengetahui , bahwa dadamu sempit disebabkan apa yang mereka
ucapkan, maka bertasbihlah dengan memuji Rabb-mu dan jadilah kamu di antara orang-orang
yang bersujud (shalat), dan sembahlah Rabb-mu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal).“
QS al-Hijr : 97-99
Adalah teramsuk Sunnahtullah dan hikmah Ilahiyah yang sangat besar artinya bahwa
Rasulullah saw harus mengalami dan menghadapi berbagai cobaan berat di jalan dakwah.
Sebab dengan demikian para da’i pada setiap jaman akan menganggap ringan segala bentuk
cobaan berat yang ditemuinya di jalan dakwah.
Seandainya Nabi saw berhasil dalam dakwahnya tnapa penderitaan atau perjuangan
berat, niscaya para sahabatnya dan kaum Muslimin sesudahnya ingin berdakwah dengan santai ,
sebagaimana yang dilalukan oleh beliau dan merasa berat menghadapi penderitaan dan ujian
yang mereka temui di jalan dakwah.
Tetepi, dengan melihat penderitaan yang dialami Rasulullah saw akan terasa ringanlah
segala beban penderitaan yang harus dihadapi oleh kaum Muslimin di jalan dakwah. Karena
dengan demikian mereka sedang merasakan apa yang pernah dirasakan oleh Rasulullah saw
dan berjalan di jalan yang perlah dilewati oelh beliau.
Betapapun penghinaan dan penyiksaan yang dilancarkan manusia kepada mereka, tak
akan pernah melemahkan semangat perjuangannya. Bukankah Rasulullah saw sendiri , sebagai
68
kekasih Allah pernah dianiaya dan dilempari kotoran pada kepalanya sehingga terpaksa harus
pulnag ke rumah dengan kepala kotor ? Apalagi jika dibandingkan dengen penderitaan dan
penyiksaan yang pernah ditemui Rasulullah saw ketika berhijrah di Thaif.
Hal lain yang berkaitan dengan bagian Sirah Rasulullah saw ini ialah, munculnya
anggapan dari sementara pihak bahwa Rasulullah saw menamakan tahun ini sebagai tahun duka
cita semata-mata karena kehilangan pamannya , Abu Thalib dann istrinya, Khadija binti
Khuwailid. Dengan dalih ini , mungkin mereka lalu mengadakan acara berkabung atas kematian
seseorang selama beberapa hari dengan memasang bendera berkabung dan lain sebagainya.
Sebenarnya pemahaman dan penilaian ini keliru. Sebab Nabi saw tidak bersedih hati
sedemikian rupa atas meninggalnya paman dan istrinyanya. Rasulullah saw juga tidak menyebut
tahunini dengan tahun duka cita, semata-mata karena kehilangna sebagian keluarganya. Tetapi
karena bayangan akan tertutupnya hampir seluruh pintu dakwah Islam setelah kematian kedua
orang ini. Sebagaimana kita ketahui , pembelaan Abu Thalib kepada Rasulullah saw benyak
memberikan peluang dan jalan untuk menyampaikan dakwah dan bimbingan. Bahkan
Rasulullah saw sendiri telah melihat sebagian keberhasilannya dalam membantu melaksanakan
tugas dakwahnya.
Tetapi setelah kematian Abu Thalib peluang-peluang itu menjadi tertutup. Setiap kali
mencoba untuk menerobos selalu saja mendapatkan rintangan dan permusuhan. Kemana saja
beliau pergi , jalan selalu tertutup baginya. Tak seorangpun yang mendengarkan dan meyakini
dakwahnya. Bahkan semua orang mencemoohkan dan memusuhinya. Sehingga hal ini
menimbulkan rasa sedih ynag mendalam di hati Rasulullah saw, karena itulah kemudian tahun
ini dinamkan tahun duka cita.
Bahkan eksedihan karena keberpalingan manusia dari kebenaran yang dibawanya ini
telah sedemikian rupa mempengaruhi dirinya, sehingga unutk mengurangi kesedihan ini Allah
menurunkan beberapa ayat yang menghibur dan mengingatkannya, bahwa ia hanya dibebani
tugas untuk menyampaikan, tidak perlu menyesali diri sedemikian rupa , jika mereka tidak mau
beriman dan menyambut seruannya.
Perhatikan ayat-ayat berikut ini :
„Sesungguhnya Kami mengetahui bahwa apa yang mereka katakan itu menyedihkan hatimu,
(janganlah kamu bersedih hati), karena mereka sebenarnya bukan mendustakan kamu , akan
tetapi orang-orang yang dzalim itu mengingkari ayat-ayat Allah. Dan sesungguhnya telah
didustakan (pula) Rasul-rasul sebelum kamu, akan tetapi mereka sabar terhadap pendustaan
dan penganiayaan (yang dilakukan) terhadap mereka. Tak ada seorangpun yang dapat
mengubah kalimat-kalimat (janji ) Allah. Dan sesungguhnya telah datang kepadamu sebagian
dari berita Rasul-rasul itu. Dan jika perpalingan mereka (darimu) terasa amat berat bagimu,
maka jika kamu dpat membuat lubang di bumi atau tangga di langit lalu kamu daapt
mendatangkan mu’jizat kepada mereka, (maka buatlah). Kalau Allah menghendaki tentu saja
Allah menjadikan mereka semua dalam petunjuk, sebab itu janganlah kamu sekali-kali termasuk
orang yang jahil.“
QS al-An’am : 33-35
Hijrah Rasulullah saw ke Thaif
69
Setelah merasakan berbagai siksaan dan penderitaan yang dilancarkan kaum Quraisy ,
Rasulullah saw berangkat ke Thaif mencari perlindungan dan dukungan dari bani Tsaqif dan
berharap agar mereka dapat menerima ajaran yang dibawanya dari Allah.
Setibanya di Thaif , beliau menuju tempat para pemuka bani Tsaqif , sebagai orangorang
yang berkuasa di daerah tersebut. Beliau berbicara tentang Islam dan mengajak mereka
supaya beriman kepada Allah. Tetapi ajakan beliau terebut ditolak mentah-menta dan dijawab
secara kasar. Kemudian Rasulullah saw bangkit dan meninggalkan mereka, seraya mengharap
supaya mereka menyembunyikan berita kedatangannya ini dari kaum Quraisy , tetapi
merekapun menolaknya.
Mereka lalu mengerahkan kaum penjahat dan para budak untuk mencerca dan
melemparinya dengan btu, sehingga mengakibatkan cidera pada kedua kaki Rasulullah saw .
Zaid bin Haritsah, berusaha keras melindungi beliau, tetapi kewalahan, sehingga ia sendiri
terluka pada kepalanya.
Setelah Rasulullah saw sampai di kebun milik ‘Utbah bin Rabi’ah kaum penjahat dan
para budak yang mengejarnya berhenti dan kembali. Tetapi tanpa diketahui ternyata beliau
sedang diperhatikan oleh dua orang anak Rabi’ah yang sedang berada di dalam kebun. Setelah
merasa tenang di bawah naungan pohon anggur itu, Rasulullah saw mengangkat kepalanya
seraya mengucapkan doa berikut :
„Ya, Allah kepada-Mu aku mengadukan kelemahanku kurangnya kesanggupanku, dan
kerendahan diriku berhadapan dengan manusia. Wahai Dzat Yang Maha Pengasih ladi Maha
Penyayang. Engkaulah Pelindung bagi si lemah dan Engkau jualah pelindungku! Kepada siaa
diriku hendak Engkau serahkan ? Kepada orang jauh ynag berwajah suram terhadapku, atau
kah kepada musuh yang akan menguasai diriku ? Jika Engkau tidak murka kepadaku, maka
semua itu tak kuhiraukan , karena sungguh besar nikmat yang telah Engkau limpahkan
kepadaku. Aku berlindung pada sinar cahaya wajah-Mu , yang menerangi kegelapan dan
mendatangkan kebajikan di dunia dan di akherat dari murka-Mu yang hendak Engkau turunkan
dan mempersalahkan diriku. Engkau berkenan. Sungguh tiada daya dan kekuatan apa pun
selain atas perkenan-Mu.“
Berkat do’a Rasulullah saw itu tergeraklah rasa iba di dalam hati kedua anak lelaki
Rabi’ah yang memiliki kebun itu. Mereka memanggil pelayannya seorang Nasrani, bernama
Addas, kemudian diperintahkan,“ Ambilkan buah anggur, dan berikan kepada orang itu!“
Ketika Addas emletakkan anggur itu di hadapan Rasulullah saw, dan berkata kepadanya,“
Makanlah!“ Rasulullah saw mengulurkan tangannya seraya mengucapkan ,“Bismillah.“
Kemudian dimakannya.
Mendengar ucapan beliau itu, Addas berkata,“Demi Allah, kata-kata itu tidap pernah
diucapkan oleh penduduk daerah ini.“ Rasulullah saw bertanya,“ Kamu dari daerah mana dan
apa agamamu?“ Addas menjawab,“ Saya seorang Nasrani dari daerah Ninawa ( sebuah desa di
Maushil sekarang).“ Rasulullah saw bertanya lagi ,“ Apakah kamu dari negeri seorang saleh
yang bernama Yunus anak Matius ?“ Rasulullah saw menerangkan „Yunus bin Matius adalah
saudaraku. Ia seorang Nabi dan aku pun seorang Nabi.“ Seketika itu juga Addas berlutut di
hadapan Rasulullah saw , lalu mencium kepala, kedua tangan dan kedua kaki beliau.
Ibnu Ishaq berkata : Setelah itu Rasulullah saw meninggalkan Thaif dan kembali ke
Mekkah sampai di Nikhlah Rasulullah saw bangun pada tengah malam melaksanakan shalat.
Ketika itulah beberapa makhluk yang disebutkan oleh Allah lewat dan mendengar bacaan
70
Rasulullah saw. Begitu Rasulullah saw selesai shalat, mereka bergegas kembali kepada
kaumnya seraya memerintahkan agar beriman dan menyambut apa yang baru saja mereka
dengar.
Kisah mereka ini disebutkan Allah di dalam firman-Nya :
„Dan ingatlah ketika Kami hadapkan serombongan jin kepadamu yang mendengarkan al-Quran
, maka tatkala mereka menghadiri pembacaan(nya), lalu mereka berkata ,“Diamlah kamu
(uhntuk mendengarkanya).“ Ketika pembacaan telah selesai , maka kembali mereka kepada
kaumnya (untuk) memberi peringatan. Mereka berkata ,“Hai kaumu kami sesungguh kami
telah mendengarkan kitab (a-Quran9 yang telah diturunkan sesudah Musa yang membenarkan
kitab-kitab sebelumnya lagi memimpin kepada kebenaran dan kepada jalan yang lurus. Hai
kaum kami, terimalah (seruan) orang yang meyeru kepada-Nya, niscaya Allah akan
mengampuni dosa-dosa kamu dan melepaskan kamu dari azab ynag pedih.“ QS al-Ahqaf : 29-
31
Dan di dalam firman-Nya yang lalu :
„Katakanlah (hai Muhammad),“Telah diwahyukan kepadaku bahwa telah mendengarkan
sekumpulan jin (akan al-Quran) lalu mereka berkata,“ Sesungguhnya kami telah mendengarkan
al-Quran yang menakjubkan.“ QS al-Jin : 1
kemduian Rasulullah saw bersama Zaid berangkat menuju ke Mekkah. Ketika itu Zaid
bin Haritsa bertanya kepada Rasulullah saw ,“Bagaimana engkau hendak pulang ke Mekkah,
sedangkan penduduknya telah emngusir engkau dari sana?“ Beliau menjawab ,“ Hai Zaid,
sesungguhnya Allah akan menolong agama-Nya dan membela Nabi-Nya.“
Lalu Nabi saw mengutus seorang lelaki dari Khuza’ah untuk menemui Muth’am bin
‘Adi dan mengabarkan bahwa Rasulullah saw ingin masuk ke Mekkah dengan perlindungan
darinya. Keinginan Nabi saw ini diterima oleh Muth’am sehingga akhirnya Rasulullah saw
kembali memasui Mekkah.
Beberapa Ibrah
Dari peristiwa hijrah yang dilakukan Rasulullah sw ini dan dari siksaan dan penderitaan
yang ditemuinya dalam perjalanan ini, kemudian dari proses kemblainya Rasulullah saw ke
Mekakh , kita dapat menarik beberapa perlajaran berikut :
Pertama, bahwa semua bentuk penyiksaan dan penderitaan yang dialami Rasulullahs aw ,
khususnya dalam perjalanan hijrah ke Thaif ini hanyalah merupakan sebagian dari perjuangan
tabligh-nya kepada manusia.
Disutusnya Rasulullah saw bukan hanya untuk menyampakan aqidah yang benar
tentang alam dan penciptaannya, hukum-hukum ibadah, akhlak, dan mu’amalah tetapi juag
untuk menyampaikan kepada kaum Muslimin kewajiban bersabar yang telah diperintahkan
Allah dan menjelaskan cara pelaksanaan sabar dan mushabarah (melipatgandakan kesabaran)
yang diperintahkan Allah di dalam firman-Nya :
„Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu, dan tetaplah
bersiap siaga dan bertawakalah kepada Allah, supaya kamu beruntung.“ QS Ali Imran : 200
Rasulullah saw telah mengajarkan kepada kita cara melaksanakan peribadatan dengan
peragaan yang bersita aplikatif , lalu bersabda :
71
„Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat (cara) aku shalat.
Sabda Nabi saw :
„Ambillah dariku manasik (cara pelaksanaan ibadah haji) mu.“
Jika hal ini dikaitkan dengan kesabaran, maka seolah-olah Rasulullah saw melalui
kesabaran yang telah dicontohkannya, memerintahkan kepada kita,“Bersabarlah sebagaimana
kamu melihat aku bersabar.“ Sebab bersabar merupakan salah atu prinsip Islam terpenting yang
harus disampaikan kepada semua manusia.
Dalam memandang fenomena hijrah Rasulullah saw ke Thaif ini, mungkin ada orang
menyimpulkan bahwa Rasulullah saw telah menemui jalan buntu dan merasa putus asa,
sehingga dalam menghadapi penderitaan yang sangat berat itu ia mengucapkan doa tersebut
kepada Allah, setelah tiba di kebun kedua anak Rabi’ah.
Tetapi sebenarnya Rasulullah saw telah menghdapi penganiayaan tersebut dengan peuh
ridha, ikhlas dan sabar. Seandainya Rasulullah saw tidak sabar menghadapinya tentu beliau
telah membalas jika suka tindakan orang-orang jahat dan para tokoh Bani Tsaqif yang
mengerahkan mereka. Namun ternyata Rasulullah saw tidak melakukannya.
Di antara dalil yang menguatkan apa yang kami kemukakan ialah hadits yang
diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Aisyah r.a , ia berkata :
„Wahai Rasulullah saw , pernahkah engkau mengalami peristiwa yang lebih berat dari peristiwa
Uhud ?“ Jawab Nabi saw ,“Aku telah mengalami berbagai penganiayaan dari kaumku. Tetapi
penganiayaan terberat yang pernah aku rasakan ialah pada hari ‘Aqabah di mana aku datang
dan berdakwah kepada Ibnu Abdi Yalil bin Abdi Kilal, tetapi tersentak dan tersadar ketika
sampai di Qarnu’ts-Tsa’alib. Lalu aku angkat kepalaku, dan aku pandang dan tiba-tiba munsul
Jibril memanggilku seraya berkata ,“ Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan dan
jawaban kaummu terhadapmu, dan Allah telah mengutus Malaikat penjaga gunung untuk
engkau perintahkan sesukamu,“ Nabi saw melanjutkan . Kemudian Malaikat penjaga gunung
memanggilku dan mengucapkan salam kepadaku lalu berkata ,“ Wahai Muhammad
!Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan kaummu terhadapmu. Aku adalah Malaikat
penjaga gunung , dan Rabb-mu telah mengutusku kepadamu untuk engkau perintahkan
sesukamu, jika engkau suka, aku bisa membalikkan gunung Akhsyabin ini ke atas mereka. „
Jawab Nabi saw,“ Bahkan aku menginginkan semoga Allah berkenan mengeluarkan dari anak
keturunan mereka generasi yang menyambah Allah semata, tidak menyekutukan-Nya, dengan
sesuatu pun.“
Ini menunjukkan bahwa Rasulullah saw ingin mengajarkan kepada para sahabatnya dan
ummatnya sesudahnya, kesabaran dan seni kesabaran dalam menghadapi segala macam
penderitaan di jalan Allah.
Mungkin timbul pertanyaan lain : Apa arti pengaduan yang telah disampaikan oleh
Rasulullah saw ? Apa maksud lafadzh-lafadzh doanya ynag mengungkapkan perasaan putus asa
dan kebosanan akhibat berbagai usaha dan perjuangan yang hanya menghasilkan penderitaan
dan penyiksaan ?
Jawabnya, bahwa pengaduan kepada Allah adalah ‘ibadah. Merendahkan diri kepada-
Nya dan menghinakan diri di hadapan pintu-Nya adalah perbuatan taqarrub ketaatan.
72
Sesungguhnya penderitaan dan musibah yang menimpah manusia mempunyai beberapa
hikmah. Di antaranya, akan membawa orang yang mengalami musibah dan penderitaan itu
kepada pintu Allah dan meningkatkan ‘Ubudiyah kepada-Nya. Maka tidak ada pertentangan
antara kesabaran terhadap penderitaan dan pengaduan kepada Allah. Bahkan kedua sikap ini
merupakan tuntutan yang diajarkan Rasulullah saw kepada kita . melalui kesabarannya
terhadap penderitaan dan penganiayaan, Rasulullah saw ingin mengajarkan kepada kita bahwa
kesabaran ini adlah tugas kaum Muslimin secara umum, dan para da’i secara khususnya.
Melalui pengaduan dan taqarrub kepada Allah, Rasulullah saw ingin mengajarkan kepada kita
kewajiban ‘ubudiyah dan segala konsekuensinya kepada kita.
Perlu disadari betatapun tingginya jiwa manusia, dia tidak akan melampaui batas
kemanusiaannya. Manusia selamanya tidak dapat menghindari diri dari fitrah, perasaannya,
perasan senang dan sedih, perasaan menginginkan kesenangan dan tidak menghendaki
kesusahan.
Ini berarti bahwa Rasulullah saw kendatipun telah mempersiapkan dirinya untuk
menghadapi berbagai penganiayaan dan penyiksaan di jalan Allah, tetapi beliau tetap memiliki
perasaan sebagai manusia, merasa sakit bila tertimpa kesengsaraan, dan merasa bahagia bila
mendapatkan kesenangan.
Tetapi Rasulullah saw rela menghadapi penderitaan berat dan meninggalkan kesenangan
demi mengharap ridhah Allah dan menunaikan kewajiban ‘ubudiyah . Di sinilah letak pemberian
pahala dan terlihatnya arti taklif (pembebanan) kepada manusia.
Kedua, jika anda perhatikan setiap peristiwa Sirah Rasulullah saw bersama kaumnya, akan
adan dapati bahwa penderitaan yang dialami oleh Rasulullah saw kadang sangat berat dan
menyakitkan. Tetapi pada setiap penderitaan dan kesengsaraan yang dialaminya selalu
diberikan penawar yang melegakan hati dari Allah swt. Penawar ini dimaksudkan sebagai
hiburan bagi Rasulullah saw agar faktor-faktor kekecewaan dan perasaan putus asa tidak
sampai merasuk ke dalam jiwanya.
Dalam peristiwa hijrah Rasulullah saw ke Thaif dengan segala penderitaan yang
ditemuinya, baik berupa penyiksaan ataupun kekecewaan hati, dapat anda lihat adanya penawar
Ilhi terhadap kebodohan orang-orang yang mengejar dan menganiayanya. Penawar ini
tercermin pada seorang lelaki Nasrani, Addas, ketika datang kepadanya seraya membawa
anggur, kemudian bersuimpuh di hadapannya seraya mencium kepada , kedua tangan dan
kakinya, setelah Nabi saw mengabarkan kepadanya bahwa dirinya adalah seoran g Nabi.
Peristiwa ajaib simbol-simbol takdir yang terdapat di dalam peristiwa ini! Kebaikan ,
kedermawanan dan kemuliaan datang begitu cepat memintakan ma’af atas kejahatan,
kebodohan dan kedzaliman ynag baru saja dialaminya . Kecupan mesra itu datang setelah
umpatan-umpatan permusuhan.
Sesungguhnya kedua anak Rabi’ah termasuk musuh bebuyutan Islam. Bahkan termasuk
di antara orang-orang yang mendatangi Abu Thalib, paman Rasulullah saw meinta agar Abu
Thalib menghentikan Muhammad saw atua membiarkan mereka bertarung melawan
Muhammad, sampai salah satu di antara kedua keompok hancur binasa. Tetapi naluri
kebiadaban itu berubah dengan serta merta menjadi naluri kemanusiaan yang dibawa oleh
agama ini, karena masa depan agama berkaitan erat dengan pemikiran, bukan dengan naluri.
73
Demikianlah , agama Nasrani datang memeluk Islam dan mendukungnya, karena satu
agama yang benar dengan agama yang benar lainnya ibarat seseorang dengan saudara
kandungnya. Jika hubungan antara dua orang bersudara itu adlaah hubungan darah, maka
hubungan antara satu agama benar dengan agama benar lainnya adalah hubungan akal dan
pemahaman yang benar.
Kemudian takdir Ilahi menyempurnakan simbolnya di dalam kisah ini dengan
pemetikkan buah anggur sebagai makanan yang manis dan memuaskan. Setangkai anggur yang
telah dipetik ini menjadi simbol bagi ikatan Islam yang agung dan penuh kasih sayang, setiap
buah anggur melambangkan sebuah pemerintahan Islam.
Ketiga, apa yang dilakukan oleh Zaid bin Haritsa, yaitu melindungi Rasulullah saw dengan
dirinya dari lemparan batu orang-orang bodoh bani Tsaqif sampai kepalanya menderita
beberapa luka , merupakan contoh yang harus dilakukan oleh setiap kaum Muslimin dalam
bersikap terhadap pemimpin dakwah. Ia harus melindungi pemimpin dakwah dengan dirinya
sekalipun harus mengorbankan kehidupannya.
Demikianlah sikap para sahabat terhadap Rasulullah saw. Sekalipun beliau sudah tidak
ada di antara kita sekarang, namun kita dapat melakukannya dalam bentuk yang lain, yaitu,
dengan kesiapan diri kita dalam menghadapi segala penderitaan dan penyiksaan di jalan dakwah
Islam, dan menyumbangkan perjuangan berat sebagaimana pernah dilakukan Rasulullah saw.
Tetapi setiap jaman dan masa harus ada para pemimpin dakwah Islam yang
menggantikan kepemimpinan Nabi saw dalam berdakwah, di mana prajurit yang setia dan
ikhlas di sekitar mereka mendukung para pemimpin terssebut dengan harta dan jiwa
sebagaimana yang telah dilakukan kaum Muslimin kepada Rasulullah saw.
Keempat, apa yang dikisahkan oleh Ibnu Ishaq tentang beberapa jin yang mendengarkan
bacaan Rasulullah saw ketika sedang melakukan shalat malam di Nikhlah, merupakan dalil
bagi eksistensi jin , dan bahwa mereka mukallaf (dibebani kewajiban melaksanakan syariat
Islam). Di antara mereka terdapat jin-jin yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya , di
samping mereka yang ingkar dan tidak beriman. Dalil ini telah mencapai tingkatan qath’i (pasti)
dengan disebutkannya di dalam beberapa nash al-Quran yang jelas, seperti beberapa ayat pada
awal seurat al-Jin dan seperti firman Allah di dalam surat al-Ahqaf :
„Dan (ingatlah) ketika Kami hadapkan serombongan jin kepadamu yang mendengarkan al-
Quran, maka tatkala mereka menghadiri pembacaan(nya) lalu mereka berkata ,“Diamlah kamu
(untuk mendengarkannya).“ Ketika pembacaaan telah selesai mereka kembali kepada kaumnya
(untuk) memberi peringatan. Mereka berkata :“ Hai kum kami , sesungguhnya kami telah
mendengarkan kitab (al-Quran) yang telah diturunkan sesudah Musa ynag membenarkan kitabkitab
yang sebelumnya lagi memimpin kepada pendengaran dan kepada jalan yang lurus. Hai
kaum kami , terimalah (seruan) orang yang menyeru kepada Allah dan berimanlah kepada-Nya
Niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosa kamu dan melepaskan kamu dari ahzab yang
pedih.“ QS al-Ahqaf : 29-31
ketahuilah bahwa kisah yang disebutkan Ibnu Ishaq dan diriwayatkan oleh Ibnu Hisyam
di dalam Sirahnya ini, juga disebutkan oleh Bukhari, Muslim, dan Tirmidzi dengan teks yang
hampir sama dengan tambahan rincian sedikit. Dan berikut ini teks yang diriwayatkan oleh
Bukhari dengan sanadnya dari Ibnu Abbas :
74
„Bahwa Nabi saw berangkat bersama sejulah sahabatnya menuju pasar ‘Ukazh . Dalam pada
itu, setan-setan iut kembali. Mereka bertanya-tanya,“Mengapa kita dihalangi dari memperoleh
kabar langit dan dilempari dengan beberapa bintang?“ Dijawab,“ Tidak ada yang menghalangi
kamu dari memperoleh kabar langit kecuali apa yang telah terjadi. Maka pergilah ke segala
penjuru dunia, dari ujung timur sampai ke ujung barat, dan perhatikanlah peristiwa apakah
yang terjadi iut ?“ Lalu mereka pergi melacak dari uung timur sampai ke ujung barat, mencari
apa gerangan yang menghalangi mereka dari mendapatkan kabar langit itu ? Maka
berangkatlah mereka yang pergi ke Tihamah menuju kepada Rasulullah saw di Nikhlah hendak
ke pasar ‘Ukazh, ketika itu Rasulullah saw sedang mengimami para sahabatnya dalam shalat
subuh. Ketika mendengar bacaan al-Quran dengan penuh perhatian mereka mendengarkannya.
Kemudian mereka berkata,“Inilah yang menghalangi kita dari kabar langit.“ Setelah itu mereka
kembali kepada kaum mereka seraya berkata ,“ Wahai kaum kami, sesungguhnya kami telah
mendengarkan al-Quran (bacaan) yang menakjubkan yang menunjukkan kepada kebenaran,
lalu kami mempercayainya, dan kkami tidak menyekutukan Rabb kami dengan siapapun.“ Lalu
Allah menurunkan (ayat) kepada Nbi-Nya,“ Katakanlah ,“Telah diwahyukan kepadaku
bahwasannya telah mendengarkan sekumpulan jin (akan al-Quran) ...“
Teks yang diriwayatkan oleh Muslim dan Tirmidzi sama ddengan riwayat ini, hanya saja
terdapat tambahan di awal hadits : Rasulullah saw tidak membacakan kepada jin, juga tidak
melihat mereka. Ia berangkat bersama sejumlah sahabatnya.
Al-Asqalani berkata : Seolah-olah Bukhari sengaja membuang lafadzh ini, karena Ibnu
Mas’du menyebutkan bahwa Nabi saw membacakan kepada jin. Maka riwayat Ibnu Mas’du
didahulukan daripada penafikan Ibnu Abbas. Bahkan Muslim telah mengisyaratkan hal ini,
kemudian meriwayatkan hadits Ibnu Mas’du setelah hadits Ibnu Abbas ini. Nabi saw bersabda :
„ Telah datang kepadaku seorang penyeru dari bangsa jin, lalu aku berangkat bersamanya,
kemudian akau bacakan al-Quran kepadanya.“ Antara dua riwayat ini dapat dikompromikan
dengan mengatakan bahwa peristiwa terjadi beberapa kali.
Riwayat Muslim, Bukhari dan Tirmidzi ini berbeda dengan riwayat Ibnu Ishaq dalam
dua segi. Pertama, riwayat Ibnu Ishaq tidak menyebutkan bahwa Nabi saw shalat bersama para
sahabatnya. Bahkan riwayat Ibnu Ishaq menjelaskan bahwa Nabi saw shalat sendirian. Padahal
, riwayat-riwayat lain menyebutkan bahwa Nabi saw mengimami sahabatnya. Kedua, riwayat
Ibnu Ishaq tidak menentukan shalat subuh, sementara riwayat-riwayat lain menyebutkannya.
Menyangkut riwayat Ibnu Ishaq tidak ada masalah. Tetapi menyangkut riwayat-riwayat
lain timbul dua kemusykilan. Pertama, Nabi saw berangkat ke Thaif dan pulang darinya ,s
ebagaimana anda ketahui hanya disertai oelh Zaid bin Haritsa. Maka bagaimana mungkin Nabi
saw shalat bersama para sahabatnya ? Kedua , shalat lima waktu tidak disyariatkan kecuali
setelah Isra’ MI’raj sedangkan Isra’Mi’raj terjadi setelah hijrah Rasulullah saw ke Thaif
menurut pendapat Jumhur . Maka bagaimana mungkin Rasulullah saw melaksanakan shalat
subuh pada waktu itu ?
menyangkut kemusykilan pertama dapat dijawab, bahwa mungkin saja Rasulullah saw
ketika sampai di Nihlah (sebuah tempat dekat Mekkah) bertemu dengan para sahabatnya , lalu
shalat subuh bersama mereka di tempat tersebut.
Menyangkut kemusykilan kedua dapat dijawab bahwa peristiwa mendengarnya jin
terhadap bacaan al-Quran ini terjadi lebih dari sekali. Pernah diriwayatkan oleh Ibnu Abbas dan
pernah juga diriwayatkan oleh Ibnu Mas’du. Kedua riwayat ini sama-sama sahih. Dan pendapat
75
inilah yang diambil oleh jumhur ulama peneliti. Ini jika kita mengikuti pendapat yang
mengatakan bahwa peristiwa Isra’ dan MI’raj terjadi setelah hijrah ke Thaif. Tetapi jika kita
mengikuti pendapat yang mengatakan bahwa Isra’ Mi’raj terjadi sebelum hijrah ke Thaif, maka
tidak lagi ada kemusykilan.
Yang perlu kita ketahui, setelah penjelasan di atas bahwa setiap Muslim wajib
mengimani adanya jin, dan bahwa mereka adalah makhluk hidup yang juga dibebani oleh Allah
untuk beribadah kepada-Nya sebagaimana kita, kendatipun semua indera kita tidak dapat
menjangkaunya. Sebab Allah memang menjadikan eksistensi merekae di luar jangkauan
kemampuan mata kita. Apalagi , mata kita hanya bisa melihat beberapa benda t ertentu, dengan
ukuran tertentu , dan dengan syarat-syarat tertentu.
Karena keberadaan makhluk ini didasarkan atas berita yang mutawatir dari al-Quran
dan Sunnah, maka kaum Muslim telah sepakat bahwa setiap orang yang mengingkari atau
meragukan keberadaan jin adalah murtad dan keluar dari Islam. Sebab mengingkari sesuatu
yang bersifat aksiomatik di dalam islam, di samping merupakan pendustaan terhadp kahabr
mutawatir yang datang kepada kita dari Allah dan Rasul-Nya.
Jangan sampai ada orang berakal sehat yang terjerumus ke dalam kedunguan karena
tidak mau meyakini sesuatu yagn tidak sesuai dengan ilmu pengetahuan, kemudian menolak
keberadaan jin hanya karena dia tidak melihat jin.
„Kebodohan intelektual“ seperti ini akan mengharuskan pengingkaran terhadap setiap
benda atau makhluk ghaib h anya karena tidak dapat dilihat. Padahal kaidah ilmiah yang sudah
terkenal mengatakan :Tidak dapat dilihatnya sesuatu tidak berarti tidak adanya sesuatu
tersebut.
Kelima, apa pengaruh semua peristiwa disaksikan dan dialami oleh Rasulullah saw selama
perjalannya ke Thaif ini pada dirinya ?
Jawabannya , terhadap pertanyaan ini nampak jelas dalam jawaban Rasulullah saw
kepada Zaid bin Haritsa ketika Zaid bertanya kepadanya dengan penuh keheranan :
„Bagaimana engkau hendak pulang ke Mekkah, wahai Rasulullah saw , sedangkan
penduduknya telah mengusir engkau dari sana?“
Dengan tenang dan penuh keyakinan Rasulullah saw menjawab :
„Hai Zaid !Sesungguhnya Allah-lah yang akan memberi kita jalan keluar sebagaimana yang
akan engkau lihat nanti. Sesungguhnya Allah akan menolong agama-Nya dan membela Nabi-
Nya.
Jelas bahwa semua yang disaksikan dan dialaminya di Thaif setelah penyiksaan dan
penganiayaan yang dialaminya di mekkah, tidak memiliki pengaruh sama sekali terhadap
keyakinannya kepada Allah, atau melemahkan kekuatan teakadnya yang positif di dalam
jiwany.a
Demi Allah ! Ini bukanlah ketabahan manusia biasa yang memiliki kekuatan lebih dalam
menghadapi penderitaan dan tekanan. Tetapi ia adalah keyakinan Nubuwwah yang telah
menghujam dalam di dalam hatinya. Rasulullah saw mengetahui bahwa segala tindakkannya itu
semata-mata untuk menjalankan perintah Allah dan berjalan di atas jalan ynag diperintahkan76
Nya , beliau tidak pernah ragu sedikitpun bahwa Allah pasti akan memenangkan urusan-Nya,
dan bahwa Dia telah menjadikan ketentuan bagi tiap sesuatu.
Pelajaran yang dapat kita ambil dalam hal ini, bahwa semau penderitaan dan rintangan
yang ada di jalan dakwah Islam tidak boleh menghalangi atau menghentikan perjuangan kita,
atau mengakibnatkan kegentaran dan kemalasan dalam diri kita, slama kita berjalan di atas
petunjuk keimanan kepada Allah. Siapa saja yang telah mengambil bekal kekuatannya dari
Allah, maka dia tidak akan pernah mengenal putus asa atau malas. Selama Allah yang
memerintahkan, pasti Dia akan menjadi penolong dan pembela.
Kehinaan, kemalasan dan putus asa akibat penderitaan dan rintangan, hanya akan
dialami oleh orang yang menganut prinsip dan ideologi yang tidak diperintahkan Allah. Sebab
mereka hanya mengandalkan kepada kekuatannya sendiri, kekuatan manusia yang serba
terbatas. Segala bentuk kekuatan dan ketabahan manusia akan berubah dan terancam
kehancuran dan kelesuan manakala mengalami penderitaan dan kesengsaraan yang panjang
mengingat ukuran kekuatan manusia yang serba terbatas.
Mu’jizat Isra’ dan Mi’raj
Isra’ ialah perjalanan Nabi saw dari Masjidil al-Haram di Mekkah ke Masjidil al-Aqsha
di al-Quds. Mi’raj ialah kenaikan Rasulullah saw menembus beberapa lapisan langit tertinggi
sampai batas yang tidak dapat dijangkau oleh ilmu semua makhluk, Malaikat, manusia dan jin .
Semua itu ditempuh dalam sehari semalam.
Terjadi silang pendapat tentang sejarah terjadinya mu’jizat ini. Apakah pada tahun
kesepuluh kenabian ataukah sesudahnya ? Menurut riwayat Ibnu Sa’d di dalam Thabaqat-nya
peristiwa ini terjadi delapan belas bulan sebelum hijrah.
Jumhur kaum Muslim sepakat bahwa perjalanan ini dilakukan Rasulullah saw dengan
jasad dan ruh. Karena itu, ia merupakan salah satu mu’jizatnya ynag mengagumkan yang
dikaruniakan Allah kepadanya.
Kisah perjalanan ini disebutkan oleh Bukhari dan Muslim secara lengkap di dalam
shahihnya. Disebutkan bahwa dalam perjalanan ini Rasulullah saw menunggang Buroq yakni
satu jenis binatang yang lebih besar sedikit dari keledai dan lebih kecil sedikit dari unta.
Binatang ini berjalan denganlangkah sejauh mata memandang. Diebutkan pula bahwa Nabi saw
memasuki Masjidil l-Aqsha lalu shalat dua raka’at di dalamyna. Kemudian Jibril datang
kepadanya seraya membawa segelas khamar dan segelas susu. Lalu Nabi saw memilih susu.
Setelah itu Jibril berkomentar ,“Engkau telah memilih fitarh.“ Dalam perjalanan ini Rasulullah
saw naik ke langit pertama, kedua, ketiga, dan seterusnya sampai ke Sidratul-Muntaha. Di
sinilah kemudian Allah mewahyukan kepadanya apa yang telah diwahyukan di antaranya
kewajiban shalat lima waktu atas kaum Muslim, dimana pada awalnya sebanyak lima puluh kali
sehari semalam.
Keesokan harinya Rasulullah saw menyampaikan apa yang disaksikan kepada penduduk
Mekkah. Tetapi oleh kaum musyrik berita ini didustakan dan ditertawakan. Sehingga sebagian
77
mereka menantang Rasulullah saw untuk menggambarkan Baitul -maqdis, jika benar ia telah
pergi dan melakukan shalat di dalamnya. Padahal ketika menziarahinya, tidak pernah terlintas
dalam pikiran Rasulullah saw untuk menghafal bentuknya dan menghitung tiang-tiangnya.
Kemudian Allah swt memperlihatkan bentuk dan gambar Baitul-maqdis di hadapan Rasulullah
sw sehingga dengan mudah beliau menjelaskannya secara rinci.
Bukhari dan Muslim meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda :
„Ketika kaum Quraisy mendustakan aku, aku berdiri di Hijr (Isma’il), lalu Allah
memperlihatkan Baitul-Maqdis kepadaku. Kemudian aku kabarkan kepada mereka tentang
tiang-tiangnya dari apa yang aku lihat.
Berita ini oleh sebagian kaum musyrik disampaikan kepada Abu Bakar dengan harapan
dia akan menolaknya. Tetapi ternyata Abu Bakar menjawab,“Jika memang benar Muhammad
yang mengatakannya, maka dia telah berkata benar dan sungguh aku membenarkan lebih dari
itu.“
Pada pagi harinya di malam Isra’ itu Jibril datang kepada Rasulullah saw mengajarkan
cara shalat dan menjelaskan waktu-waktunya. Sebelum disyariatkannya shalat lima aktu ,
Rasulullah saw melakukan shalat dua ra’kaat di pagi hari dan dua raka’at di sore hari
sebagaimana dilakukan oleh Ibrahim as.
Beberapa Ibrah
Pertama : Penjelasan tentang Rasul dan Mu’jizat
Banyak penulis yang begitu gemar menggambarkan kehidupan Rasulullah saw sebagai
kehiduapn manusia biasa, jauh dari hal-hal ynag luar biasa dan mu’jizat. Bahkan tidak
memperhatikan sama sekali adanya kemu’jizatan dalam kehidupan nabi saw dengan berdalil
kepada ayat :
„Katakanlah ,“Sesungguhnya mu’jizat itu hanya berada di sisi Allah .....“ QS al-An’am :
109
Gambaran seperti ini akan memberikan kesan kepaa para pembaca bahwa Sirah
Rasulullah saw sama sekali jauh dari mu’jizat dan bukti-bukti yang biasanya digunakan Allah
untuk mendukung para Nabi-Nya yang jujur dan benar.
Jika kita telusuri sumber „teori“ tentang Rasulullah saw ini ternyata kita dapati berasal
dari pemikiran sebagian orientali dan peneliti asing, seperti Gustav Lobon, August Comte dan
Goldzieher dan teman-temannya. Timbulnya teori ini disebabkan oleh tidak adanya keimanan
kepada pencipta mu’jizat. Sebab jika keimanan kepada Allah telah menghujam di dalam hati,
maka akan mudah untuk meyakini segala sesuatu. Bahkan tidak akan ada lagi di dunia ini
sesuatu yang berhak disebut mu’jizat.
Tragisnya teori ini telah disambut baik oleh sebagian pemikir muda Muslim, seperti
Syaikh Muhammad Abduh, Muhammad Farid Wajdi dn Husain Haikal. Mereka menyebarkan
pemikiran-pemikiran asing ini hanya karena tertipu oleh kelicikan tipu daya musuh dan
fenomena kemajuan ilmu pengetahuan di Eropa dan Barat.
Kemudian pemikiran-pemikiran asing yang dikemukakan oleh sebagian pemikir muda
Muslim ini oleh para musuh Islam, khususnya orientalis , dijadikan alat utuk membuka medanmedan
dan ladang-ladang baru untuk melakuan ghazwul fikri dan menimbulkan keraguan kaum
78
Muslim terhadap agamanya . Senjata bagi serbuan langsung terhadap aqidah Islamiyah dan
penanaman pemikiran-pemikiran sekuler di benak kaum Muslimin.
Demikianlah mereka mulai memberikan sifat-sifat tertentu kepada Rasulullah saw ,
seperti heroik, jenius, pahlawan, dan pemimpin dalam arti kata yang serba menakjubkan. Pada
waktu ynag sama mereka menggambarkan kehidupan umum Rasulullah saw jauh dari mu’jizat
dan hal-hal yang luar biasa yang tidak dapat dijangkau oleh akal pikiran, sehingga dengan
demikian akan tercipta suatu gambaran baru tentang diri Nabi saw, di dalam benak kaum
Muslim. Kadang mereka menamakan Rasulullah saw sebagai seorang jeius, atau seorang
komandan, atau seorang pahlawan. Tetapi sesuatu yang tidak boleh muncul sama sekali adalah
gambaran bahwa Muhammad saw sebagai seorang Nabi dan Rasul. Sebab semua hakekat
kenabian dan segala hal yang berkaitan dengannya seperti wahyu, mu’jizat dan hal-hal yang
luar biasa lainnya telah dibunag melalui penonjolan istilah-istilah tertentu, seperti jenius dan
pahlawan yang jauh dari mu’jizat ke dalam keranjang mitologi atau dongeng-dongeng yang
sudah usang. Ini karena mereka menyadari bahwa fenomena wahyu dan kenabian merupaakan
puncak kemu’jizatan.
Pada saat itulah akan muncul anggapan bahwa sebab kemajuan dakwah Rasulullah saw
dan banyaknya pengikut yang setia kepadanya, adalah kaerne faktor kejeniusan dan
kepahlawanannya. Perhatikanlah !Sesungguhnya sasaran yang ingin mereka capai ini nampak
jelas ketika mereka memasarkan istilah „Muhammadaniest“ sebagai danti dari Muslimin.
Tetapi sejauh manakah kebenaran gambaran tentang diri Muhammad saw ini dalam
kacamata kajian yang objektif dan logis?
Pertama, jika kita perhatikan kembali fenomena wahyu ynag nampak dengan jelas pada
kehidupan Rasulullah saw (pada bab terdahulu telah dijelaskan secara rinci), nyatalah bagi kita
bahwa sifat-sifat yang paling menonjol dalam kehidupannya ialah sifat kenabian. Kenabian
adalah termasuk nilai-nilai keghaiban yang tidak mengikuti kriteria-kriteria kita yang bersifat
empirik. Dengan demikian arti mu’jizat yang diluar kebiasaan itu tetap ada pada pangkal
keberadaan Nabi saw. Tidak mungkin kita menolak mu’jizat dan hal-hal yang luar biasa dari
kehidupan Nabi saw , kecuali dengan menghancurkan makna kenabiasn itu sendiri dari
kehidupannya. Ini berarti juga penolakkan terhadap agama itu sendiri, kendatipun kesimpulan
ini tidak disebutkan secara eksplisit oleh sebagian orientalis dan cukup dengan menjelaskan
kejeniusan dan keberanian Rasulullah saw . Mereka tidak perlu lagi menjelaskan kesimpulan
karena telah cukup dengan muqaddimah. Kesimpulan akan terbentuk secara otomatis setelah
diteirma muqaddimahnya.
Namun banyak pula di antara mereka yang seara terus terang menyebutkan
„kesimpulan“ karena kebencian yang tak tertahankan lagi. Seperti Syibli Syamil ketika
menamakan keimanan kepada agama dengan „keimanan kepada mu’jizat yang mustahil“
Dengan demikian tidak ada gunanya lagi membahas keingkaran atau keimanan mereka
terhadap mu’jizat , karena sejak awal mereka sudah meragukan atau menolak dasar agama itu
sendiri.
Kedua, jika kita perhatikan Sirah kehidupan Rasulullah saw , maka akan kita dapati
bahwa Allah telah memberikan banyakmu’jizat kepada Nabi saw. Keberadaan dan kebenaran
mu’jizat-mu’jizat ini tidak dapat kita tolak begitu saja, karena peristiwa-peristiwa mu’jizat itu
79
disampaikan kepada kita dengan sanad-sanad yang shahih dan mutawatir yang mencapai
tingkatan pasti dan yakin.
Di antara peristiwa memancarnya air dari jari-jari Rasulullah saw yang mulia. Peristiwa
ini diriwayatkan oleh Bukhari di dalam bab Wudhu’, Muslim di dalam bab al-Faha’il
(keutamaan), Malik di dalam al-Muqaththa’, dan imam-imam hadits lainya dengen beberapa
jalan yang berlainan. Sehingga az-Zarqani meriwayatkan perkataaan al-Qurthubi :
Sesungguhnya peristiwa memancarnya air dari jari-jari Rasulullah saw berulang-ulang di
beberapa tempat. Peristiwa ini juda diriwayatkan dari jalan yang banyak, yang semuanya
mencapai tingkatan pasti, bahkan dapat dikatakan mutawatir ma’nawi.
Mu’jizat Rasulullah saw lainnya ialah peristiwa terbelahnya bulan pada masa Nabi saw
ketika orang-orang musyrik memintanya. Perisitwa ini diriwayatkan oleh Bukhari di dalam bab
Ahaditsul-Anbiya, Muslim di dalam bab Shifatul - Qiyamah dan imam -imam hadits lainnya.
Berkata Ibnu Katsir ;“Peristiwa ini diriwayatkan oleh hadits-hadits yang mutawatir dengan
sanad-sanad yang shahis.“ Para ulama telah sepakat bahwa peristiwa ini terjadi pada masa Nabi
saw dan merupakan salah satu mu’jizat yang mengagumkan.
Dan peristiwa Isra’ Mi’raj yang sedang kita bahas ini juga merupakan salah satu
mu’jizat Nabi saw, bahkan sebagian besar kaum Muslimin telah sepakat bahwa Isra’ dan Mi’raj
ini termasuk mu’jizat Nabi saw yang terbesar.
Tetapi anehnya orang-orang yang memberikan sifat jenius kepada Rasulullah saw dan
menolak apa yang disebut mu’jizat dari kehidupannya , berpura-pura tidak mengetahui haditshadits
mutawatir yang mencapai tingkat derajat Qath’i 8pasti) ini: Mereka tidak pernah mau
menyinggungnya sama sekali, bai dalam konteks positif ataupun negatif. , seolah-olah kitabkitab
hadits tidak pernah memuatnya. Padahal masing-masingnya diriwayatkan lebih dari
sepuluh jalan (sanad).
Penyebab utama daris ikap tidak mau tahu ini ialah karena mereka ingin menghindari
kemusykilan yang akan mereka hadapi manakala membaa hadits-hadits tentang mu’jizat ini.
Sebab hadits-hadits ini bertentangan diametral dengan teori ang ada di kepala mereka.
Ketiga, mu’jizat ialah sebuah kata yang jika direnungkan tidak memiliki definisi yang
berdiri sendiri. Ia hanya suatu makna yang nisbi. Menurut istilah yang sudah berkembang,
mu’jizat ialah setiap perkara yang luar biasa. Sedangkan setiap kebiasaan pasti akan
berkembang mengikuti perkembangan jaman dan berlainan sesuai dengan perbedaan
kebudayaan dan ilmu pengetahuan. Mungkin sesuatu pada masa tertentu, dianggap sebagai
mu’jizat pada masa sekarang sudah menjadi hal biasa. Atau mungkin sesuatu yang biasa di
lingkungan orang-orang yang sudah maju, masih menjadi mu’jizat di kalangan orang-orang
primitif.
Tetapi yang benar, bahwa sesuatu yang biasa dan yang luar biasa itu pada dasarnya
adlah mu’jizat.
Galaksi ada mu’jizat planet adalah mu’jizat , hukum gaya tarik aglaah mu’jizat ,
peredaran darah adalah mu’jizat, ruh adalah mu’jizat dan manusia itu sendiri adlaah mu’jizat.
Sungguhn tapat ketiak seorang ilmuwan Prancis, chatubriant menamakan manusia ini dengan
makhluk metafisk, yakni makhluk ghaib yang misterius.
80
Hanya saja , manusia telah melupakan karena terlalu lama dan sering menghadapi dan
merasakannya segi mu’jizat dan nilainya. Kemudian mengira , karena kebodohannya, bahwa
mu’jizat ialah sesuatu yang mengejutkan dan di luar kebiasaan ini dijadikan ukuran keimanan
atau penolakan terhadap sesuatu . Ini adalah kebodohan manusia yang aneh pda abad ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Seandainya manusia mau berpikir lebih jauh sedikit, niscaya akannampak baginya
bahwa Allah yang menciptakan mu’jizat seluruh alam semesta ini tidak pernah kesulitan untuk
menambahkan mu’jizat lain, atau mengganti sebagian sistem yang telah berjalan di dalam
semsta ini. Seorang orientalis , William Johns pernah sampai kepada pemikiran seperi ini ketika
mengatakan :
„Kekuatan yang telah menciptakan alam semesta ini tidak pernah kesulitan untuk
membuang atau menambahkan sesuatu kepadanya. Adakah mudah untu dikatakan bahwa
masalah ini tidak dapat digambarkan oleh akal. Tetapi yang harus dikatakan bahwa masalah ini
tidak tergambarkan, bukan tidak dapat digambarkan sampai ke tingkat adanya alam.“
Maksudnya seandainya alam ini tidak ada, kemudian dikatakan kepada seseorang yang
mengingkari mu’jizat dan hal-hal ynag luar biasa, dan tidak dapat menggambarkan
keberadaannya. Akan ada alam. Niscaya dia akan langsung menjawab,“Ini tidak mungkin dapat
digambarkan.“ Penolakkannya terhadap gambaran seperti ini akan lebih keras ketimbang
penolakkannya terhadap gambaran adanya mu’jizat.
Inilah yang harus dipahami oleh setiap Muslim, baik mengenai Rasulullah saw ataupun
mu’jizat-mu’jizat yang dikaruniakan Allah kepadanya.
Kedua : Kedudukan Mu’jizat Isra’ dan Mi’raj di antara peristiwa-peristiwa yang telah dialami
Rasullah saw pada waktu itu.
Rasulullah saw telah merasakan berbagai penyiksaan dan gangguan yang dilancarkan
kaum Quraisy kepadanya. Di antara penderitaan yang terakhir (sampai terjadinya Isra’ dan
MI’raj) ialah apa yang dialaminya ketika hijrah ke Thaif ynag telah dijelaskan pada bab
terdahulu. Perasaan tidak berdaya sebagai manusia, dan betapa perlunya kepada pembelaan,
terungkapkan seluruhnya di dalam doa nabi saw yang diucapkannya setelah tiba di kebun kedua
anak Rabi’ah. Suatu ungkapan yang menggambarkan Äubudiyah kepada Allah. Dlam
munajatnya ini pula terungkap makna pengaduan kepada Allah dan keingingannya utnuk
mendapatkan penjagaan dan pertolongan-Nya. Bahkan ia khawatir jangan-jangan apa yang
dialaminya ini karena murka Allah kepadanya. Karenanya, diantara untaian doanya , terucapkan
kalimat :
„Jika Engkau tidak murka kepadaku, maka semua ini tidak aku hiraukan. „
Kemudian setelah itu datanglah „undangan“ Isra’ dan Mi’raj sebagai penghormatan
dari Allah, dan penyegaran semangat dan ketbahannya. Di samping sebagai bukti bahwa apa
yang baru dialaminya dalam perjanana hijtah ke thaif bukan karena Allah murka atau
melepaskannya, tetapi hanya merupakan Sunnahtullah yang harus berlaku pada para kekasih-
Nya . Sunnah dakwah Islamiyah pada setiap masa dan waktu.
Ketiga, Makna yang terkandung dalam perjalanan isra’ ke baitul-Maqdis
81
Berlangsungnya pernajalan Isra’ ke Baitul-Maqdis dan Mi’raj ke langit ketujuh dlaam
rentang waktu yang hampir bersamaan, menunjukkan betapa tinggi dan mulia kedudukan
Baitul-Maqdis di sisi Allah. Juga merupakan bukti nyata akan adanya hubungan yang sangat
erat antara ajran Isa as dan ajaran Muhammad saw. Ikatan agama yang satu yang diturunkan
Allah kepada para Nabi as.
Peristiwa ini juga memberikan isyarat bahwa kaum Muslim di setiap tempat dan waktu
harus menjaga dan melindungi rumah suci (Baitul-Maqdis) ini dari keserakahan musuh-musuh
Islam. Seolah-olah hikmah Ilahiyah ini mengingatkan kaum Muslim jaman sekarang agar tidak
takut dan menyerah menghadapi kaum Yahudi yang tengah menodai dan merampas rumah suci
ini, utuk membebaskannya dari tangan-tangan najis, dan mengembalikannya kepada pemiliknya
kaum Muslimin.
Siapa tahu ? Barang kali peristwia Isra’ yang agung inilah yynag telah mengerahkan
ShalahudDin al -Ayyubi untuk mengerahkan segala kekuatannya melawan serbuan-erbuan Salib
dan mengusirnya dari rumah Suci ini.
Keempat : pilihan Nabi saw terhadap minuman susu, ketika Jibril menawarkan dua jenis
minuman , susu dan khamar, merupakan isyarat secara simbolik bahwa Islam adalah agama
fitrah . Yakni agma yang aqidah dan seluruh huumnya sesuai dengan tuntutan fitrah manusia.
Di dalam Islam tidak ada sesuatu puny ang bertentangan dengan tabiat manusia. Seandainya
fitrah berbentuk jasad , niscaya Islam akan menjadi bajunya yang pas.
Faktor inilah yang menjadi rahaia mengapa Islam begitu cepat tersebar dan diterima
manusia. Sebab betapapun tingginya budaya dan peradaban manusia, dan betapapun menusia
telah mereguk kebahagiaan material, tetapi ia akan tetap menghadapi tuntutan pemenuhan
fitrahnya. Ia tetap cenderung ingin melepaskan segala bentuk beban dan ikatan-ikatan yang
jauh dari tabiatnya. Dan Islam adalah satu-satunya sistem yang dapat memenuhi semua
tuntutan fitrah manusia.
Kelima, Jumhur Ulama baik salaf ataupun kahlaf telah sepakat bahwa Isra’ dan Mi’raj
dilakukan dengan jasad dan ruh oleh Nabi saw.
Imam Nawawi berkata di dalam Syarhu Muslim,“Pendapat yang benar menurut
kebanyakan kaum Muslim, Ulama Salaf, semua Fuqaha, ahli hadits dan ahli ilmu tauhid , adalah
bahwa Nabi saw diisra’kan dengan jasad dan ruhnya. Semua nash menunjukkan hal ini, dan
tidak boleh ditakwolkan dari arti zhahirnya, kecuali dengan dalil.
Ibnu Hajar di dalam Syarahnya terhadap Bukhari berkata ,“ Sesungguhnya Isra’ dan
Mi’raj terjadi pada satu malam, dalam keadaan sadar, dengan jasad dan ruhnya. Pendapat inilah
yang diikuti oleh Jumhur Ualama, ahli hadits , ahli fiqih, dan ilmu kalam. Semua arti zhahir dari
hadits-hadits shahih menunjukkan pengertian tersebut, dan tidak boleh dipalingkan kepada
pengertian lain, karena tidak ada sesuatu yang mengusik akal untuk menakwilkannya. „
Di antara dalil yang secara tegas menunjukkan bahwa Isra’ dan Mi’raj dilakukan dengan
jasad dan ruh, ialah sikap kaum Quraisy yang menentang keras kebenaran peristiwa
ini.Seandainya peristiwa ini hanya melalui mimpi , kemudian Rasulullah saw menyatakannya
demikian kepada mereka, niscaya tidak akan mengundang keberanian dan pengingkaran
sedemikian rupa. Sebab penglhatan dalam mimpi itu tidak ada batasnya. Bahkan mimpi seperti
itu , pada waktu itu bisa saja dialami oelh orang Muslim dan kafir. Seandainya peristiwa ini
82
hanya dilakukan dengan ruh saja, niscaya mereka tidak akan bertanya tentang gambaran baitul-
Maqdis untuk memastikan dan menentanngnya.
Mengenai bagaimana mu’jizat ini berlangsung , dan bagaimana akal dapat
menggambarkannya, maka sesungguhnya mu’jizat ini tidak jauh berbeda dari mu’jizat alam
semesta dan kehidupan ini. Telah kamis ebutkan , bahwa setiap fenomena-fenomena alam
semesta ini dengan mudah dapat digambarkan dan diterima akal manusia, mengapa mu’jizat ini
tidak dapat diterima pula dengan mudah ?
Keenam, Ketika membahas kisah Isra’ dan Mi’raj ini, hati-hatilah dan jauhkanlah diri anda dari
apa yang disebut dengan „Mi’raj Ibnu Abbas“. Buku ini berisi kumpulan cerita palsu yang tidak
memiliki sandaran kebenaran sama sekali. Penulisnya telah berdusta besar atas nama Ibnu
Abbas. Setiap orang yang terpelajar dan berakal sehat pasti mengetahui bahwa Ibnu Abbas r.a.
bebsa dari segala kedustaan yang ada di dalam buku tersebut.
Nabi saw mendatangi Kabilah-kabilah dan
Permulaan Kaum Anshar Menganut Islam
Pada setiap haji Nabi saw mendatangi kabilah-kabilah yang datang ke Baitul-Haram,
membacakan Kitab Allah kepada mereka dan mengajak untuk mentauhidkan Allah. Tetapi
tidak seorangpun yang menyambut ajakannya.
Ibnu Sa’d di dalam Thabaqat-nya berkata :“ Pada setiap musim haji Rasulullah saw
mendatangi dan mengikuti orang-orang sedang menunaikan haji sampai ke rumah-rumah
mereka dan di pasar-pasar ‘Ukazh, Majinnah dan Dzi’l-Majaz. Beliau mengajak mereka agar
bersedia membelanya sehingga ia dapat menyampaikan risalah Allah, dengan imbalan surga
bagi mereka. Tetapi Rasulullah saw tidak mendapat seorangpun yang membelanya.
Setiap kali Rasulullah saw berseru kepada mereka :
„Wahai manusia ! ucapkanlah La Ilaha Illallah, niscaya kalian beruntung. Dengan kalimat ini
kalian akan menguasai bangsa Arab dan orang-orang Ajam. Jika kalian beriman, maka kalian
akan menjadi raja di surga.“
Abu Lahab selalu menguntit Nabi saw seraya menimpali ,“Janganlah kalian
mengikutinya !Sesungguhnya dia seorang murtad dan pendusta.“ Sehingga mereka dengan cara
yan kasar menolak dan menyakiti Nabi saw.
Ibnu Ishaq meriwayatkan dari Az-Zuhri bahwa Nabi saw datang kepada Bani Amir bin
Sha’sha’ah, lalu mengajak mereka beriman kepada Allah dan menawarkan agama Islam kepada
mereka. Kemudian salah seorang dari mereka. Bahira bin Firas berkata,“Demi Allah, kalau aku
mengambil anak muda ini dari Quraisy pasti orang-orang Arab akan membunuhnya.“
Selanjutnya dia bertanya,“Bagaimana jika kami berbaiat kepadamu, kemudian Allah
memenangkan kamu atas musuhmu, apakah kami akan mendapatkan kedudukan (kekuasaan)
sesudahmu ?“ Jawab Nabi saw,“Sesungguhnya urusan kekuasaan itu kepada siapa yang
dikehendaki-Nya.“ Bahira bin Firas berkata,“Apakah engkau akan menyerahkan leher-leher
kami kepada orang-orang Arab demi mebelamu, tetapi setelah Allah memenangkanmu,
kekuasaan itu diserahkan kepada selain kami? Kami tidak ada urusan denganmu.“
83
Pada tahun kesebelas dari kenabian, Rasulullah saw mendatangi kabilah-kabilah
sebagaimana dilakukan setiap tahun. Ketika berada di ‘Aqabah (suatu temat antara Mina dan
Mekkah, tempat melempar Jumrah ) Nabi saw bertemu dengan sekelompok orang dari kabilah
Khazraj yang sudah dibukakan hatinya oleh Allah untuk menerima kebaikan. Rasulullah saw
bertanya kepada mereka,“Kalian siapa ?“ Mereka menjawab,“ Kami orang-orang dari kabilah
Khazraj.“ Beliau bertanya lagi,“ Apakah kalian dari orang-orang yang bersahabat dengan
orang-orang yahidu?“ Mereka menjawab,“Ya benar.“ Nabi saw bertanya,“ Apakah kalian
bersedia duduk bersama kami untuk bercakap-cakap?“ Jawab mereka,“ Baik.“ Lalu mereka
duduk bersma beliau. Beliau mengajak mereka supaya beriman kepada Allah, menawarkan
Islam kepada mereka, kemudian membacakan beberapa ayat suci al-Quran.
Di antara hal yang telah mengkondisikan hati mereka untuk menerima Islam ialah
keberadaan orang-orang Yahudi di negeri mereka. Sedangkan orang-orang Yahudi dikenal
sebagai ahli agama dan ilmu pengetahuan. Jika terjadi pertentangan atau peperangan antara
mereka dan orang-orang Yahudi, maka kaum Yahudi berkata kepada mereka,“Sesungguhnya
sekarnag telah tiba saatnya akan dibangkitkan seorang Nabi. Kami akan mengikutinya, dan
bersamanya kami akan memerangi kalian, sebagaimana pembunuhan ‘Aad dan Iram.“
Setelah Rasulullah saw berbicara kepada mereka, dan mengajak mereka untuk
menganut Islam, mereka berkata seraya saling berpandangan,“Demi Allah, ketahuilah bahwa
dia adalah Nabi yang dijanjikan oleh orang-orang Yahudi kepadamu. Jangan sampai mereka
mendahului kamu.“
Akhirnya mereka bersedia menganut Islam dan berkata,“Kami tinggalkan kabilah kami
yang selalu bermusuhan satu sama lain. Tidak ada kabilah yang saling bermusuhan begitu hebat
seperti mereka, masing-masing berusaha menghancurkan lawannya. Mudah-mudahan bersama
anda , Allah akan mempersatukan mereka lagi. Kamiakan mendatangi mereka dan mengajak
mereka supaya taat kepada anda. Kepada mereka akan kami tawarkan pula agama yang telah
kami terima dari anda. Apabila Allah berkenan mempersatukan mereka di bawah piminan anda
, maka tidak ada orang lain yang lebih mulia daripada anda.“ Kemudian mereka pulang dan
berjanji kepada Rasulullah saw akan bertemu lagi pada musim haji mendatang.
Baiat ‘Aqabah Pertama
Pada tahun itulah Islam tersebar di Madinah. Pada tahun berikutnya dua belas orang
lelaki dari Anshar datang di musim haji menemui Rasulullah saw, di ‘Aqabah (‘Aqabah
pertama9. Kemudian mereka berbaiat kepada Rasulullah saw seperi isi baiat kaum wanita
(yakni tidak berbaiat untuk perang dan jihad). Di antar amereka terdapat As’ad bin Zurarah,
Rafi’ bin Malik, ‘Ubadah bin Shamit dan Abu al-Haitsam bin Tihan.
Dalam sebuah riwayat, ‘Ubadah bin Shamit mengatakan: Kami sebanyak dua belas
orang lelaki. Kemudian Rasulullah saw bersabda kepada kami,“Kemarilah berbaiatlah kepadaku
untuk tidak menyekutukan Allah dengan apapun juga, tidak mencuri, tidak berzina, tidak
membunuh anak-anakmu, tidak akan berdusta untuk menutup-nutupi apa yang di depan atau
dibelakangmu, dan tidak akan membantah perintahku dlam hal kebaikan. Jika kamu memenuhi
janji, maka pahalanya terserah kepada Allah. Jika kamu melanggar janji itu, lalu dihukum di
84
dunia, maka hukuman itu merupakan kafarat baginya. Jika kamu melanggar sesuatu dari janji
itu, kemudian Allah menutupinya, maka urusannya terserah kepada Allah. Bila mengehendaki
Allah akan menyiksanya, atau memberi ampunan menurut kehendak-Nya.“ ‘Ubadah bin Shamit
berkata :“ Kemudian kami berbaiat kepada Rasulullah saw untuk menepatinya.
Setelah pembaiatan ini, para utusan kaum Anshar itu pulang ke Madinah. Bersama
mereka Rasulullah saw mengikutsertakan Mush’ab bin Umair untuk mengajarkan al-Quran dan
hukum-hukum agama kepada mereka. Sehingga akhirnya Mush’ab bin Umair dikenal sebagai
Muqri’ul-Madinah.
Beberapa Ibrah
Perhatikanlah bagaimana mulai terjadi perubhan dan perkembangan pada apa yang biasa
ditemui Rasulullah saw selama beberapa tahun dari kenabiannya.
Kesabarannya dan jerih payahnya telah mulai menampakkan hasil dan buah. Tanaman
dakwah mulai menghijau dan tumbuh subur untuk memberikan hasil dan panenan ynag
menggembirakan.
Tetapi sebelum membahas hasil-hasil yang menggembirakan ini, mari sekali lagi kita
perhatikan tabiat kesabaran Nabi saw, dalam menghadapi aneka tantangan dan penderitaan
berat tersebut.
Telah kita ketahui bahwa Nabi saw tidak hanya berdakwah kepada kaum Quraisy yang
tidak segan-segan menimpakan berbagai siksaan dan penganiayaan terhadapnya. Bahkan Nabi
saw mendatangi kabilah-kabilah yang datang dari luar Mekkah pada musim haji. Beliau
memperkenalkan diri sebagai „guide“ kepada merekam, dan mengajak mereka untuk membawa
„barang dagangannya“ agama dan perbekalan tauhid. Berkali-kali Rasulullah saw mendatangi
mereka, tetapi tak seroang pun yang menyambutnya.
Ahmad, para ahli hadits dan Hamik , ia menshahihkannya. Meriwayatkan bahwa
Rasulullah saw mendatangi orang banyak pada musim haji seraya berkata,“Adakah orang ynag
sudi membawaku kepada kaumnya, karena sesungguhnya orang Quraisy menghalangiku untuk
menyampaikan wahyu Allah.“
Sebelas tahun Rasulullah saw menghadapi kehidupan yang tak mengenal istirahat dan
ketenangan . Setiap saat selalu diancam pembunuhan dan penganiayaan dari orang-orang
Quraisy. Tetapi semua itu tidap pernah mengendurkan semangat dan kekuatannya.
Sebelas tahun dari jihad Rasulullah saw dan kesabarannya di jalan Allah yang tak
mengenal putus asa, merupakan harga yang sesuai dengan jalan bagi pertumbuhan dan
perkembangan islam yang pesat di segenap penjuru dunia. Jihad dan kesabaran yang mampu
meruntuhkan kekuatan Romawi, meluluh-lantakkan kebesaran Persia, dan menghancurkan
sistem-sistem dan paradaban yang ada di sekitarnya.
Adalah mudah bagi Allah untuk menegakkan masyarakat Islam tanpa memerlukan
jihad, kesabaran dan jerih payah menghadapi berbagai penderitaan tersebut. Tetapi perjuangan
berat ini sudah menjadi Sunnahtullah pada para hamba-Nya yang ingin mewujudkan ta’abbud
kepada-Nya seara suka rela , sebagaimana secara terpaksa mereka harus tunduk patuh kepara
ketentuan-Nya.
85
Dan ta’abbud tidak akan tercapai tanpa perjuangan dan pengorbanan. Tidak akan dapat
diketahui siapa yang jujur dan siapa yang munafiq tanpa adanya ujian berat atau pembuktian.
Tidaklah adil jika manusia mendapatkan keuntungan tanpa modal.
Karena itulah Allah mewajibkan dua hal kepada manusia :
Pertama, menegakkan syariat Islam dan masyarakatnya.
Kedua, Berjalan mencapai tujuan tersebut di jalan yang penuh dengan onak dan duri.
Sekarang perhatikanlah hasi-hasil yang telah mulai nampak pada awal tahun kesebelas
dari dakwah Rasulullah saw ini :
Pertama :
Hasil dan buah yang dinanti-nanti ini datang dari luar Quraisy, jauh dari kaum Rasulullah saw
sendiri, kendatipun beliau telah bergaul dan hidup di tengah-tengah mereka sekian lama.
Mengapa ?
Sebagaimana telah kami katakan pada permulaan buku ini, bawha hikmah Ilahiyah
menghendaki agar dakwah Islamiyah berjalan pada jalan yang tidak akan menimbulkan
keraguan terhadap orang yang memperhatikan tabiat dan sumbernya, sehingga mudah diyakini.
Dan agar tidak terjadi kerancuan antara dakwah Islam dan dakwah-dakwah lainnya. Maka
Allah mengutus Rasulullah saw dalam keadaan ummi, tidak pandai membaca dan menulis, dan
di engah-tengah ummat yang ummi yang tidak pernah mengimpor peradaban lain, dan tidak
dikenal memiliki peradaban atau kebudayaan tertentu. Karenanya Allah menjadikan sebagai
teladan akhlak, amanah dan kesucian.
Itulah sebabnya kemudian Allah menghendaki agar para pendukungnya yang pertama
datang dari luar lingkungan dan kaumnya , supaya tidak muncul tuduhan dakwah Rasulullah
saw adalah dakwah Nasionalisme yang dibentuk oleh ambisi-ambisi kaumnya, dan suasa
lingkungannya.
Ini sebenarnya termasuk mu’jizat yang akan terungkapkan oleh orang yang menyadari
bahaw tangan Ilahi senantiasa menuntun dakwah Nabi saw dalam semua aspeknya. Sehingga
tidak ada celah dan kesempatan bagi para musuh Islam untuk menyerangnya.
Inilah yang dikatakan oleh salah seorang penulis asaing, Dient di dalam bukunya „Dunia
islam Kontenporer“ :
„Sesungguhnya kaum orientalis telah berusaha mengkritik Sirah Nabi saw, dengan metodologi
Eropa, selama tiga perempat abad. Mereka telah mengkaji dan meneliti sampai mereka
menghancurkan apa yang telah disepakai oleh Jumhur kaum Muslimin tentang Sirah nabi saw.
Seharusyna usaha pengkajian dan penelitian yang sangat lama dan mendalam itu sudah berhasil
menghancurkan pendapat-pendapat dan riwayat-riwayat yang masyhur tentang Sirah
nabawiyah. Tetapi berhasilkah mereka melakukan hal ini ? Jawabannya, mereka tidak berhasil
sama sekali. Bahkan jika kita perhatikan pendapat-pendapat baru yang dikemukakan oleh para
orientalis dari Perancis, Inggris, Jerman, belgia, dan Belanda itu ternyata saling bertentangan.
Setiap orang dari mereka mengemukakan pendapat yang bertentangan dengan pendapat
temannya.“
Kedua :
Jika kita perhatikan cara permulaan Islamnya kaum Anshar, nampak bahwa Allah telah
mempersiapkan kehidupan dan lingkungan kota Madinah untuk menerima dakwah Islam. Di
86
dalam dada para penduduk Madinah telah ada kesiapan untuk menerima Islam. Apakah bentukbentuk
kesiapan jiwa ini ?
Seperti yang telah diketahui, penduduk Madinah terdiri dari penduduk asli, yaitu
musyrikin Arab dan orang-orang Yahudi yang datang dari berbagai tempat di Jazirah.
Kaum musyrik Arab terbagi atas dua kabilah besar yaitu Aus dan Khazraj. Sehingga
terjadi beberapa kali peperangan antara mereka. Berkata Muhamamd bin Abdul-wahab di
dalam kitabnya, Mukhtashar Sirah Rasulullah saw : Bahwa peperangan antara kedua suku ini
berlangsung selama seratus dua puluh tahun.
Dalam peperangan ynag panjang ini, masing-masing dari suku Aus dan Khazraj
bersekutu dengan kabilah Yahudi. Aus bersekutu dengan Bani Quraidhah, dan Khazraj
bersekutu dengan Bani Nadhir dan Bani Qainuqa’. Peperangan berakhir yang terjadi antara Aus
dan Khazraj ialah perang Bu’ats. Terjadi beberapa tahun sebelum hijrah dan mengorbankan
sejumlah besar pemimpn mereka.
Selama masa tersebut, setiap kali terjadi perselisihan antara Yahudi dan Arab, kaum
Yahudi senantiasa mengancam orang-orang Arab dengan kedatangan seorang Nabi yang
mereka akan menjadi pengikutnya dan memerangi orang-orang Arab sebagaimana ‘Aad dan
Iram diperangi.
Kondisi inilah yang menjadikan penduduk madinah senantiasa mengharapkan
kedatangan agama ini, sehingga banyak di antara mereka yang menggantungkan harapan
kepada agama ini untuk bisa mempersatukan barisan mereka dan mengakhiri perselisihan yang
berkepanjangan sesama mereka sendiri.
Hal ini termasuk sesuatu yang telah dilakukan Allah untuk Rasul-Nya,s ebagaimana
dikatakan Ibnul-Qayyim di dalam Zadu’ul-Ma’ad. Sehingga dengan demikian dia telah
dipersiapkan untuk hijrah ke Madinah, karena Allah menghendaki Madinah sebagai tempat
bertolaknya penyebaran Islam ke seluruh penjuru dunia.
Ketiga :
Pada baiat ‘Aqabah pertama beberapa tokoh penduduk Madinah masuk Islam. Bagaimana
gambaran keislaman mereka ? Apa batas-batas tanggung jawab yang dipikulkan Islam kepada
mereka ?
Telah kita ketahui bahwa keilaman mereka bukan sekadar mengucapkan dua kalimat
syahadat. Tetapi merupakan ketetapan hati dan pengakuan lisan, kemudian dialnjutkan dengan
janji setia (baiat) kepada Rasulullah saw utnuk membina akhlak mereka dengan akhlak dan
prinsip-prinsip Islam, tidak akan menyekutukan Allah dengan apapun , tidak mencuri, tidak
berzina, tidak membunuh anak-anak mereka, tidak akan berdusta untuk menutup-nutupi apa
yang ada di depan atau di belakang mereka, dan tidak akan bermaksiat kepada Rasulullah saw
dalam hal kebaikan dan yang diperintahkan.
Inilah rambu-rambu terpenting dari masyarakat Islam yang akan ditegakkan Rasulullah
saw . Tugas Rasulullah saw buan hanya mengajarkan dua kalimat syahadat, kemudian
membiarkan mereka mengucapkan dengan lisan, tetapi mereka melakukan penyimpangan dan
kerusakan. Memang benar bahwa seseorang akan memperoleh status Muslim manakala sudah
mengucapkan dua kalimat syahadat, menghalalkan ynag halal dan mengharamkan yang haram
87
dan membenarkan segala kewajiban. Tetapi itu karena pengakuan terhadap keesaan Allah dan
risalah Muhammad saaw, merupakan kunci dan sarana untuk menegakkan masyarakat Islam,
merealisasikan sistem-sistem dan prinsip-prinsipnya, dan menjadikan kedaulatan dalam segala
hal milik Allah semata. Setiap keimanan terhadap keesaan Allah dan risalah Muhammad harus
dibarengi dengan keimanan kepada kedaulatan Allah dan keharusan mengikuti syariat dan
undang-undang-Nya.
Namun anehnya ada sebagian orang, karena terpengaruh dan terbius oleh sistem dan
perundang-undangan manusia, yang tidak mau secara terus terang menolak Islam, tetapi
mereka berusaha melakukan tawar-menawar dengna Allah , Pencipta alam semesta.
Tawar-menawar yang mereka lakukan ialah dengan membeda-bedakan beberapa aspek
kehdiuapn . Sebagian mereka serahkan kepada Islam, tetapi sebagian yang lain mereka atur
sesuai dengan keinginan dan hawa nafsunya sendiri.
Seandainya para Thagut ynag menolak risalah para Rasul itu memahami „alternatif
aneh“ ini niscaya mereka tidak akan segan-segan menerima Islam. Karena menurut alternatif
aneh ini, mereka tidak dituntut untuk melepaskan kedaulatan dan kewenangan mereka dalam
membuat aturan dan undang-undang kehidupan. Tetapi ternyata mereka cukup mengerti bahwa
agama ini (Islam) mewajibkan mereka agar menyerahkan sepenuhnya undang-undang dan
sistem kehidupan mereka kepada Allah semata. Oleh sebab itulah mereka menentang Allah dan
Rasul-nya . Terasa berat bagi mereka untuk mengumumkan ketundukkan mereka kepada
dakwah Allah.
Untuk menjelaskan hakekat ini dan memperingatkan orang yang memahami Islam hanya
sebagai ucapan dan ritual saja. Allah berfirman :
„Apakah kamu tida memperhatikan ornag-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada
apa yang diturunkan kepada dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu ? Mereka hendak
berhakim kepada thagut , padahal mereka telah diperintah mengingkari thagut itu . Dan setan
bermaksud menyesatan mereka (dengan) penyesatkan yang sejauh-jauhnya „QS an-Nisa : 60
Hanya saja , dalam baiat ini tidak terdapat butir tentang jihad, karena pada waktu itu
jihad dan qital belum disyariatkan. Oleh sebab itu pembaiatan Rasulullah saw kepada dua belas
orang tersebut tidak menyebutkan masalah jihad. Inilah yang dimaksudkanoleh para perawi
Sirah bahwa baiat ini seperti baiat kaum wanita.
Keempat :
Tidak diragukan lagi bahwa Rasulullah saw adalah pengemban kewajiban dakwah kepada
agama Allah , karena beliau utusan-Nya yang harus menyampaikan dakwah kepada semua
manusia.
Tetapi bagaimana halnya denganorang-orang ynag memeluk Islam, dan apa kaitan
mereka dengan tugas dakwah ini ?
Jawabannya , terhadap pertanyaan ini terdapat pada penugasan Rasulullah saw , kepada
Mush’ab bin ‘Umair supaya menyertai kedua belas orang tersebut ke Madinah untuk mengajak
penduduk Madinah masuk Islam, dan mengajarkan bacaan al-Quran , hukum-hukum Islam dan
cara melaksanakan shalat kepada mereka.
88
Mush’ab bin ‘Umair menyambut perintah Rasulullah saw ini dengan senang hati.
Sesampainya di Madinah, dia mengajak penduduk Madinah masuk Islam, membacakan al-
Quran kepada mereka dan mengajarkan hukum-hukum Allah. Dalam menunaikan tugas
dakwahnya, tidak jarang ia menghadapi ancaman pembunuhan. Tetapi setiap kali menghadapi
ancaman pembunuhan, ia selalu membacakan ayat-ayat al-Quran dan huukm-hukum Islam
kepada orang yang mengancamnya, sehingga dengan serta -merta orang tersebut melepaskan
pedangnya dan menyatakan diri masuk Islam. Maka tersebarlah Islam di semua rumah
penduduk Madinah dalam waktu yang sangat singkat, sehingga Islam menjadi pokok
pembicaraan di antara penduduknya.
Tahukah anda siapakah Mush’ab bin ‘Umair ini ?
Dia adalah putra Mekkah yang hidup dalam kemegahan dan kemewahan Arab. Tetapi setelah
masuk Islam semua kemewahan dan kesenangan itu ia tinggalkan demi menunaikan tugas
dakwh Islam dan mengikuti peirntah Rasulullah saw dengan menanggung beban penderitaan
yang berat, sampai akhirnya mati syahid pada perang Uhud. Bahkan ketiak syahidnya aia hanya
mengenakan selembar kain yang tidak cukup untuk mengkafankannya. Ketika hal ini
disampaikan kepada Rasulullah saw beliau menangis karena mengenang kemegahan dan
kemewahan yang pernah direguknya apda awal kehidupannya . kemudian Rasulullah saw
bersabda :
„Tutuplah kain itu di atas kepalanya , dan tutuplah kedua kakinya dengan pelepah.“
Tugas dakwah Islam bukan hanya tugas para Nabi dan Rasul saja. Juga bukan hanya
tugas para Khalifah dan ulama yang datang sesudahnya. Tetapi merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari hakekat Islam itu sendiri. Tidak ada alasan bagi setiap Muslim untuk tidak
melaksanakannya . Sebab hakekat dakwah Islam iala amar ma’ruf nahi munkar, yang hal itu
mencakup semua pengertian, jihad dalam Islam. Dan anda tentu cukup mengetahui bahwa jihad
adalah salah satu kewajiban islam di atas pundak setiap Muslim.
Dari sini dapat diketahui bahwa dalam masarakat Islam tidak ada ynag dinamakan
Rijalu’Din (petugas agama) yang ditujukan kepada pihak tertentu dari kaum Muslim. Sebab,
setiap orang yang telah memeluk Islam ebrarti telah berbaiat kepada Allah dan Rasul-Nya
untuk berjihat menegakkan agama (Islam), baik lelaki ataupun wanita, orang yang
berpengetahuan ataupun yang bodoh. Seluruh kaum Muslim adalah prajurit bagi agama Islam.
Allah telah membeli jiwa dan harta mereka dengan harga surga.
Ini tentu tidak ada kaitannya dengan spesialisasi para ulama dalam melakukan kajian,
ijtihad dan penjelasan hukum-hukum Islam kepada kaum Muslim berdasarkan nash-nash syariat
Islam.
Baiat ‘Aqabah Kedua
Pada musim haji berikutnya , Mush’ab bin ‘Umair kembali ke Mekkah dengan
membawa sejumlah besar kaum Muslim Madinah. Mereka berangkat dengan menyusup di
tengah-tengah rombongan kaum musyrik ynag pergi haji.
89
Muhammad bin Ishaq meriwayatkan dari Ka’ab bin Malik : Kemduian kami berjanji
kepada Rasulullah saw untuk bertemu di ‘Aqabah pada pertengahan hari Tasyrik. Setelah
selesai pelaksanaan haji, dan pada malam perjanjian kami dengan Rasulullah saw , kami tidur
pada malam itu bersama rombongan kaum kami. Ketika sudah laurt malam, kami keluar
dengan sembunyi-sembunyi untuk menemui Rasulullah saw sampai kami berkumpul di sebuah
lembah di pinggir ‘Aqabah . Kami waktu itu berjumlah tujuh puluh orang lelaki dan dua orang
wanita, Nasibah binti Ka’b dan Asma’ binti Amr bin ‘Addi.
Di lembah itulah kami berkumpul menunggu Rasulullah saw samapi beliau datang
bersma pamannya, Abbas bin Abdul Muththalib. Orang-orang pun lantas berkata,“Ambillah
dari kami apa saja yang kamu suka untuk dirimu dan Rabb-mu.“ Kemudian Rasulullah saw
berbicara dan membacakan al-Quran. Beliau mengajak supaya mengimani Allah dan
memberikan dorongan kepada Islam, kemudian bersabda :
„Aku baiat kamu untuk membelaku, sebagaimana kamu membela istri-istri dan anak-anakmu.“
Kemduian Barra’ bin Ma’rur menjabat tangan Rasululalh saw seraya mengucapkan
,“Ya, demi Allah yang telah mengutumu sebagai nabi dengan membawa kebenaran, kami
berjanji akan membelamu sebagaimana kami membela diri kami sendiri. Baiatlah kami wahai
Rasululalh saw . Demi Allah , kami adlah orang-orang yang ahli perang dan senjata secara
turun-temurun.“
Di saat Barra’ masih berbicara dengan Rasulullah saw Abu al-haritsam bin taihan
menukas dan berkata ,“ Wahai Rasulullah saw , kami terikat oelh suatu perjanjian dengan
orang-orang Yahudi, dan perjanjian itu akan kami putuskan! Kalau semuanya itu telah kami
lakukan, kemduian Allah meemnangkan engkau (dari kaum musyrik), apakah engkau akan
kembali lagi kepada kaummu dan meninggalkan kami?“ Mendengar itu Rasulullah sw
tersenyum kemudian berkata :“ Darahmu adalah darahku, negerimu adalah negeriku, aku
darimu dan kamu dariku. Aku akan berperang melawan siapa saja yang memerangimu, dan aku
akan berdamai dengan siapa saja yang berdamai denganmu.“
Kemudian Rasulullah saw minta dihadirkan dua belas orang dari mereka sebagai wakil
(naqib) dari masing-masing kabilah yang ada di dalam rombongan. Dari mereka terpilih
sembilan orang dari kabilah Khazraj dan tiga orang dari kabilah Aus. Kepada dua belas naqib
yang terpilih itu Rasulullah saw berkata :
„Selaku pemimpin dari masing-masing kabilahnya, kamu memikul tanggung jawab atas
keselamatan kabilahnya sendiri-sendiri, sebagaimana kaum Hawariyyin (12 orang murid Nabi
Isa as) bertanggung jawab atas keselamatan Isa putra Maryam, sedangkan aku bertanggung
jawab atas kaumku sendiri ( yakni kaum Muslim di Mekkah)
Orang yang pertama kali maju membaiat Rasulullah sw adalah Barra’ bin Ma’rur ,
kemudian diikuti oleh yang lainnya.
Setelah kami berbaiat kepada Rasulullah saw beliau berkata ,“Sekarang kembalilah
kamu ke tempat perkemahanmu.“ Kemudian Abbas bin ‘Ubadah buin Niflah berkata :
„Demi Allah yang mengutusmu dengan membawa kebenaran , jika engkau suka , kami siap
menyerang penduduk Mina dengan pedang-pedang kami esok hari.“
Tetapi Rasulullah saw menjawab :
„kita belum diperintahkan untuk itu, tetapi kembalilah kamu ke tempat perkemahanmu.“
90
Kemudian kami kembali ke tempat-tempat tidur kami, lalu tidur hingga pagi. Ketika
kami bangun di pagi hari, tiba-tiba sejumlah orang-orang Quraisy datang kepada kami seraya
berkata ,“Wahai kaum Khazraj , kami mendengar bahwa kamu telah menemui Muhammad saw
dan mengajaknya perdi dari kami, dan kamu juga telah berbaiat kepadanya untuk melancarkan
peperangan terhadp kmai. Demi Allah tidak ada sesuatu yang paling dibenci oelh kabilah Arab
mana pun selain pecahnya peperangan antar kami dengan mereka. „
Ketika itu beberapa orang musyrik yang datang dari Madinah bersama kami
menyatakan kesaksian mereka dengan sumpah, bahwa apa yang dikatakan oleh orang-orang
Quraisy itu tidak benar, dan mereka tidak mengetahui hal itu. Orang-orang musyrik dari
Madinah itu tidak berdusta, mereka benar-benar tidak tahu duduk persoalannya yang
sebenarnya. Mendengar kesaksian itu, kami merasa heran dan saling beradu pandang.
Setelah rombongan meninggalkan Mina, barulah orang-orang Quraisy mengetahui
perkara yang sebenarnnya. Kemudian mereka mengejar dan mencari kami. Kami semua
berhadil lolos kecuali Sa’d bin ‘Ubadah dan al Mundzir bin Amr (keduanya adalah naqib)
tertangkap di Adzakhir (sebuah tempat dekat Mekkah). Karena al-Mundzir bin Mar mampu
meloloskan diri kembali dari kepungan orang-orang Quraisy, akhirnya hanya Sa’d bin ‘Ubadah
yang diseret dengan kedua tangannya diikatkan ke lehernya dibawa ke Mekkah.
Berkata Sa’d : Demi Allah , ketika mereka menyeretku tiba-tiba datang
menghampiriku salah seorang dari mereka seraya berkata :“ Selaka !Tidakkah kamu memiliki
salah seorang kawan dari Quraisy yang terikat perjanjian dan pemberian hak perlindungan
denganmu?“ Aku jawab,“Demi Allah ada. Aku pernah memberikan perlindungan kepada jubair
bin Muth’am dan Harits bin Umayyah. Aku pernah melindungi perdangannya dan membelanya
dari orang yang ingin merampoknya di negeriku.“ Orang itu berpesan,“Celaka !Panggillah
kedua orang tersebut,“Lalu aku panggil keduanya, kemudian membebaskan aku dari tangan
mereka. „
Ibnu Hisyam berkata :“ baitul Harbi (baiat untuk berperang) ini dilakukan tepat ketika
Allah mengijinkan Rasul-Nya untuk melakukan peperangan . baiat ini berisi beberapa
persyaraatan selain persyaratan yang disebutkan di dalam baiat ‘Aqabah pertama . Baiat
‘Aqabah pertama isisinya sama dengan baiat kaum wanita, karena ketika itu Allah belum
mengijinkan beliau berperang. Rasulullah saw membaiat mereka pada ‘Aqabah yang terakhir
untuk berperang. Sebagai imbalan kesetiaan terhadap baiat ini, Rasulullah saw menjanjikan
surga kepada mereka.
Ubadah bin Shamit berkata : Kami berbaiat kepada Rasulullah saw pada Baiatul-Harbi
untuk mendengar dan setia, baik pada waktu susah ataupun senang, tidak akan berpecah belah,
akan mengatakan kebenaran di mana saja berada, dan tidak akan takut kepada siapa pun di
jalan Allah.
Ayat yang pertama kali turun mengijinkan perang kepara Rasulullah saw ialah firman
Allah :
„Telah diijinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka
tleah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuasa menolong mereka. (Yaitu)
orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa asalan yang benar, kecuali
karena mereka berkata ,“Rabb kami hanyalah Allah.“. Dan sekiranya Allah tiada menolak
(keganasan) sebagian manusia dengan sebagian ynag lain, tentulah telah dirubuhkan biara-biara
Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan mesjid-mesjid, yang di dalamnya
91
banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang ynag menolong
(agama)-Nya . Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuasa lagi Maha Perkasa.“ QS al-Hajj :
39 - 40
Beberapa Ibrah
Ba’iat ‘Aqabah keduaini secara prinsip sama dengan baiat Aqabah pertama, karena
masing-masing dari keduanya merupakan pernyataan masuk Islam di hadapan Rasulullah saw ,
dan perjanjian untuk taat, mengikhlaskan agama kepada Allah, dan patuh kepada perintahperintah
Rasul-Nya.
Tetapi ada dua perbedaan penting yang patut dicatat di sini :
Pertama :
ulah orang-orang Madinah yang berbaiat pada baiat Aqabah pertama sebanyak duabelas lelaki,
sementara jumlah orang-orang yang berbaiat pada baiat Aqabah kedua lebih dari tujuh puluh
orang , dua diantaranya perempuan.
Keduabelas orang tersebut kembali ke Madinah bersama dengan Mush’ab bin Umair
bukan untuk menyembunyikan diri di rumah masing-masing , tetapi untuk menyabarkan Islam
kepada setiap orang di sekitarnya, lelaki ataupuan wanita, dengan membacakan al-Quran dan
menjelaskan hukum-hukumnya kepada mereka. Karena itulah Islam tersebar dengan cepat di
Madinah, sehingga tidak ada lagi rumah yang tidak tersentuh oleh Islam. Bahkan Islam
kemudian menjadi buah bibir semua penduduknya. Dan ini adalah kewajiban setiap Muslim di
maan dan kapan saja.
Kedua :
Butir-butir baiat yang pertama tidak menyebutkan jihad dengan kekuatan. Tetapi pada baiat
kedua menyebutkan secara jelas perlunya jihad dan membela Rasulullah saw dan dakwahnya
dengan segala sarana.
Sebab terjadinya perbedaan ini ialah , karena orang-orang yang berbaiat pada baiat
pertama , ketika hendak kembali ke Madinah , mereka berjanji kepada Rasulullah saw untuk
kembali menemui beliau pada tahun berikutnya dengan membawa sejumlah kaum Muslimin dan
memperbarui baiat dan sumpah setia mereka. Karena itu tidak ada sesuatu yang mengharuskan
dilakukannya baiat perang, apalagi ijin belum diberikan.
Dengan demikian , dapatlah dikatakan bahwa baiat Aqabah pertama merupakan baiat
sementara , menyangkut beberapa masalah (butir) saja, sebagaimana baiat kaum wanita
sesudah itu.
Sementara baiat kedua merupakan landasan bagi hijrah Rasulullah saw ke Madinah,
karenanya baiat itu menyebutkan prinsip-prinsip yang akan disyariatkan setelah hijrah ke
madinah. Terutama mengenai masalah jihad dan membela dakwah dengan kekuatan.
Kendatipun hukum ini belum disyariatkan Allah di Mekkah, tetapi sudah diisyaratkan kepada
Rasulullah saw bahwa hukum tersebut sebentar lagi akan disyariatkan.
92
Dari sini dapat diketahui bahwa qital (peperangan) dalam Islam tidak disyariatkan
kecuali apa yang dapat dipahami dari perkataan Ibnu Hisyam di dalam Sirah-nya bahwa qital
disyariatkan sebelum hijrah, yaitu pada waktu baiat Aqabah kedua. Sebenarnya tidak ada butirbutir
baiat yang menunjukkan disyariatkan qital pada waktu itu. Sebab Nabi saw mengambil
baiat jihad dari peduduk Madinah hanya karena mempertimbangkan masa depan, ketika beliau
nanti berhijrah dan tinggal di tengah-tengah mereka di Madinah. Hal ini dikuatkan oleh
perkataan Abbas bin Ubadah setelah berbaiat,“Demi Allah yang telah mengutusmu dengan
membawa kebenaran, jika engkau menghendaki, esok hari penduduk Mina akan kami serang
dengan pedang-pedang kami,“ dijawab oleh Rasulullah saw ,“Kami belum diperintahkan untuk
itu, tetapi kembalilah kamu ke tempat perkemahanmu.“
menurut pendapat yang telah disepakati , ayat jihad yang pertama kali diturunkan ialah
firman Allah :
„Telah diijinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka
telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuasa menolong mereka.“ QS al-
Hajj : 39
At-Tirmidzi meriwayatkan dari Ibnu Abbas ra. , ia berkata :“ Ketika Nabi saw diusir
dari Mekkah, Abu Bakar berkata ,“ Innalillahi wa inna ilaihi raji’aun. Mereka telah mengusir
Nabi mereka . Sungguh mereka akan binasa.“ Selanjutnya Ibnu Abbas berkata,“Kemudian
Allah menurunkan firman-Nya,“Telah diijinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi,
karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuasa
menolong mereka.“ Abu Bakar berkata,“ Kemudian aku tahu bahwa sebentar lagi akan terjadi
qital.“
Tapi mengapa jihad dengan kekuatan dan qital baru disyariatkan pada amsa tersebut ?
Ini karena beberapa himah di antaranya :
1. Tepat sekali jika dilakukan pengenalan tentang Islam, seruan kepadanya, pembeberan
argumentasi-argumentasinya, dan penjelasan terhadp segala kemusykilan, sebelum
diwajibkan qital. Tidak diragukan lagi bahwa hal ini merupakan tahapan-tahapan awal dalam
jihad. Karena itu, pelaksanaannya merupakan fardhu kifayah, di mana kaum Muslimin samasama
bertanggung jawab terhadapnya.
2. Adalah rahmat Allah kepada hambah-Nya bahwa Allah tidak mewajibkan qital kecuali
setelah adanya Darul-islam yang dapt dijadikan tempat berlindung dan mempertahankan diri.
Dan dalam kaitan ini Madinah adalah Darul Islam yang pertama.
Penjelasan umum tentang jihad dan Pensyariatannya
Karena pembahasan ini akan membawa kita kepada pembicaraan mengenai jihad dan
qital, maka di sini perlu kami jelaskan pandangan yang benar tentang jihad dan tahapantahapannya.
Pembicaraan yang menyangkut jihad merupakan salah satu hal yang dijadikan peluang
oelh musuh-musuh Islam untuk mencampur-adukan antara kebenaran dan kebatilan dan
menari-cari kelemahan agama Islam yang agung dan hanis ini.
Anda tidak perlu heran jika melihat musuh-musuh Islam menaruh perhatian demikian
besar terhadap masalah jihad ini. Sebab jihad merupakan salah satu rukun Islam ynag paling
ditakuti oelh musuh-musuh Allah. Mereka menyadari, jika semangat jihad ini bangkit di dalam
dada kaum Muslimin dan memiliki pengaruh pada kehidupan mereka, kapan dan dimana saja
93
berada, niscaya tidak akan ada satu kekuatan pun yang sanggup mengalahkannya. Karena itu
untuk menghentikan peynebaran Islam pertama sekali harus dimulai dari titik tolak ini.
Sebelumnya kami ingin menjelaskan pengertian jihad, sasaran dan tahapan-tahapanyna
di dalam Islam. Kemduian menjelaskan kesalahan-kesalahan pemahaman menyangkut jihad dan
pembagian-pembagiannya yang dibuat oelh orang secara keliru.
Arti jihad ialah mengerahkan segala upaya untuk meninggikan kalimat Allah dan
menegakkan masyarakat Islam. Mengerahkan upaya dengan jalan qital hanya merupakan slah
satu bagiannya. Sedangkan tujuannya ialah menegakkan masyarakat Islam dan mendirikan
negara Islam yang benar.
Tahapan-tahapannya :
Pertama :
jihad pada masa awal Islam berupa dakwah secara damai disertai kesiapan menghadapi
berbagai tribulasi dan cobaan berat. Kemudian bersamaan dengan permulaan hijrah disyariatkan
perang defensif yaitu membalas kekuatan dengan keuatan yang serupa. Setelah itu disyariatkan
qital (perang) terhadap setiap orang yang menghalangi penegakkan masyarakat Islam. Bagi
orang-orang atheis, penembah berhala dan musyrik, tidak ada pilihan lain kecuali harus
menerima Islam, karena tidak mungkin akan terjadi keselarasan antara mereka dan masyarakat
Islam yang sehat. Akan halnya ahli Kitab, maka dibolehkan tunduk kepada masyarakat Islam
dan tinggal bersama kaum Muslimin dengan syarat bersedia membayar jizyah kepada negara.
Jizyah ini sama dengan zakat yang dibayar oleh kaum Muslimin.
Pada tahapan akhir inilah hukum jihad dalam Islam ditetapkan secara final dan tuntas.
Dan hal ini menjadi kewajiban kaum Muslimin pada setiap masa manakala mereka memiliki
kekautan dan persiapan yang memadai untuk melakukannya. Menyangkut tahapan ini Allah
berfirman :
„Hai orang-orang yang beriman, perangilah orang-orang kafir yang di sekitar kamu iut, dan
hendaklah emreka menemui kekerasan daripadamu, dan ketahuilah bahwa Allah beserta orangorang
yang bertaqwa.“ QS At-Taubah : 123
Tentang tahapan ini pula Rasulullah saw menyatakan :
„Aku diperintah memerangi manusia sampai mereka mengucapkan La ilaha ilallah. Barang
siapa telah mengucapkannya, maka harta dan jiwanya terpelihara dariku, kecuali karena haknya
(hak Islam). Kemduian urusannya terserah kepada Allah (HR Bukhari dan Muslim )
Dari sini disimpulkan bahwa pembgian jihad di jalan Allah kepada oerang defensif dan
perang ofensiv tidaklah tepat. Sebab disyariatkannya jihad bukan karena faktor defence
(mempertahankan diri) atau offence (penyerangan9 itu sendiri. Tetapi jihad itu disyariatkan
karena kebutuhan penegakkan masyarakat Islam kepada sistem dan prinsip-prinsip Islam.
Dengan demikian, tidak perlu lagi jihad sebagai indakan defensiv atau ofensiv.
Adapaun perang defensiv yang disyariatkan ialah seperti orang Muslim yang
mempertahankan hartanya, kehormatannya, tanah atau kehidupannya. Bentuk perang ini tidak
ada hubungannya dengan istilah jihad dalam fiqih Islam. Tindakkan ini dalam fiqih Islam
disebut qitalu’sh Shail (pertarungan). Masalah ini di dalam buku-buku fiqihdi bahas secara
khusus dalam satu bab tersendiri. Tetapi oleh para penulis sekarang hal ini sering disamakan
dengan jihad yang sedang kita bahas dalam buku ini.
94
Itulah ringkasan pengertian jihad, sasaran dan tahapan-tahapannya dalam syariat Islam
Tentang kesalahan-kesalahan yang sengaja dimasukkan ke dalam pengertian jihad ini
tertuang dalam dua pandangan yang secara lahiriah saling bertentangan, tetapis ebenarnya
memiliki tujuan yang sama, yaitu menghapuskan syariat jihad.
Pandangan pertama menyatakan bahwa Islam tidak tersebar melalui pedang, tetapi nabi
saw dan para sahabatnya menggunakan tindakan pemaksaan. Karena itu penebaran Islam
mereka lakukan dengan paksaan dan tekanan bukan dengan persuasi dan pemikiran.
Sebaliknya , pandangan kedua menyatakan bahwa Islam adalah agama perdamaian dan
cinta. Jihad tidak disyariatkan kecuali untuk membalas serangan. Para penganut Islam tidak
akan berperang kecuali jika mereka dipaksa melakukannya dan dimulai oleh orang lain.
Kendatipun dua pandangan ini saling bertentangan , seperti kami sebutkan di atas ,
tetapi para perancang ghazwul fikri menggunakan kedua pandangan tersebut untuk satu
sasaran. Berikut ini penjelasannya :
Pertama-tama mereka mengisukan bahwa Islam adlah agama kekerasan dankebencian terhadap
orang lain. Kemudian mereka menunggu hasil isu yang dilontarkan dan reaksi penolakkan dari
kaum Muslim.
Setelah kaum Muslim memberikan reaksi penolakan terhadap isu tersebut, muncullah orangorang
yang berpura-pura membela Islam menolak tuduhan tersebut dengan mengatakan :
Sesungguhnya Islam tidak seperti yang mereka katakan, sebagai agama pedang dan kekerasan.
Sebaliknya Islam adalah agama perdamaian dan cinta. Jihad tidak disyariatkan kecuali untuk
menolak serangan. Para penganut Islam tidak digalakkan untuk berperang , selama masih ada
jalan perdamaian.
Pembelaan ini mendapatkan sambutan hangat dari kaum Muslim yang tidak memahami
jeratan yang sedang dipasang. Berangkat dari semangat membela Islam, akhriyna mereka
mendukung sepenuhnya „pembelaan“ tersebut dengan mengemukakan dalil demi dalil, bahwa
Islam memang benar seperti yang mereka katakan : Agama perdamaian dan kasih sayang.
Kaum Muslimin tidak akan berperang kecuali jika mereka diserang.
Orang-orang awam dari kaum Muslim ini tidak memahami bahwa itulah hasil yang
diharapkan. Kesimpulan itulah yang menjadi sasaran utama dari kedua pihak yang melontarkan
kebatilan tersebut.
Melalui berbagai pengantar dan sarana yang sudah dikaji, seara cermat, mereka ingin
menghapuskan fikrah jihad dari pikiran kaum Muslimin dan mematikan semangat perjuangan
dari dada mereka.
Sebagai bukti , kami sebutkan pernyataan seorang orientalis Inggris yang sangat
terkenal, Anderson, yang dikutip oleh Dr. Wahbah az-Zahili dalam kitabnya Atsarul-Harbi fil
Fiqih Islami :
„Orang-orang barat terutama Inggris, takut akan munculnya pemikiran jihad di kalangan kaum
Muslimin yang akan mempersatukan mereka dalam menghadapi musuh-musuhnya. Karena itu
orang-orang barat selalu berusaha menghapuskan pemikiran jihad ini.
95
Maha benar Allah yang berfirman tentang orang-orang yang tidak memiliki keimanan :
„Maka apabila diturunkan suatu surat yang jelas maksudnya dan disebutkan di dalamyna
(perintah) perang , kamu lihat orang-orang yang ada penyakit di dalam hatinya, memandang
kepadamu seperti pandangan orang pingsan, karena takut mati, dan kecelakaanlah bagi
mereka.“ QS Muhammad : 20
Pada hari jum’at sore tnaggal 3 Juni 1960 , saya ( Dr. Wahbah az -Zahili) bertemu
dengan seorang orientalis Inggris , Anderson. Saya tanyakan pendapatnya tentang masalah ini
(jihad), maka jawabnya ,“Sesungguhnya jihad ini tidak wajib, berdasarkan kepada kaidah :
Hukum akan berubah mengikuti perubahan jaman.Jihad sudah tidak sesuai dengan situasi
internasinal sekarnag, karena keterlibatan kaum Muslim dengan organisasi-organisasi dan
perjanjian-perjanjian internasional. Di samping karena jihad merupakan sarana untuk memaksan
orang masuk Islam, sedangkan suasana kebebasan dan kemajuan pemikiran manusia tidak
dapat menerima pemikiran yang dipaksakan dengan kekuatan.
Kembali kepada masalah baiat Aqabah kedua. Karena sesuatu yang dinginkan Allah,
maka kahirnya kaum musyrik Mekkah mengetahui berita baiat ini dan apa yang telah disepakati
antara Rasulullah saw dan kaum Muslim di Madinah.
Barangkali , hikmahnya ialah utuk mempersiapkan sebab-sebab jihrah Nabi saw ke
madinah. Akan kita ketahui bahwa berita yang didengar oleh kaum musyrik ini sangat besar
pengaruhnya terhadp kesepakatan mereka untuk membunuh dan menghabisi Rasulullah saw.
Betapapun baiat Aqabah kedua merupakan pengantar bagi hijrah Rasulullah saw ke
Madinah .
Nabi saw Mengijinkan Para Sahabatnya Berhijrah
ke
Madinah
Ibnu SA’d di dlaam kitabnya ath-Thabaqat menyebutkan riwayat dari Aisyah ra. :
Ketika jumlah pengikutnya mencapai tujuh puluh orang. Rasulullah saw merasa senang, Karena
Allah telah membuatnya suatu „benteng pertahanan“ dari suatu kaum yang memiliki keahlian
dalam peperangan, persenjataan, dan pembelaan. Tetapi permusuhan dan penyiksaan kaum
musyrik terhadap kaum Muslim pun semakin gencar dan berat. Mereka menerima cacian dan
penyiksaan yang sebelumnya tidak pernah mereka alami, sehingga para sahabat mengadu
kepada Rasulullah saw dan permintaan ijin ini dijawab oleh Rasulullah saw :
„Sesungguhnya aku pun telah diberitahu bahwa tempat hijrah kalian adalah Yatsrib. Barang
siapa yang ingin ke luar, maka hendaklah ia keluar ke Yatsrib.“
Maka para sahabat pun bersiap-siap , mengemas semau keperluan perjalanan, kemduian
berangkatlah ek Madinah secara sembunyi-sembunyi. Sahabat yang pertama kali sampai di
Madinah ialah Abu Salamah bin Abdul - Asad kemudian Amir bin Rab’ah bersama istrinya.
Laila binti Abi Hasymah, dialah wanita yang pertama kali datang ke Madinah dengan
menggunakan kendaraan sekedup. Setelah itu para sahabat Rasulullah saw datang secara
bergelombang. Mereka turun di rumah-rumah kaum Anshar mendapatkan tempat
perlindungan.
96
Tidak seorangpun dari sahabat Rasulullah saw yang berani hijrah secara terangterangan
kecuali Umar bin al-Khattab ra. Ali bin Abi Thalib meriwayatkan bahwa ketika Umar
ra hendak berhijrah , ia membaa pedang busur, panah dan tongkat di tangannya menuju
Ka’bah. Kemudian sambil disaksikan oleh tokoh-tokoh Quraisy , Umar ra melakuakn thawaf
tujuh kali dengan tenang. Setelah thawaf tujuh kali ia datang ke Maqam dan mengerjakan
shalat. Kemudian berdiri seraya berkata :“Semoga celakalah wajah-wajah ini! Wajah-wajah
inilah yang akan dikalahkan Allah!Barangsiapa ingin ibunya kehilangan anaknya, atau istrinya
menjadi janda, atau anaknya menjadi yatim piatu, hendaklah ia menghadangku di balik lembah
ini.“
Selanjutnya Ali ra mengatakan :“Tidak seorangpun berani mengikuti Umar kecuali
beberapa kaum lemah ynag telah diberitahu oleh Umar. Kemudian Umar ra berjalan dengan
aman.
Demikianlah secara berangsur-angsur kaum Muslim melakukan hijrah ke Madinah
sehingga tidak ada yang tertinggal di Mekkah kecuali Rasullah saw , Abu Bakar ra, Ali ra,
orang-orang yang ditahan, orang-orang sakit dan orang-orang yang tidak mampu keluar
Beberapa Ibrah
Cobaan berat yang dihadapi para sahabat Rasulullah saw semasa di Mekkah adalah
berupa gangguan, penyiksaan , cacian dan penghinaan dari kaum musyrik. Setelah Rasulullah
saw mengijinkan mereka berhijrah, cobaan berat itu kini berupa meninggalkan tanah air, harta
kekayaan , rumah dan keluarga.
Para sahabat dengan setia dan ikhlas kepada Allah menghadapi kedua bentuk cobaan
berat tersebut. Semua penderitaan dan kesulitan mereka hadapi dengan penuh kesabaran dan
ketabahan. Hingga ketika Rasulullah saw memerintahkan mereka berhijrah ke Madinah, tanpa
merasa berat mereka berangkat meninggalkan tanah air, kekayaan dan rumah mereka. Mereka
tidak bisa membawa harta benda dan kekayaan , karena harus berangkat secara sembunyisembunyi.
Semua itu mereka tinggalkan di Mekkah untuk menyelamatkan agamanya, dan
mendapatkan gantiu ukhuwah yang menantikan mereka di Madinah.
Ini adalah gambaran yang benar tentang pribadi Muslim yang mengikhlaskan agma
kepada Allah. Tidak mempedulikan tanah air, harta kekayaan dan kerabat demi menyelamatkan
agama aqidahnya. Itulah yang telah dilakukan oleh para sahabat Rasulullah saw di Mekkah.
Bagaimana halnya para penduduk Madinah yang telah memberikan perlindungan dan
pertolongan kepad mereka ? Sesungguhnya mereka telah menunjukkan keteladanan yang baik
tentang ukhuwa Islamiyah dan cinta karena Allah.
Tentu anda tahu, bahwa Allah telah menjadikan persaudaraan aqidah lebih kuat
ketimbang persaudaraan nasab. Karena itu pewarisan harta kekayaan di awal Islam didasarkan
pada asa aqidah , ukhuwah dan hijra di jaaln Allah.
Hukum waris berdasarkna hubungan kerabat tidak ditetapkan kecuali setelah
sempurnanya Islam di Madinah dan terbentuknya Darul-Islam yang kuat. Firman Allah :
„Sesungguhnya orang-orang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan jiwanya
pada jalan Allah, dan orang-orang yang memberikan tempat kedamaian danpertolongan
97
(kepada orang-orang muhajirin), mereka itu satu sama lain lindung-melindungi. Dan (terhadap)
orang-orang beriman, tetapi belum berhijrah, maka tidak ada kewajiban sedikitpun atasmu
melindungi mereka , sebelum mereka berhijrah.“ QS al-Anfal : 72
Dari pensyariatan hijrah ini dapat diambil dua hukum syari’ :
Pertama :
Wajib berhijrah dari Darul-Harbi ke Darul-Islam . Al-Qurthubi meriwayatkan pendapat Ibnu al-
Arab,“Sesungguhnya hijrah ini wajib pada masa Rasulullah saw dan tetap wajib sampai hari
kiamat. Hijrah yang terputus dengan Fathu Makkah itu hanya di masa Nai saw saja. Karena itu
, jiaka ada orang yang tetap tinggal di Darul-Harbi berarti dia melakukan mksiat.
Termasuk Darul-Harbi ialah tempat di mana orang Muslim tidak dapat melakuan syiarsyiar
Islam seperti shalat, puasa, berjama’ah dan hukum-hukum lain yang bersifat zhahir :
Pendapat ini didasarkan kepada firman Allah :
„Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan Malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri,
(kepada mereka) Malaikat bertanya :“Dlaam keadaan bagaimanakah kamu ini ?“ Mereka
menjawab:“Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri (Mekkah).“ Para Malaikat
berkata:“ Bukankah bumi Allah luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?“ Orang-orang
itu tempatnya neraka jahanam, dan jahanam itu sebuuk-burukna tempat kembali. Kecuali
mereka yang lemah dari laki-laki atau wanita ataupun anak-anak yang tidak mempu berdaya
upaya dan tidak mengetahui jalan (untuk berhijrah).“ QS an-Nisa 97-98
Kedua :
Selama masih memungkinkan sesama kaum Muslim wajib memberikan pertolongan, sekalipun
berlainan negara dan bumi. Para imam dan ulama sepakat bahwa kaum Muslimin , apabila
mampu wajib menyelamatkan orang-orang Muslim ynag tertindas , ditawan, atau dianiaya di
mana saja meraka berada. Jika meraka tidak melakukannya, maka mereka berdosa besar.
Abu Bakar bin al-Arabi berkata :“Jika ada di antara kaum Muslimin yang ditawan atau
ditindas , maka mereka wajib ditolong dan diselamatkan. Jika jumlah kita memadai untuk
membebaskan mereka, maka wajib ke luar atau mengerahkan seluruh harta kekayaan kita bila
perlu sampai habis untuk membebaskan mereka.
Sesama kaum Muslim wajib saling tolong-menolong dan memberikan loyalitas. Tetapi
pemberian loyalitas saling tolong-menolong atau persaudaraan ini, tidak boleh dilakukan antara
kaum Muslim dan orang-orang non-Muslim. Secara tegas Allah menyatakan hal ini dalam
firman-Nya. :
„Adapun orang-orang yang kafir sebagian mereka menjadi pelindung sebagian yang lain. Jika
kamu (haipara Muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu, niscaya
akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar.“ QS al-Anfal : 73
Ibnu al-Arabi berkata :“Allah memutuskan walayah (perwalian) antara orang-orang
kafir dan orang-orang Mu’min. Kemudian menjadikan orang-orang mu’min sebagian mereka
menjadi pelindung sebagian yang lain, dan orang-onrag kafir sebagian mereka menjadi
pelindung sebagian yang lain. Mereka saling tolong-menolong dan saling menentukan sikap
berdasarkan agama dan aqidah mereka masing-masing.“
Tidak diragukan lagi bahwa pelaksanaan ajaran-ajaran Ilahi seperti ini merupakan asas
dan pangkal kemenangan kaum Muslim pada setiap masa. Sebaliknya pengabaian kaum Muslim
98
terhadap ajaran-ajaran ini merupakan pangkal kelemahan dan kekalahan kaum Muslim yagn
kita saksikan sekarang ini di setiap tempat.
Hijrah Rasulullah saw
Dalam beberapa riwayat yang shahih disebutkan bahwa setelah Abu Bakar ra melihat
kaum Muslim sudah banyak yang berangkat hijrah ke Madinah, ia datang kepada Rasulullah sw
meminta ijin untuk berhijrah. Tetapi dijawab oleh Rasulullah saw ;“Jangan tergesa-gesa, aku
ingin memperoleh ijin dulu dari Allah.“ Abu Bakar bertanya,“Apakah engkau juga
menginginkannya?“ Jawab Nabi saw ,“Ya.“ Kemudian Abu Bakar ra menangguhkan
keberangkatannya untuk menemani Rasulullah saw . Ia lalu membeli dua ekor unta dan
dipeliharanya selama empat bulan.
Selama masa tersebut kaum Quraisy mengetahui bahwa Rasulullah saw telah memiliki
pendukung dan sahabat dari luar Mekkah. Mereka khawatir jangan-jangan Rasulullah saw
keluar dari Mekkah kemudian menghimpun kekuatan di sana dan menyerang mereka.
Maka diadakanlah pertemuan di Darun-Nadwah (rumah Qushayyi bin Kilab, tempat
kaum Quraisy memutuskan segala perkara) utuk membahas apa yang harus dilakukan terhadap
Rasulullah saw . Akhirnya diperoleh kata sepakat untuk mengambil seorang pemuda yang kuat
dan perkasa dari setiap kabilah Quraisy. Kepada masing-masing pemuda itu diberikan sebilah
pedang yang ampuh kemudians ecara bersama-sama mereka serentak membunuhnya, agar Bani
Manaf tidak berani melancarkan serangan terhadap semua orang Quraisy. Setelah ditentukan
hari pelaksanaannya. Jibril as datang kepada Rasulullah saw memerintahkan berhijrah dan
melarangnya tidur di tempat tidurnya pada malam itu.“
Dalam riwayat Bukhari, Aisya ra mengatakan:“ Pada suatu hari kami duduk di rumah
Abu Bakar ra , tiba-tiba ada seseorang yang berkata kepada Abu Bakar,“Rasulullah saw datnag
padahal beliau tidak biasa datang kemari pada saat-saat seperti ini.“ Kemudian Abu Bakar
berkata:“Demi bapak dan ibuku yang menjadi tebusan engkau, Demi Allah , Rasulullah saw
datang pada saat seperti ini, tentu ada suatu kejadian penting.“ Aisya ra berkata :“ Kemudian
Rasulullah saw datang dan meminta ijin untuk masuk. Setelah dipesilahkan oleh Abu Bakar,
Rasulullah saw pun masuk ke rumah, lalu berkata kepada Abu Bakar,“Suruhlah keluargamu
masuk ke rumah.“ Abu Bakar menjawab,“Ya, Rasulullah saw tidak ada siapa-siapa kecuali
keluargaku.“ Rasulullah saw menjelaskan,“Allah telah mengijinkan aku berangkat berhijrah.“
Tanya Abu Bakar,“Apakah aku jadi menemani anda , ya RAsulullah ?“ Jawab Nabi saw ,“Ya,
benar engkau menemani aku .“Kemudian Abu Bakar berkata,“Ya, Rasulullah saw , ambillah
salah satu dari dua ekor untaku.“ Jawab Rasulullah saw.“Ya, tetapi dengan harga.“
Lebih jauh Aisyah ra menceritakan :“Kemduian kami mempersiapkan segala keperluan
secepat mungkin , dan kami buatkan bekal makanannya yang kami bungkus dalam kantung
terbuat dari kulit. Lalu Asma’ binti Abu Bakar memotong ikat pinggangnya untuk mengikat
mulut kantong itu, sehingga dia mendapatkan sebutan „pemilik ikat pinggang“.
99
Kemudian Rasulullah saw menemui Abi bin Abi Thalib dan memeirntahkan untuk
menunda keberangkatannya hingga selesai mengembalikan barang-barang titipan setiap orang
di Mekkah yang merasa khawatir terhadap terhadap barang miliknya yang berharga , mereka
selalu menitipkannya kepada Rasulullah saw , karena mereka mengetahui kejujuran dan
kesetiaan beliau di dalam menjaga barang amanat.
Sementara itu Abu Bakar memerintahkan anak lelakinya Abdullah supaya menyadap
berita-berita yang dibicarakan orang banyak di luar untuk di sampaikan pada sore harinya
kepadanya di dalam gua. Selain Abdullah kepada bekas budaknya yang bernama Amir bin
Fahirah, Abu Bakar juga memerintahkan supaya menggembalakan kambingnya di sinag hari,
dan pada sore harinya supaya digiring ke gua untuk diperah air susunya di samping untuk
menghapuskan jejak. Kepada Asma’ ,Abu Bakar menugasinya supaya membawa makanan
kepadanya setiap sore.
Ibnu Ishaq dan Imam Ahmad meriwayatkan dari Yahya bin ‘Ibad bin Abdillah bin
Zubair dari Asma’ binti Abi Bakar ra, ia berkata : „Ketika Rasulullah saw berangkat bersama
Abu Bakar, Abu Bakar membawa serta semua hartanya sejumlah enam atau lima ribu dirham.
Selanjutnya Asma’ menceritakan : Kemudian kakekku yang sudah buta, Abu Quhafah , datang
kepada kami seraya berkata, „Demi Allah aku melihat Abu Bakar berangkat meniggalkan kamu
dengan membawa seluruh hartanya.“ Aku jawab,“Tidak, wahai kakek. Dia telah meninggalkan
kebaikan yang banyak untuk kami.“ Lalu aku ambil beberapa batu kemudian aku letakkan di
tempat di mana Abu Bakar biasa menaruh uanngya, lalu aku tutupi dengan kain. Kemudian aku
pegangn tangannya dan aku katakan kepadanya,“ Letakkanlah tanganmu di atas uang ini.“
Kemudian dia meletakan tanganyna di antaranya seraya berkata,“ Tidak mengapa, jika dia telah
meninggalkan untukmu. Dia telah berbuat baik , dan ini cukup untukmu.“ Asma’
berkata,“Demi Allah sebenarnya dia tidak meninggalkan sesuatu untuk kami, tetapi dengan
cara itu aku hanya ingin menyuruh kakek diam.
Pada mala hijrah Nabi saw orang-orang musyrik telah menunggu di pintu Rasulullah
saaw . Mereka mengintai hendak membunuhnya. Tetapi Rasulullah saw lewat di hadapan
mereka dengan selamat, karena Allah telah mendatangkan rasa kantuk pada mereka. Sementara
itu, Ali bin Abi Thalib dengan tenang tidur di atas tempat tidur Rasulullah saw , setelah
mendapatkan jaminan dari beliau bahwa mereka tidak akan berbuat kejahatan terhadapnya.
Maka berangkatlah Rasulullah saw bersama Abu Bakar menuju gua Tsur. Peristiwa ini
menurut riwayat yang paling kuat terjadi pada tanggal 2 Rabi’ul awwal bertepatan dengan 20
September 622 M, tiga belas tahun setelah bi’tsah. Kemudian Abu Bakar memasuki gua
terlebih dahulu untuk melihat barangkali di dalamnya ada binatang buas atau ular. Di gua inilah
keduanya menginapselama tiga hari. Setiap malam Abdullah bin Abu Bakar menginap bersama
mereka, kemudian turun ke Mekkah pada waktu Shubuh. Sementara Amir bin Fahirah datang
ke gua dengan membawa kambing-kambingnya untuk menghapuskan jejak Abdullah.
Dalam pada itu, kaum musyrik setelah mengetahui keberangkatan Nabi saw menari
Rasulullah sw dengan mengawasi semua jalan ke arah Madinah, dan memeriksa setiap
persembunyian, bahkan sampai ke gua Tsur. Saat itu Rasulullah saw dan Abu Bakar
mendengar langkah-langkah kaki kaum musyrik di sekitar gua, sehingga Abu Bakar merasa
khawatir dan berbisik kepada Rasulullah saw ,“Seandainya di antara mereka ada yang melihat
ke arah kakinya, niscaya mereka akan melihat kami.“ Tetapi dijawab oleh Nabi saw ,“Wahai
Abu Bakar, jangan kamu kira kita hanya berdua saya. Sesungguhnya Allah berserta kita.“
100
Allah menutup mata kaum musyrik sehingga tak seorangpun melihat ke arah gua itu ,
dan tak serorangpun di antara mereka yang berpikir tentang apa yang ada di dalamnya.
Setelah tidak ada lagi yang mencari , dan setelah datang Abdullah bin Arqath seorang
pemandu jalan yang dibayar untuk menunjukkan jalan rahasia ke Madinah, berangkatlah
keduanya menyusuri jalan pantai dengan dipandu oleh Abdullah bin Arqath itu.
Pada waktu itu kaum Quraisy mengumumkan tawaaran, bahwa siapa saja yang dapat
menangkap Muhammad saw dan abu Bakar akan diberi hadiah sebesar harga diyat (tebusan)
masing-masing dari keduanya.
Pada suatu hari, ketika sejumlah orang dari bani Mudlij sedang mengadakan pertemuan,
di anara mereka terdapat Suraqah bin Ja’tsam, tiba-tiba datang kepada mereka seorang laki-laki
sambil berkata,“ Saya baru saja melihat beberapa bayangan hitam di pantai. Saya yakin mereka
adalah Muhammad dan para sahabatnya.“ Suraqah pun mafhum bahwa mereka adlah
Muhammad saw, tetapi dengan pura-pura berkata,“ Ia berhenti sejenak, kemudian menunggang
dan memacu kudanya untuk mengejar rombongan iut, hingga ketika telah sampai dekat
Rasulullah saw, tiba-tiba kudanya tersungkur, dan dia pun jatuh terpelanting. Kemudian dia
bangun dan mengejar kembali sampai mendengar bacaan Nabis aw. Berkali-kali Abu Bakar
menoleh ke belakang, sementara Rasulullah saw berjalan terus dengan tenang. Tetapi tiba-tiba
Suraqah terhempas lagi dari punggung kudanya dan jatuh terpelanting. Ia bangun lagi dengan
tubuh berlumuran tanah, kemudian berteriak memanggil-manggil minta diselamatkan.
Tatkala Rasulullah saw dan Abu Bakar menghampirinya, ia meminta ma’af dan mohon
supaya Nabisaw berdoa memohonkan ampunan untuknya, dan kepada Nabi saw ia
menawarkan bekal perjalanan. Oleh Nabi saw dijawab,“Kami tidak membutuhkan itu! Yang
kuminta supaya engkau tidak menyebarkan berita tentang kami.“ Suraqah menyahut ,“baiklah.“
Maka pulanglah Suraqah dan setiap kali bertemu dengan orang-orang yang mencaricari
Rasulullah saw dia selalu menyarankan supaya kembali saja. Demikianlah kisah Suraqah.
Di pagi hari ia berjuang dengan giat ingin membunuh Nabi saw, tetapi di sore hari berbalik
menjadi pelindungnya.
Tiba di Quba’
Sesampainya di Quba’ Rasulullah saw disambut dengan gembira oleh para
penduduknya, dan tinggal di rumah Kaltsum bin Hidam selama beberapa hari. DI sinilah Ali bin
Abi Thalib menyusul Rasulullah saw setelah mengembalikan barang-barang titipan kepada para
pemiliknya. Kemudian Rasulullah saw membangun mesjid Quba’, mesjid yang disebut Allah
sebagai „mesjd yang didirikan atas dasar takwa sejak hari pertama.“
Setelah itu Rasulullah saw melanjutkna perjalannya ke Madinah. Menurut al-Mas’udi
Rasulullah saw memasuki Madinah tepat pada malam hari tanggal 12 Rabi’ul Awwal. Di sini
Rasulullah saw disambut dengan meriah dan dijemput oleh orang-orang Anshar. Setiap orang
berebut memegang tali untanya, karena mengharapkan Rasulullah saw sudi tinggal di
101
rumahnya, sehingga Rasulullah saw berpesan kepada mereka,“ Biarkan saja tali unta itu karena
ia berjalan menurut perintah.“ Unta pun terus berjalan memasuki lorong-lorong Madinah
hingga sampai pada sebidang tanah tempat pengeringan kurma milik dua anak yatim dari bani
Najjar di depan ruah Abu Ayyub al-Ansary. Rasulullah saw bersabda :“ Di sini lah tempatnya
insya Allah.“ Lalu Abu Ayyub segera membawa kendaraan iut ke rumahnya, dan menyambut
Nabi saw dengan penuh bahagia. Kedatangan nabi saw ini juga disambut dengan gembira oleh
gadis-gadis kecil bani Najjar seraya bersenandung :
„Kami gadis-gadis dari bani Najjar, Kami harap Muhammad menjadi tetangga kami“
mendengar senandung ini Rasulullah saw bertanya kepad mereka,“ Apakah kalian
mencintaiku?“ Jawab mereka,“Ya.“ Kemudian Nabi saw bersabda :“ Allah mengetahui bahwa
hatiku mencintai kalian.“
Di Rumah Abu Ayyub
Abu Bakar bin Abi Syaibah, Ibnu Ishaq dan Imam Ahmad bin Hambal meriwayatkan
dari beberapa sanad dengan lafadzh yang hampir bersamaan, bahwa Abu Ayyub ra berkata ,“
Ketika Rasulullah saw tinggal di rumahku, beliau menempati bagian bawah rumah, sementara
aku dan Ummu Ayyub di bagian atas. Kemudian aku katakan kepadanya,“ Wahai Nabi Allah,
aku tidak suka dan merasa berat tinggal di atas engkau , sementara engkau berada di bawahku.
„ Tetapi Nabi saw menjawab,“ Wahai Abu Ayyub, biarkan kami tinggal di bawah, agar orang
yang bersama kami dan orang yang ingin berkunjung kepada kami tidak perlu susah payah.“
Selanjutnya Abu Ayyub menceritakan : Demikianlah Rasulullah saw tinggal di bagian
bawah sementara kami tinggal di bagian atas. Pada suatu hari , gentong kami yang berisi air
pecah, maka segeralah aku dan Ummu Ayyub membersihkan air itu dengan selimut kami yang
satu-satunya itu, agar air tidak menetes ke bawah yang dapt mengganggu beliau . Setelah itu
aku turun kepadanya meminta agar beliau sudi pindah ke atas , sehingga beliau bersedia pindah
ke atas.
Pada kesempatan lain Abu Ayyub menceritakan : Kami biasa membuatkan makanan
malam untuk Nabis aw . Setelah siap makanan itu, kami kirimkan kepada beliau. Jika sisa
makanan itu dikembalikan kepada kami, maka aku dan ummu Ayyub berebut pada bekas
tangan beliau, dan kami makan bersma sisa makanan itu untuk mendapatkanberkat beliau. Pada
suatu malam kami mengantarkan makanan malam yang kami campuri dengan bawang merah
dan bawang putih kepada beliau, tetapi ketika makanan itu dikembalikan oelh Rasulullah sw
kepada kami, aku tidak melihat adanya bekas tangan yang menyentuhnya. Kemudian dengan
rasa cemas aku datang menanyatakan,“Wahai Rasulullah saw , engkau kembalikan makanan
malammu , tetapi aku tidak melhat adanya bekas tanganmu. Padahal , setiap kali engkau
mengembalikan makanan, aku dan ummu Ayyub selalu berebut pada bekas tanganmu, karena
ingin mendapatkan berkat.“ Nabi saw menjawab,“ Aku temui pada makananmu itu bau
bawang, padahal aku senantiasa bermunajat kepada Allah. Tetapi untuk kalian makan sajalah.“
Abu Ayyub berkata : Lalu kami memakannya. Setelah itu kami tidak pernah lagi menaruh
bawang merah atau bawang putih pada makanan beliau.
Beberapa Ibrah
102
Pada pembahasan terdahulu telah kami jeaskan makna hijrah dalam Islam. Dalam
penjelasan tersebut kami kemukakan bahwa Allah swt menjadikan kesucian agama dan aqidah
di atas segala sesuatu. Tidak ada nilai dan arti tanah air, bangsa , harta dan kehormatan apabila
aqidah dan syiar-syiar Islam terancam kepunahan dan kehancuran. Karenanya Allah
mewajibkan para hambah-Nya untuk mengorbankan segala sesuatu. Jika diperlukan demi
mempertahankan aqidah dan Islam.
Sudah menjadi Sunnahtullah di alam semesta , bahwa kekuaran moral yang tercermin
pada aqidah yang benar dan agama yang lurus, merupakan pelindung bagi peradaban dan
kekutan material. Jika suatu umat memiliki akhlak yang luhur, dan berpegang teguh denga
agamanya yang benar, niscaya kekuatan materialnya yang tercermin pada apa yang telah kami
sebutkan tadi tidak lama lagi pati akan mengalami kehancuran. Sejarah adalah bukti terbaik
bagi apa yang kami tegaskan ini.
Karena itu, Allah mensyariatkan prnsip berkorban dengan harta dan tanah air demi
mempertahankan aqidah dan agama manakala diperlukan. Dengan pengorbanan ini sebenarnya
kaum Muslimin telah memelihara harta, negara dan kehidupan, kendatipun nampak pertama kai
mereka kehilangan semua itu.
Bukti yang terbaik bagi kebenaran pernyataan ini ialah hijrah Rasulullah saw dari
Mekkah ke Madinah. Secara lahiriyah hijrah ini mungkin nampak sebagai suatu kerugian bagi
Rasulullah saw , karena harus kehilangan negerinya. Tetapi pada hakekatnya merupakan upaya
untuk melindungi dan memeliharanya. Sebab upaya memelihara sesuatu itu boleh jadi berupa
tindakan meninggalkan dan menjauhinya selama masa tertentu. Beberapa tahun setelah
hijrahnya ini berkat agama Islam yang telah diterapkan negeri yang hilang (Mekkah) dapat
direbut kembali dengan penuh wibawa dan kekuatan yagn tak dapat digoyahkan oleh orangorang
yang pernah mengejar-ngejarnya.
Kembali kepada pelajaran yang terkandung dalam kisah hijrah Rasulullah saw . Dari
kisah hijrah ini terdapat beberapa hukum yang sangat penting bagi setiap Muslim :
Pertama :
Hal yang paling menonjol dlaam kisah hijrah Rasulullah saw ini ialah pesan beliau
kepada Abu Bakar supaya menunda keberangkatannya untuk menemaninya dalam perjalanan
hijrah.
Dari peristiwa ini para ulama menyimpulkan bahwa Abu Bakar adalah orang yang
paling dicintai Rasulullah saw, paling dekat kepadanya, dan paling berhak menjadi khalifah
sesudahnya. Kesimpulan ini dikuatkan oleh beberapa peristiwa lainnya, seperti perintah
Rasulullah saw kepadanya untuk menggantikan beliau menjadi immam shalat ketika beliau
sakit. Juga dikuatkan oleh sabda beliau dalam hadits shahih :
„ Sekiranya aku mengambil seorang kekasih (khalil), niscaya Abu Bakarlah orangnya.“
kepribadian dan keistimewaan yang dikaruniakan Allah kepada Abu Bakar memang
layak untuk mendapatkan derajat dan tingkatan tersebut. Ia adalah contoh seorang sahabat
ynag jujur dan setia, bahkan siap mengorbankan jiwa dans egala yng dimmiliinya demi membela
Rasulullah saw . Tidakkah kita lihat bagaimana Abu Bakar memasuki gua Tsur terlebih dahulu,
demi menyelamatkan Rasulullah saw dari kemungkinan gangguan binatang buas dan ular. Kita
saksikan pula bagaimana Abu Bakar menggerahkan harta, kedua anak dan seorang
103
penggembala kambingnya untuk membantu Rasulullah saw dalam perjalanan panjang dan berat
ini.
Demi Allah kepribadian seperti inilah yang haru dimiliki oleh setiap Muslim yang
beriman kepada Allah dn Rasul-Nya . Karena itu, Rasulullah saw bersabda :
„Tidaklah beriman salah seroang di antaramu sehingga aku lebih dicintai dariapa anaknya,
orang tuanya dan semua orang.“
Kedua :
Mungkin akan terlintas dalam benak seorang Mukmin untuk membandingkan antara
hijrah Umar bin Khattab ra dan hijrah Nabi saw , lalau bertanya :“ Mengap Umar ra berhijrah
secara terang-terangan seraya menantang kaum musyrik tanpa rasa takut sedikitpun, sementara
Rasululalhs aw berhijrah secara sembunyi-sembunyi ß Apakah Umar ra lebih berani ketimbang
Nabi saw ? „
Jawabnya bahwa Umar ra ataupun orang Muslim lainnya tidaklah sama dengan
Rasulullah saw . Semua tindakkan dianggap sebagai tindakan pirbadi, tidak menjadi hujjah
syariat . Ia boleh memilih salah satu dari beberapa cara, sarana, dan gaya sesuai dengan
kapasitas keberanian dan keimanan kepada Allah.
Akan halnya Rasullah saw , beliau adalah orang yagn bertugas menjelaskan sariat,
yakni bahwa semua tindakannya berkaitan dengan agma merupakan syariat bagi kita. Itu
sebabnya maka Sunnah Nabi saw yang berupa perkataan, perbuatan, sifat dan taqrir
(penetapan)-nya , merupakan sumber syariat yang kedua. Seandainya Rasulullah saw
melakukan seperti yang dilakukan oleh Umar ra niscaya orang-orang akan mengira bahwa cara
dan tindakkan seperti itu adalah wajib, yakni tidak boleh mengambil sikap hati-hati dan
bersembunyi ketika dalam keadan bahaya. Padahal Allah menegaskan syariatnya di duni ini
berdasarkan tuntutan sebab dan akibat. Bahkan segala sesuatu ini pada hakekatnya terjadi
dengan sebab dan kehendak Allah.
Oleh karena iut Rasulullah saw menggunakan semua sebab dan sarana yang secara
rasional tepat dan sesuai dengan pekerjaan tersebut, ampai tidak ada sarana yang bisa
dimanfaatkan kecuali telah digunakan oleh Rasulullah saw. Beliau memerintahkan Ali bin Abi
Thalib supaya tidur di tempat tidurnya dengan menggunakan selimutnya. Juga membayar
seorang musyrik setelah dapat dipastikan kejujurannya , sebagai penunjuk jalan rahasia,
bersembunyi di gua selama tiga hari, dan persiapan-persiapan lainnya yang terpikirkan oleh akal
manusia. Kesemuanya ini untuk menjelaskan bahwa keimanan kepada Allah tidak melarang
pemakaian dan pemanfaatan sebab-sebab yang memang dijadikan Allah sebagai sebab.
Rasulullah saw melakukan itu bukan akrena takut akan tertangkap oleh kaum musyrik
di tengah perjalanan. Buktinya, setelah Rasulullah ser mengerahkan segala upaya, kemudian
kaum musyrik mencarinya sampai ke tempat persembunyiannya di gua Tsur, hingga apabila
melihat ke bawah pasti akan melihatnya, sehingga menimbulkan rasa takut di hati Abu Bakar
ra. , tetapi dengan tenang Rasulullah saw menjawab ,“ Wahai Abu Bakar, janganlah kmu kira
bahwa kita hanya berdua saja. Sesungguhnya Allah beserta kita.“ Seandainya Rasulullah saw
hanya mengandalkan kehati-hatian (faktor amniyah) saja pasti sudah timbul rasa takut di hati
beliau pada saat itu.
Tetapi karena kehati-hatian itu merupakan tugas pensyariatan (wazhifah tasyriyat) yang
harus dilaksanakan, maka setelah melaksanakan tugas tersebut hatinya kembali terikat kepada
104
Allah dan bergantung kepada pelindung-Nya. Hal ini supaya kaum Muslim mengetahui bahwa
dalam segala urusan mereka tidak boleh bergantung kecuali kepada Allah, kendatipun tetap
diperintahkan untuk melakukan usaha dan mencari kausal (sebab) yang diciptakan Allah apda
alam nyata ini.
Di antara dalil nyata bagi apa yang kami katakan ini ialah sikap Nabi saaw ketika
dikejar oleh Suraqah ynag ingin membunuhnya dan mulai mendekatinya. Seandainya Rasulullah
saw hanya mengandalkan usaha kehati-hatian yang telah dilakukannya, pasti beliau sudah
merasa takut ketika melihat Suraqah. Tetapi Rasulullah saw tidak gentar sama sekali, bahkan
dengan tenang melanjutkan bacaan al-Quran dan munajatnya kepada Allah. Karena beliau
mengetahui bahwa Allah yang memerintahkannya berhijrah pasti akan melindunginya dari
segala bentuk kejahatan manusia, sebagaimana telah dijelaskan-Nya di dalam Kitab-Nya yang
terang.
Ketiga,
Tugas Ali ra menggantikan Rasulullah saw dalam mengembalikan barang-barang titipan yang
dititipkan oleh para pemiliknya kepada Nabi saw merupakan bukti nyata bagi sikap yang
kontradiktif yang diambil oleh kau musyrik. Pada satu sisi mereka mendustakan dan
menganggapnya sebagai tukang sihir atau penipu, tetapi pada sisi lain mereka tidak
menemukan orang yang lebih amanah dan jujur dari Nabi saw. Ini menunjukkan bahwa
keingkaran dan penolakkan mereka bukan karena meragukan kejujuran Nabi saw, tetapi karena
kesombongan dan keangkuhan mereka terhadap kebenaran yang dibawanya, di samping karena
takut kehilangan kepemimpinan dan kesewenang-wenangan mereka.
Keempat :
Jika kita perhatikan kegiatan dan tugas yang dilakukan oleh Abdullah bin Abu Bakar yang
mondar-mandir antara gua Tsur dan Mekkah mencari berita dan mengikuti perkembangan ,
kemudian melaporkannya kepada Nabi saw dan ayahnya, juga tugas yang dilakukan saudara
perempuannya , Asma’ binti Abu Bakar, dalam mempersiapkan bekal perjalanan dan mensuplai
makanan, kita dapatkan suatu gambaran dan sosok kepribadian yang harus diwujudkan oleh
para pemuda Islam yang berjuang di jalan Allah demi merealisasikan prinsip-prinsi Islam dan
menegakkan masyarakat Islam. Kegiatan yang dilakukannya tidak hanya terbatas pada ritusritus
peribadatan , tetapi harus mengerahkan segenap potensi dan seluruh kegiatannya untuk
perjuangan Islam. Itulah ciri-ciri khas pemuda dalam kehidupan Islam dan kaum Muslim pada
setiap masa.
Perhatikanlah orang-orang yang ada di seitar Nabi saw pada masa dakwah dan jihadnya
, sebagian besar terdiri dari para pemuda yang masih belia. Mereka tidak tanggung-tanggung
dalam memobilisasi segenap potensi demi membela Islam dan menegakkan masyarakatnya.
Kelima :
Yang dialami oleh Suraqah dan kudanya ketika menghampiri Rasulullah saw merupakan
mu’jizat bagi beliau. Para imam hadits menyepakai kebenaran riwayat tersebut, terutama Imam
Bukhari dan Muslim. Peristiwa ini dapat dimasukkan ke dalam datar deretan mu’jizat Nabi
saw.
Keenam :
Di antara mu’jizat yang terbesar yang terjadi dalam kisah hijrah Nabi saw ialah keluarganya
Rasulullah saw dari rumhanya ynag sudah dikepung oleh kaum musyrik yang hendak
membunuhnya. Ketika Nabi saw keluar mereka semau tertidur, sehingga tak seorangpun
105
melihatnya. Bahkan sebagai penghinaan terhadap mereka, ketika keluar dan melewati mereka
Rasulullah saw menaburkan pasir ke atas kepala mereka seraya membaca firman Allah :
„Dan Kami adakan di hadapan mereka dinding dan di belakang mereka dinding (pula), dan
Kami tutup (mata) mereka sehingga mereka tidak dapat melihat.“ QS Yasin : 9
Mu’jizat ini merupakan pengumuman Ilahi kepada kaum musyrik pada setiap masa,
bahwa penindasan dan penyiksaan yang dialami Rasulullah saw dan para sahabatnya di tengah
perjuangannya menegakkan Islam, selama masa ang tidak terlalu lama, tidak berarti bahwa
Allah membiarkan mereka. Tidak sepatutnya kaum musyrik dan segenap musuh Islam
membanggakan hal itu, karena sesungguhnya pertolongan Allah amat dekat, dan sarana-sarana
ekmenangan pun kian lama kian mendekati kenyataan.
Ketujuh :
Sambutan masyarakat Madinah kepada Rasulullah memberikan gambaran kepada kita betapa
besar keintaan yang telah merasuki hari kaum Anshar. Setiap hari mereka keluar di bawah terik
matahari ke pintu gerbang kota Madinah menantikan kedatangan Rasulullah sw hingga apabila
matahari telah terbenam, mereka kembali untuk menantikannya esok hari. Ketika Rasulullah
saw muncul, tumpahlah segala muatan rasa gembira, dan dengan serempak mereka
mengumandangkan bait-bait qashidah karena kegembiraan melihat kedatangan Rasulullah saw.
Perasaan cinta ini oleh Rasulullah saw dibalas dengan cinta yang sama, sehingga beliau pun
memperhatikan gadis-gadis kecil Bani Najjar yang sedang berdendang menyambut
kedatangannya, seraya bertanya, „Apakah kalian mencintaiku? Demi Allah, sesungguhnya
hatiku mencintai kalian.“
Semua ini menunjukkan bahwa mencintai Rasulullah saw tidak semata-mata
mengikutinya. Bahkan mencintai Rasulullahs saw itu merupakan asas dan dorongan untuk
mengikutinya. Jika tidak ada cinta yang bergelora di dalam hati, niscaya tidak akan ada
dorongan untuk mengiutinya.
Karena itu, sesatlah orang yang beranggapan bahwa mencintai Rasulullah saw tidak
memiliki arti lain kecuali dengan mengikuti dan meneladaninya dlam beramal. Mereka tidak
menyadari bahwa seseorang tidak mungkin mau meneladani kalau tidak ada dorongan yang
mendorongnya ke arah itu. Dan tidak ada dorongan yang mendorong untuk mencikuti kecuali
rasa cinta yang bergelora di hati yang membangkitkan semangat dan perasaan. Oleh sebab itu
Rasululalh saw menjadikan bergeloranya hati dalam mencintai dirinya sebagai ukuran iman
kepada Allah swt, dimana kecintaan ini mengalahkan rasa cinta kepada anak, orang tua dan
semua manusia . Ini menunjukkan bahwa cinta kepada Rasulullah saw sejenis dengan cinta
kepada anak dan orang tua , yakni masing-masing dari keduanya ebrsumber dari perasaan dan
hati. Jika tidak demikian, maka tidak mungkin dapat dilakukan perbandingan antara keduanya.
Kedelapan :
Gambaran yang kita lihat pada persinggahan Rasulullah saw di rumah Abu Ayyub al-Anshari
menunjukkan betapa besar cinta para sahabat kepada Rasulullah saw.
Hal yang perlu kita perhatikan ialah tabarruk-nya Abu Ayyubdan istrinya dengan bekas
sentuhan jari-jari Rasulullah saw, pada hidangan makanan, ketika sisa makanan itu
dikembalikan oleh Rasulullah saw kepada keduanya. Dengan demikian tabarruk
(mengharapkan berkah) dari sisa-sisa Nabi saw adalah perkara yang disyariatkan dan
dibenarkan oleh Nabi saw.
106
Bukhari dan Muslim meriwayatkan beberapa gambaran lain dari tabarruk-nya para
sahaabt dengan sisa-sisa Nabi saw unttuk keperluan pengobatan dan lain sebagainya.
Di antara apa yang diriwayatkan oleh Bukhari dalam Kitabul-Libas pada bab Perihal
Uban. Disebutkan bahwa Ummu Salamah, istri Nabi saw, pernah menyimpan beberapa lembar
rambut Nabi saw, di dalam sebuah kotak. Jika ada salah seorang sahabat yang tersernag
penyakit mata atau penyakit lainnya. Ummu Salamah mengirimkan segelas air yang sudah
dicelupi dengan beberapa lembar rambut Rasulullah saw tersebut, kemudian mereka meminum
air tersebut dengan mengharapkan berkahnya.
Muslim juga meriwayakan di dala Kitabul-Fadhail pada bab keharuman keringat
Rasulullah saw , bahwa Nabi saw pernah memasuki rumah Ummu Sulaim, kemudian tidur di
tempat tidurnya pada saat Ummu Sulaim tidak ada di rumah. Kemudian Ummu Sulaim datang
dan melihat Rasulullah saw meneteskan keringatnya. Lalu Ummu Sulaim menadahi keringat
Nabi saw tersebut dengan sepotong kain di atas tempat tidur, kemudian memerasnya dan
menyimpannya di dalam botol kecil. Tak lama kemudian Nabi saw bangun seraya bertanya :“
Apa yang sedang kamu lakukan , wahai Ummu Sulaim?“ Ummu Sulaim menjawab :“ Kami
mengharap berkahnya untuk anak-anak kecil kami.“ Jawab Nabi ,“ Kamu benar.“
Juga apa yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim tentang berebutnya para sahabat
terhadap air bekas wudhu’ Nabi saw dan tabarruk mereka dari beberapa benda ynag pernah
digunakan oleh Nabi saw seperti pakaian beliau dan bejana bekas dipakai minum beliau.
Kita cukupkan sampai di sini dulu catatan kita tentang kisa hijrah Rasulullah saw
selanjutnya kita bahas beberapa pekerjaan mulia yang dilakuan oleh Nabi saw di tengah-tengah
masyarkat baru Madinah Munawwarah.
Selesai Jilid I
107

Tidak ada komentar:

Posting Komentar