Kamis, 31 Januari 2013

Anti Galau


PENDAHULUAN 
             Era sekarang disebut sebagai era perubahan global. Bidang ekonomi, politik, teknologi, informasi, demografi, kultural dan lain-lain. Dari fenomena itu otak manusia setiap saat dituntut untuk berselalu beradaptasi dalam menyerap hal-hal baru dan lingkungan yang selalu berubah. Hal-hal demikian tidak mungkin kita tolak atau hindari.
Daniel Goleman, seorang ahli psikologi  kontemporer mensinyalir generasi sekarang banyak mengalami kesulitan emosional dari pada generasi sebelumnya. Menurut goleman, generasi sekarang lebih kesepian dan pemurung, lebih berangasan dan kurang menghargai sopan santun, lebih gugup, lebih cemas, lebih impulsif dan agresif. (Daniel Goleman, 1997: XVI). Ringkasnya, generasi sekarang menjadi gampang galau karena masalah-masalah seperti yang telah disebutkan di atas.
Seperti kita saksikan setiap hari, layar-layar televisi kita, majalah, surat kabar maupun berita-berita radio selalu dipenuhi dengan kabar tentang peperangan, penipuan, korupsi, mutilasi, pembajakan, demonstrasi, penggusuran dan lain sebagainya. Dari sekian banyak berita maupun tayangan televisi barang kali hanya sekitar 10-15 persen saja yang berisi berita tentang prestasi dan kegembiraan.
Maka, dalam menyikapi hal semacam ini, diperlukan jurus yang jitu bagi generasi sekarang. Menurut Howard Gardner, yang dinamakan orang cerdas adalah orang yang mampu memecahkan masalah, atau menciptakan produk-produk positif yang dapat dinilai oleh satu setting budaya atau lebih. Maka generasi sekarang haruslah menjadi manusia-manusia yang cerdas, jika tidak mau menjadi korban globalisasi.
Kegalauan, kegelisahan, keresahan, merupakan penyakit laten yang  bisa kapan saja dapat menjangkiti  setiap orang sejak manusia hidup atau dilahirkan di dunia.  mereka kerap mendapat tantangan dari kaumnya.  Kita juga sering dihantui rasa galau, misalnya jika sedang ditimpau cobaan atau musibah atau bahkan ketika menelfon teman atau saudara yang berbeda kartu atau operator hand phone selulernya.
Galau bukan menjangkit di era sekarang saja. Sejak zaman dahulu penyakit ini sering kali menjangkit banyak kaum. Islam sebagai agama rahmatan lil ‘alamin sejak jauh-jauh hari telah memberikan solusi bagi penyakit yang satu ini. Melalui petunjuk Rasulullah SAW. para ulama sejak zaman klasik telah menghimpun metode mengatasi penyakit galau. Syaikh Zainuddin bin Ali al-Ma’bary al-Malibary menguraikan resep mengatasi galau dalam dua bait syair yang sangat indah:
ودواء قلب خمسة فتلاوة  #  بتدبرالمعنى وللبطن الخلا
وقيام ليل والتضرع بالسحر  #  ومجالسات الصالحين الفضلا
“ Obat hati ada lima: 1) membaca al-Qur’an sambil merenungkan maknanya, 2) mengosongkan perut, 3) shalat malam, 4) dzikir di waktu sahur, dan 5) berkumpul dengan orang-orang shaleh”.

            Di Indonesia syair ini sangat populer. Syair ini biasa dikenal dengan nama “Syair Tombo Ati”. Beberapa versi lagu telah tercipta berkat inspirasi dari bait di atas.  Banyak kalangan mulai dari anak-anak hingga orang dewasa telah mengenal bahkan menghafal makna syair di atas. Sebagaian orang tentu sudah mencoba dan merasakan efek dari resep di atas, sebagian yang lain mungkin belum mempraktikkan resep mujarab ini, meski sudah mengetahui atau menghafal bait syairnya.
            Sebagian ulama malah menambahkan satu resep lagi untuk mengobati kegalauan hati. Resep itu berupa rizki yang halal. Dengan demikian, obat anti galau itu bukan hanya lima, melainkan ada enam macam.
1.      Memakan Rizki Yang Halal
Dari Abu Hurairah radhiallahuanhu dia berkata : Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : "Sesungguhnya Allah ta’ala itu baik, tidak menerima kecuali yang baik. Dan sesungguhnya Allah memerintahkan orang beriman sebagaimana dia memerintahkan para rasul-Nya dengan firmannya : Wahai Para Rasul makanlah yang baik-baik dan beramal shalihlah. Dan Allah berfirman : Wahai orang-orang yang beriman makanlah yang baik-baik dari apa yang Kami rizkikan kepada kalian. 
Kemudian beliau menyebutkan ada seseorang melakukan perjalan jauh dalam keadaan kumal dan berdebu. Dia memanjatkan kedua tangannya ke langit seraya berkata : Yaa Robbku, Ya Robbku, padahal makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan kebutuhannya dipenuhi dari sesuatu yang haram, maka (jika begitu keadaannya) bagaimana doanya akan dikabulkan." (Riwayat Muslim).
Dalam hadits di atas terdapat beberapa pelajaran yang dapat dipetik antara lain: Sucinya Allah ta’ala dari segala kekurangan dan cela, Allah ta’ala tidak menerima kecuali sesuatu yang baik. Maka siapa yang bersedekah dengan barang haram tidak akan diterima. Sesuatu yang disebut baik adalah apa yang dinilai baik di sisi Allah ta’ala.   Berlarut-larut dalam perbuatan haram akan menghalangi seseorang dari terkabulnya doa. Seorang hamba akan diberi ganjaran jika memakan sesuatu yang baik dengan maksud agar dirinya diberi kekuatan untuk ta’at kepada Allah.
 Makan barang haram dapat merusak amal dan menjadi penghalang diterimanya amal perbuatan. berinfaq hendaklah dari barang yang halal dan larangan untuk berinfaq dari sesuatu yang haram. (http://rumahfahima.org/, 18 April 2012)
Allah SWT.  memberi kabar gembira bagi orang yang beriman dan beramal shaleh bahwa ia akan mendapatkan kehidupan yang baik di dunia dan ganjaran yang lebih baik di akhirat, sebagaimana tertuang dalam QS An-Nahl 97:
” Barang siapa yang mengerjakan amal shaleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan  Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan”.

Sejumlah ahli tafsir menjelaskan bahwa kehidupan yang baik itu adalah mendapatkan rizki yang halal dan baik, atau hidup merasa cukup dengan rizki yang ada.  Sementara Ibnu Abbas menafsirkan yakni kebahagiaan hidup dengan rizki halal dan baik serta  merasa kenikmatan dalam beribadah. Hal ini berbeda dengan orang kafir, dimana amal baik yang dilakukannya hanya akan mendapatkan pahala di dunia saja,  sedangkan di akhirat kelak dia tidak mendapatkannya.
Terkait dengan rizki, menjadi keyakinan bagi kita sebagai orang yang beriman, bahwa sesungguhnya  rizki setiap makhluk sudah ditentukan oleh Allah SWT, sehingga tidak ada yang mampu menahannya. Allah SWT telah menetapkan taqdir termasuk rizki setiap hambanya lima puluh ribu tahun sebelum alam semesta ditetapkan. Pada bulan ke-4 dalam kandungan,  Allah SWT memerintahkan malaikat untuk menentukan 4 hal kepada setiap manusia, termasuk salah satunya adalah rizki.
Alangkah buruknya bagi kita, jika dalam mencari rizki dilalui dengan jalan yang dimurkai Allah SWT, syirik dan maksiat. Nabi Muhammad berpesan dalam haditsnya,  ”Wahai manusia, bertaqwalah kepada Allah SWT dan carilah rizki dengan jalan yang halal, sesungguhnya sesorang tidak akan dimatikan sebelum didapatkan rizkinya”.
Namun, meskipun Allah SWT telah menetapkan rizki tersebut, tetapi Dia tidak menerangkan ukurannya.  Sehingga menjadi kewajiban bagi kita untuk berlomba-lomba mencari rizki dengan cari baik dan halal, agar mendapatkan kehidupan yang baik di dunia dan akhirat. (http://www.nasehatislam.com, 18 April 2012)
Syariat Islam yang agung sangat menganjurkan kaum muslimin untuk melakukan usaha halal yang bermanfaat untuk kehidupan mereka, dengan tetap menekankan kewajiban utama untuk selalu bertawakal (bersandar/berserah diri) dan meminta pertolongan kepada Allah Ta’ala dalam semua usaha yang mereka lakukan.
Allah Ta’ala berfirman,
 Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi (untuk mencari rizki dan usaha yang halal) dan carilah karunia Allah, dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung” (QS al-Jumu’ah:10).
Di sisi lain, agama Islam sangat menganjurkan dan menekankan keutamaan berusaha mencari rizki yang halal untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Bahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam secara khusus menyebutkan keutamaan ini dalam sabda beliau r:
2.      إِنَّ أَطْيَبَ مَا أَكَلَ الرَّجُلُ مِنْ كَسْبِهِ وَوَلَدُهُ مِنْ كَسْبِهِ
Sungguh sebaik-baik rizki yang dimakan oleh seorang laki-laki adalah dari usahanya sendiri (yang halal)(H.R. Abu Dawud).
Hadits yang agung ini menunjukkan besarnya keutamaan bersungguh-sungguh mencari usaha yang halal dan bahwa usaha mencari rizki yang paling utama adalah usaha yang dilakukan seseorang dengan tangannya sendiri.
Ketidakmauan melakukan usaha yang halal merupakan pelanggaran terhadap syariat Allah Ta’ala, yang ini justru menyebabkan rusaknya tawakal seseorang kepada Allah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menggambarkan kesempurnaan tawakal yang tidak mungkin lepas dari usaha melakukan sebab yang halal, dalam sabda beliau,
Seandainya kalian bertawakal pada Allah dengan tawakal yang sebenarnya, maka sungguh Dia akan melimpahkan rizki kepada kalian, sebagaimana Dia melimpahkan rizki kepada burung yang pergi (mencari makan) di pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali sore harinya dalam keadaan kenyang” (H.R. Tirmidzi)
Burung-burung  pergi di pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali waktu petang dalam keadaan perutnya telah penuh (kenyang). Namun, melakukan usaha (sebab) bukanlah ini yang mendatangkan rizki (dengan sendirinya), karena yang melimpahkan rizki adalah Allah Ta’ala semata.
Dalam hadits ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengisyaratkan bahwa tawakal yang sebenarnya bukanlah berarti bermalas-malasan dan enggan melakukan usaha untuk mendapatkan rizki, bahkan tawakal yang benar harus dengan melakukan berbagai macam sebab yang dihalalkan untuk mendapatkan rizki.
Ketika mengomentari hadits ini Imam Ahmad  berkata: “Hadits ini tidak menunjukkan larangan melakukan usaha, bahkan sebaliknya menunjukkan kewajiban mencari rizki yang halal, karena makna hadits ini adalah: kalau manusia bertawakal kepada Allah ketika mereka pergi untuk mencari rizki, ketika kembali, dan ketika mereka mengerjakan semua aktifitas mereka, dengan mereka meyakini bahwa semua kebaikan ada di tangan-Nya, maka pasti mereka akan kembali dalam keadaan selamat dan mendapatkan limpahan rizki (dari-Nya), sebagaimana keadaan burung”.
Imam Ibnu Rajab memaparkan hal ini secara lebih jelas dalam ucapannya: “Ketahuilah bahwa sesungguhnya merealisasikan tawakal tidaklah bertentangan dengan usaha untuk (melakukan) sebab yang dengannya Allah Ta’ala menakdirkan ketentuan-ketentuan (di alam semesta), dan (ini merupakan) ketetapan-Nya yang berlaku pada semua makhluk-Nya. Karena Allah Ta’ala memerintahkan (kepada manusia) untuk melakukan sebab (usaha) sebagaimana Dia memerintahkan untuk bertawakal (kepada-Nya), maka usaha untuk melakukan sebab (yang halal) dengan anggota badan adalah (bentuk) ketaatan kepada-Nya, sebagaimana bertawakal kepada-Nya dengan hati adalah (perwujudan) iman kepada-Nya. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا خُذُوا حِذْرَكُمْ}
Hai orang-orang yang beriman, bersiapsiagalah kamu” (QS an-Nisaa’:71).
Dan firman-Nya,
3.      {وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ وَمِنْ رِبَاطِ الْخَيْلِ}
Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang” (QS al-Anfaal:60).
Juga firman-Nya,
 Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi (untuk mencari rizki dan usaha yang halal) dan carilah karunia Allah, dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung” (QS al-Jumu’ah:10).
Makna inilah yang diisyaratkan dalam ucapan Sahl bin Abdullah at-Tustari: “Barangsiapa yang mencela tawakal maka berarti dia telah mencela  iman, dan barang siapa yang mencela usaha untuk mencari rizki maka berarti dia telah mencela sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam”.
Dalam hal ini juga perlu diingatkan bahwa tawakkal adalah salah satu ibadah agung yang hanya boleh diperuntukkan bagi Allah Ta’ala semata, dan mamalingkannya kepada selain Allah Ta’ala adalah termasuk perbuatan syirik.
Oleh karena itu, dalam melakukan usaha hendaknya seorang muslim tidak tergantung dan bersandar hatinya kepada usaha/sebab tersebut, karena yang dapat memberikan manfaat, termasuk mendatangkan rizki, dan menolak bahaya adalah Allah Ta’ala semata, bukan usaha/sebab yang dilakukan manusia, bagaimanapun tekun dan sunguh-sungguhnya dia melakukan usaha tersebut. Maka usaha yang dilakukan manusia tidak akan mendatangkan hasil kecuali dengan izin Allah Ta’ala.
Dalam hal ini para ulama menjelaskan bahwa termasuk perbuatan syirik besar (syirik yang dapat menyebabkan pelakuknya keluar dari Islam) adalah jika seorang bertawakkal (bersandar dan bergantung hatinya) kepada selain Allah Ta’ala dalam suatu perkara yang tidak mampu dilakukan kecuali olah Allah  Ta’ala semata.
Jika seorang melakukan usaha/sebab tanpa hatinya tergantung kepada sebab tersebut serta dia meyakini bahwa itu hanyalah sebab semata, dan Allah-lah yang menakdirkan dan menentukan hasilnya, maka inilah yang diperbolehkan bahkan dianjurkan dalam Islam. (http://www.nasehatislam.com, 18 April 2012)
Susu dari hasil uang kotor nilai gizi dan vitaminnya atau fisik susu tersebut tidaklah tercemar. Beras dari uang yang halal dan uang yang haram rasanya juga tidak berbeda. Secara gizi dan rasa tentu saja tidak ada bedanya namun yang membedakan keduanya adalah keberkahan. Rizki yang halal mendatangkan keberkahan sedangkan rizki yang kotor sekalipun berlimpah tidak membawa keberkahan. Keberkahan adalah sebuah energi yang dapat membentuk kekuatan, kesehatan dan kebahagiaan dalam tubuh kita. Hanya susu yang halal yang diperoleh dengan jalan yang halal yang mempunyai keberkahan. Dari keberkahan itu lahirlah keselamatan, keshalehan dan kebahagiaan.(http://www.pkesinteraktif.com)

2. Membaca Al Qur’an
            Al Quran adalah kitab suci yang merupakan sumber utama dan pertama ajaran Islam.  Menjadi petunjuk kehidupan umat manusia diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad s.a.w. sebagai salah satu rahmat yang tak ada taranya bagi alam semesta. Di dalamnya terkumpul wahyu Ilahi yang menjadi petunjuk,pedoman dan pelajaran bagi siapa yang mempercayai serta mengamalkannya. Al Qura’an adalah kitab suci yang terakhir diturunkan Allah yang isinya mencakup segala pokok-pokok syari’at yang terdapat dalam kitab-kitab suci yang diturunkan sebelumnya. karena itu,setiap orang yang mempercayai Al Quran, akan bertambah cintanya kepadanya,cinta untuk membacanya,untuk mempelajari dan memahaminya serta untuk mengamalkan dan mengajarkannya sampai merata rahmatnya dirasakan dan dikecap oleh penghuni alam semesta (Depag: 102).
     Setiap mukmin yakin bahwa membaca Al Qur’an saja sudah termasuk amal yang sangat mulia dan akan mendapat pahala yang berlipat ganda,sebab yang di bacanya itu kitab suci. Al Quran adalah sebaik-baik bacaan bagi orang Mu’min,baik di kala senang maupun di kala susah,di kala gembira ataupun di kala sedih.Malahan membaca Al Qur’an itu bukan saja menjadi amal dan ibadah,tetapi juga menjadi obat dan penawar bagi orang yang gelisah jiwanya.
     Pada suatu ketika datanglah seseorang kepada sahabat Rasulullah yang bernama Ibnu Mas’ud r.a. meminta nasehat, katanya: Wahai Ibnu Mas’ud, berilah nasehat yang dapat kujadikan obat bagi jiwaku yang sedang gelisah. Dalam beberapa hari ini aku merasa tidak tentram, jiwaku gelisah dan fikiranku kusut; makan tak enak,tidurpun tak nyenyak.”
            Maka Ibnu Mas’ud menasehatinya katanya: kalau penyakit itu yang menimpamu maka bawalah hatimu mengunjungi tiga tempat , yaitu ke tempat orang membaca Al Qur’an, engkau membaca Al Qur’an, atau engkau mendengar baik-baik orang yang membacanya; atau engkau pergi ke majelis pengajian yang mengingatkan hati kepada Allah; atau engkau cari waktu dan tempat yang sunyi , di sana engkau berkhalwat menyembah Allah, umpama di waktu tengah malam, di saat orang tertidur lelap, engkau bangun untuk melaksanakan shalat, meminta dan memohon kepada Allah akan ketenangan jiwa, ketenteraman fikiran dan kejernihan hati  . seandainya jiwamu juga belum terobati dengan cara ini, engkau mintalah kepada Allah agar Ia member engkau hati yang lain , sebab hati yang kamu pakai itu bukan lagi hatimu”.
            Orang tersebut kemudian pulang ke rumahnya. Kemudian ia mempraktekkan nasihat sahabat Ibnu Mas’ud tersebut. Ia mengambil air wudhu dan mengambil mushaf Al Qur’an. Dibacanya firman Allah itu dengan khusyu’, maka hati dan jiwa orang tersebut tidak lagi galau.
            Dalam hadits riwayat Imam Bukhari dan Muslim Rasulullah menyatakan bahwa ada dua golongan manusia yang sungguh-sungguh orang lain banyak yang dengki kepadanya, yaitu orang yang diberi oleh Allah kitab suci Al Qur’an ini, dibacanya siang dan malam; dan orang yang dianugerahi Allah kekayaan harta, siang dan malam kekayaan itu digunakannya untuk segala sesuatu yang diridhai Allah.
            Dalam hadits yang lain, yang diriwayatkan oleh dua ulama hadits kompeten di atas Rasulullah SAW juga menyatakan tentang kelebihan martabat dan keutamaan orang yang membaca Al Qur’an: “Perumpamaan orang mukmin yang membaca Al Qur’an, adalah seperti bunga utrujah, baunya harum dan rasanya lezat. Orang mukmin yang tidak suka membaca Al Qur’an adalah seperti buah kurma, baunya tidak begitu harum, tetapi manis rasanya. Orang munafik yang membaca Al Qur’an ibarat sekuntum bunga, baunya harum tetapi rasanya pahit. Dan orang munafik yang tidak membaca Al Qur’an tak ubahnya seperti buah hanzalah, tidak berbau dan rasanya pahit sekali”.
            Rasulullah juga bersabda: “kepada kaum yang suka berjamaah di rumah-rumah ibadah, membaca Al Qur’an secara bergiliran dan mengajarkannya kepada sesamanya, akan turunlah kepadanya ketenangan dan ketenteraman , akan terlimpah kepadanya rahmat dan mereka akan dijaga oleh malaikat , juga Allah akan selalu mengingat mereka.” (H.R. Muslim dari Abu Hurairah).
            Dari Anas bin Malik ra. Rasulullah SAW. bersabda:” Hendaklah kamu beri cahaya rumah tanggamu dengan shalat dan dengan membaca al-Qur’an. (H.R. Baihaki). Dalam hadits yng diriwayatkan imam ad-daruqutni dari Anas r.a. rasulullah juga bersabda: “erbanyaklah membaca Al Qur’an di rumahmu, sesungguhnya di dalam rumah yang tidak ada orang membaca Al Qur’an di dalamnya akan sedikit sekali dijumpai kebaikan di rumah itu, dan akan banyak sekali kejahatan, serta penghuninya selalu merasa sempit dan susah”.
            Ali bin Abi Thalib r.a. menerangkan perihal pahala membaca Al Qur’an bahwa setiap orang yang membaca Al Qur’an dalam setiap shalat akan mendapat pahala lima puluh kebajikan untuk tiap-tiap huruf yang diucapkannya. Membaca Al Qur’an di luar shalat dengan berwudhu pahalanya sepuluh kebajikan bagi tiap-tiap huruf yang diucapkannya (Depag: 103).

Menurut Syaikh Abu Bakr al-Makki, amaliah membaca al-Qur’an dengan memperhatikan adab dan tata karma dalam membacanya dapat menjadi obat galau dikarenakan dengan membaca firman Tuhan hati akan menjadi lapang, bersinar, menghasilkan rasa khusyu dan tenteram.  Imam hasan al-Bashri mengatakan bahwa seseorang yang memulai harinya dengan membaca al-qur’an dan ia mengimani apa yang dia baca, maka hari-harinya akan lebih banyak kesedihannya (jika terlewat waktunya untuk beribadah) dari pada kegembiraaannya, ia lebih banyak menangis dari pada tertawa, lebih banyak disibukkan dengan dzikir dan sedikit waktu santainya.  
Sementara syaikh Wahb bin al Ward berpendapat bahwa tidak ada sesuatu yang istimewa yang paling dapat melunakan hati dan paling dahsyat menarik rasa sedih selain membaca Al-Qur’an sambil merenungkan dan memahami artinya (Syaikh Abu Bakr al-Makki: 50).
Mendengarkan bacaan Al-Qur’an
            Menurut ajaran Islam, yang mendapatkan pahala dan keutamaan bukan hanya membaca  kitab suci, melainkan juga bagi yang mendengarkannya. Menurut para ulama, mendengarkan bacaan Al-Qur’an dengan baik dapat menghibur hati yang galau, menenangkan jiwa yang gelisah dan melunakkan hati yang keras serta mendatangan petunjuk. Sebagian ulama mengatakan bahwa pahala mendengarkan bacaan Al-Qur’an sama dengan pahala membacanya.
Allah swt. Berfirman:
#sŒÎ)ur ˜Ìè% ãb#uäöà)ø9$# (#qãèÏJtGó$$sù ¼çms9 (#qçFÅÁRr&ur öNä3ª=yès9 tbqçHxqöè? ÇËÉÍÈ  
“Dan apabila dibacakan Al Quran, Maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu me ndapat rahmat”. (q.s. Al-A’raf: 204)
Maksudnya: jika dibacakan Al Quran kita diwajibkan mendengar dan memperhatikan sambil berdiam diri, baik dalam sembahyang maupun di luar sembahyang, terkecuali dalam shalat berjamaah ma'mum boleh membaca Al Faatihah sendiri waktu imam membaca ayat-ayat Al Quran.
            Jika seseorang sering membaca Al Qur’an maka hatinya akan semakin terpikat kepada Al Qur’an. Jika Al Qur’an dibaca dengan fasih, dengan suara yang baik dan merdu akan lebih memberi pengaruh kepada jiwa orang yang mendengarkan Al Qur’an.
            Pada suatu malam Nabi Muhammad s.a.w.  mendengarkan Abu Musa Al-Asy’ari membaca Al Qur’an sampai jauh malam.  Setelah beliau pulang ke rumah, Rasulullah ditanya oleh Siti Aisyah r.a. apa sebabnya pulang sampai jauh malam. Rasulullah menjawab bahwa beliau terpikat oleh kemerduan suara Abu Musa Al-Asy’ari yang seadng membaca Al-Qur’an seperti merdunya suara Nabi Daud a.s.
            Di zaman Rasulullah banyak sekali kisah yang menceritakan pengaruh bacaan Al Qur’an terhadap jiwa orang kafir setelah mereka medengarkan bacaan Al Qur’an. Orang-orang yang tadinya sangat membenci Rasulullah dan ajarannya, kemudian hatinya melunak dan mereka mengikuti ajaran Rasulullah. Hal ini seperti terlihat dari kisah masuknya sahabat Umar bin Khattab r.a. yang mendapatkan hidayah setelah mendengar bacaan Al Qur’an adik perempuannya.
            Rasulullah juga sangat suka mendengarkan bacaan Al Qur’an dari orang lain. Dalam sebuah hadits riwayat Imam Bukhari disebutkan bahwa Abdullah ibn Mas’ud bercerita: Rasulullah berkata kepadaku: “Hai Ibnu Mas’ud, bacakanlah Al Qur’an untukku”. Lalu aku menjawab: “Apakah aku yang membacakan Al Qur’an untukmu wahai Rasulullah, padahal Al Qur’an diturunkan oleh Allah kepadamu?”  Rasulullah menjawab: “Aku senang mendengarkan bacaan Al Qur’an itu dari orang lain”.
            Kemudian Ibnu Mas’ud membacakan beberapa ayat dari surat an-Nisa. Maka ketika bacaan ibn Mas’ud itu sampai pada ayat 41 yang berbunyi:
y#øs3sù #sŒÎ) $uZ÷¥Å_ `ÏB Èe@ä. ¥p¨Bé& 7Îgt±Î0 $uZ÷¥Å_ur y7Î/ 4n?tã ÏäIwàs¯»yd #YÍky­ ÇÍÊÈ  
Maka Bagaimanakah (halnya orang kafir nanti), apabila Kami mendatangkan seseorang saksi (Rasul) dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai umatmu)”.
            Ayat tersebut sangat membuat haru hati Rasulullah, lalu beliau berkata: “ Cukup sampai di sini saja wahai Ibnu Mas’ud.” Ibnu mas’ud melihat Rasulullah meneteskan air mata dan menunudukkan kepala beliau.
Membaca Al Qur’an Sampai Khatam
Bagi seorang mu’min, membaca Al Qur’an mestilah menjadi kecintaannya. Pada waktu membaca Al Qur’an ia mesti merasakan seolah-olah jiwanya menghadap kehadirat Allah SWT, menerima amanat dan hikmat suci, memohon limpah karunia serta rahmat dan pertolongannya. Membaca Al Qur’an telah menjadi wiridnya yang khusus baik siang maupun malam. Tidak ada kebahagiaan di dalam hati seorang mu’min kecuali bila dia dapat membaca Al Qur’an sampai khatam. Bila sudah khatam, maka ia telah mendapatkan puncak kebahagiaan hatinya. (Depag: 104).
            Para sahabat dengan keimanan dan keikhlasan hati berlomba-lomba membaca Al Qur’an sampai khatam. Ada yang khatam dalam satu hari satu malam saja, ada yang khatam dua kali dalam sehari semalam dan seterusnya. Dalam hadits shahih diceritakan bahwa Rasulullah menyuruh Abdullah bin Umar agar menghatamkan Al Qur’an sakali  dalam seminggu. Para sahabat lain seperti Utsman bin Affan, Zaid bin Tsabit, Ibnu Mas’ud, Ubay bin Ka’b mejadikan Al Qur’an sebagai khataman dalam setiap hari Jum’at.
Adab membaca Al Qur’an
Ketika membaca Al-Qur’an, maka seorang muslim perlu memperhatikan adab-adab berikut ini untuk mendapatkan kesempurnaan pahala dalam membaca Al-Qur’an:
a. Membaca dalam keadaan suci, dengan duduk yang sopan dan tenang.
Dalam membaca Al-Qur’an seseorang dianjurkan dalam keadaan suci. Namun, diperbolehkan apabila dia membaca dalam keadaan terkena najis. Imam Haromain berkata, “Orang yang membaca Al-Qur’an dalam keadaan najis, dia tidak dikatakan mengerjakan hal yang makruh, akan tetapi dia meninggalkan sesuatu yang utama.” (At-Tibyan, hal. 58-59)
b. Membacanya dengan pelan (tartil) dan tidak cepat, agar dapat menghayati  ayat yang dibaca.
Rasulullah telah memerintahkan Abdullah Ibnu Umar untuk mengkhatamkan Al-Qur’an setiap satu minggu (7 hari) (HR. Bukhori, Muslim). Sebagaimana yang dilakukan Abdullah bin Mas’ud, Utsman bin Affan, Zaid bin Tsabit, mereka mengkhatamkan Al-Qur’an sekali dalam seminggu.
c. Membaca Al-Qur’an dengan khusyu’, dengan menangis, karena sentuhan pengaruh ayat yang dibaca bisa menyentuh jiwa dan perasaan.
Allah Ta’ala menjelaskan sebagian dari sifat-sifat hamba-Nya yang shalih, “Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu’.” (QS. Al-Isra’: 109). Namun demikian tidaklah disyariatkan bagi seseorang untuk pura-pura menangis dengan tangisan yang dibuat-buat.
d. Membaguskan suara ketika membacanya.
Sebagaimana sabda Rasulullah shollAllahu ‘alaihi wa sallam, “Hiasilah Al-Qur’an dengan suaramu.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah dan Al-Hakim). Di dalam hadits lain dijelaskan, “Tidak termasuk umatku orang yang tidak melagukan Al-Qur’an.” (HR. Bukhari dan Muslim). Maksud hadits ini adalah membaca Al-Qur’an dengan susunan bacaan yang jelas dan terang makhroj hurufnya, panjang pendeknya bacaan, tidak sampai keluar dari ketentuan kaidah tajwid. Dan seseorang tidak perlu melenggok-lenggokkan suara di luar kemampuannya.
e. Membaca Al-Qur’an dimulai dengan isti’adzah.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman yang artinya, “Dan bila kamu akan membaca Al-Qur’an, maka mintalah perlindungan kepada Allah dari (godaan-godaan) syaithan yang terkutuk.” (QS. An-Nahl: 98)
Membaca Al-Qur’an dengan tidak mengganggu orang yang sedang shalat, dan tidak perlu membacanya dengan suara yang terlalu keras atau di tempat yang banyak orang. Bacalah dengan suara yang lirih secara khusyu’.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Ingatlah bahwasanya setiap dari kalian bermunajat kepada Rabbnya, maka janganlah salah satu dari kamu mengganggu yang lain, dan salah satu dari kamu tidak boleh bersuara lebih keras daripada yang lain pada saat membaca (Al-Qur’an).” (HR. Abu Dawud, Nasa’i, Baihaqi dan Hakim). (Abu Hudzaifah Yusuf Artikel www.muslim.or.id)
4., Mengosongkan Perut
            Imam al-Ghazali menggumpamakan penderitaan yang ditimbulkan rasa lapar sebagaimana obat yang dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit. Seperti halnya dokter yang mengetahui khasiat obat, ulamalah yang mengetahui khasiat rasa lapar. Orang yang sengaja mengosongkan perut karena mempercayai firman Allah yang memuji rasa lapar, tentu ia akan memperoleh manfaat dari rasa lapar yang ia rasakan.
            Mengosongkan perut dapat menjadi pengobat galau karena dalam keadaan tersebut hati menjadi rileks, selamat dari kesombongan, tidak terlena saat mendapat nikmat, badan terasa enteng beribadah, serta dapat mencegah banyak macam penyakit.  Hal tersebut sangat berbanding terbalik dengan rasa kenyang.  Terdapat banyak riwayat yang menerangkan keutamaan rasa lapar dan mencela rasa Kenyang.
  1. Abu Hurairah berkata, “Tidak pernah sekalipun Nabi SAW beserta keluarganya makan roti gandum hingga kenyang selama tiga hari berturut-turut hingga beliau meninggal dunia”. (H.R. Muslim)
  2.  Dalam karyanya Lubab al-Hadits Imam as-Suyuti antara lain menyebut  hadits Nabi SAW.: “Amal yang paling utama (sayyid al-amal) adalah rasa lapar”.
  3. Nabi SAW juga bersabda: Orang beriman makan dengan satu usus, sedangkan orang munafik makan dengan tujuh usus”. (H.R. Bukhari-Muslim). Maksudnya, nafsu makan orang munafik lebih besar dari pada nafsu makan orang beriman.
  4. Belaiau SAW juga bersabda: “Tidaklah pernah seorang anak Adam mengisi bejana yang lebih buruk dari pada perutnya sendiri. Oleh karena itu cukuplah bagi anak Adam beberapa suap kecil yang dapat menegakkan tulang punggungnya. Jika dia tidak mampu untuk ini, hendaklah diisinya dengan spertiga untuk makanan, sepertiga untuk minuman, dan sepertiga lagi untuk nafasnya.” (H.R. Ibn Majah)
  5. Juga hadits Nabi SAW: “ rasa lapar adalah sebaik-baik (mukhkhun) ibadah”.
  6. Juga sabda Rasulullah SAW. : “hidupkanlah hati-hati kalian dengan meminimalisasi tertawa dan meminimalisasi rasa kenyang. Dan bersihkanlah hati kalian dengan rasa lapar…”
  7. Rasulullah SAW juga bersabda: “ orang yang paling dekat denganku diantara kalian pada hari kiamat adalah orang yang paling banyak merasakan lapar dan paling banyak bertafakkur”.
  8. Juga hadits Rasul SAW.: “siapa yang banyak makannya maka banyak adzabnya”.
9.                              Juga hadits Rasulullah SAW.: “Tidak ada kesehatan dengan banyak tidur, tidak ada kesehatan dengan memperbanyak makan, dan tidak ada obat dengan sesuatu yang haram”.
  1. Rasulullah SAW juga bersabda: “ Ada tiga hal yang dapat menyebabkan kerasnya hati yaitu: senang tidur, senang beritirahat dan senang makan”.
  2. Rasulullah SAW juga bersabda: “ Barang siapa yang kenyang di dunia, maka akan lapar di akhirat, barang siapa yang lapar di dunia maka akan kenyang di akhirat”.
Menurut imam al-Ghazali menahan rasa lapar/ mnegosongkan perut memiliki sepuluh macam manfaat (Al-Ghazali:183) antara lain:
            1. Dapat menyucikan hati, menerangi naluri dan menajamkan mata hati (bashirah). 
Sebaliknya rasa kenyang, dapat mewariskan kebodohan, membutakan mata hati dan memperbanyak uap air yang masuk ke otak serta tak ubahnya seperti mabuk yang menutupi sumber –sumber pemikiran sehingga hati kesulitan menjalankan fungsi dalam berfikir dan memahami segala sesuatu dengan cepat.  Anak kecil yang kebanyakan makan akan menghadapi resiko lemahnya daya ingat dan rusaknya kecerdasan sehingga dia menjadi idiot dan lamban dalam berfikir.
            Dari Ibnu Abbas r.a. Rasulullah SAW bersabda: “ orang yang kenyang perutnya kemudian tertidur maka hatinya akan mengeras. Kemudian beliau bersabda: bagi segala sesuatu ada zakatnya, dan zakat tubuh adalah puasa (H.R. Ibnu Majah).
            Imam al-Syibli mengatakan ”Tidak pernah aku menahan lapar satu hari karena Allah kecuali aku melihat di dalam  hatiku terbukanya pintu hikmah dan kemampuan menarik pelajaran yang sama sekali tidak pernah kulihat sebelumnya”. Abu Sulaiman Al-Darani berkata: “Biasakanlah menahan rasa lapar sebab ia dapat menaklukkan nafsu, meringankan hati dan mewariskan ilmu samawi”.
            Dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan tertinggi dalam beribadah adalah daya berfikir (al-Fikr) yang akan mampu menyampaikan manusia pada makrifat dan kemampuan mata hati untuk menjangkau hakikat ilahiah. Rasa kenyang menghalangi pencapaian ini, sedangkan rasa lapar membuka lebar-lebar pintu makrifat. Makrifat merupakan salah satu pintu menuju surge, maka benarlah jika dikatakan rasa lapar itu setara dengan mengetuk salah satu pintu surge. Karena itulah Luqman al-hakim berkata kepada anaknya: “Hai anakku, jika perut kenyang, akal akan tertiidur, kebijaksanaan akan membeku, dan anggota badan akan menjadi enggan melaksanakan ibadah” (al-Ghazali: 183).
2,. Melunakkan dan menjernihkan hati
Dalam kondisi hati yang jernih dan rileks, kebahagiaan dalam bermunajat dan segera mendapatkan faedah dari mengingat-Nya. Sering kali dzikir yang diucapkan dengan lidah dan dengan hati yang khidmat, namun tidak terasa kebahagiaan yang diharapkan. Hal ini dikarenakan antara dia dan kebahagiaan itu terdapat sifat keras hati yang memisahkannya. Hati dapat dilunakkan oleh kondisi-kondisi tertentu , sehingga kuatlah kesan yang ditimbulkan oleh dzikir kepada Allah dan bermunajat kepada-Nya. Perut kosonglah yang menjadi factor paling nyata. Abu Sulaiman berkata: “ketika hati lapar dan haus, ia menjadi jernih dan lunak, tetapi ketika kenyang, ia menjadi buta dan keras”.
Jika hati telah merasakan nikmatnya berdekatan dengan Allah, maka orang akan mudah berkontemplasi dan mencapai makrifat.
  1. Tumbuhnya rasa malu, sikap rendah hati, dan hilangnya rasa cinta kepada kemegahan, senang-senang dan pola hidup gemar berpesta.  
cinta kepada kemegahan, senang-senang dan pola hidup gemar berpesta merupakan sumber sikap melampaui batas dan lalai kepada Allah SWT. Nafsu tidak akan dapat ditaklukkan dan dikendalikan kecuali oleh rasa lapar. Dengan rasa lapar, jiwa akan terasa lebih tenteram dan kkhidmat kepada Tuhan serta menyadari kelemahan maupun kehinaan dirinya ketika melemah hasratnya dan menyempit ruang geraknya karena sesuap makanan yan luput darinya. Dunia akan terasa gelap baginya karena setetes air yang gagal didapat olehnya.Selama sesorang tidak menyadari kehinaan maupun kelemahan dirinya, dia tidak  akan mampu melihat keperkasaan dan kekuatan Tuhannya.
            Menurut al-Ghazali, nafsu makan dan nafsu seks merupakan pintu masuk menuju api neraka yang sumbernya adalah rasa kenyang. Sebaliknya, sikap rendah hati dan ketundukan hawa nafsu merupakan pintu menuju surga, dan modal dasarnya adalah rasa lapar. Barang siapa yang menutup salah satu pintu neraka berarti dia membuka salah satu pintu surge, karena dua kutub itu saling bertentangan seperti barat dan timur. Dengan demikian, kedekatan dengan yang satu berarti menjauh dari yang lain.
  1. Menjadikan orang tidak lupa terhadap cobaan maupun azab Allah dan tidak menelantarkan saudara-saudaranya yang tertimpa musibah.
            Orang yang selalu kenyang sering kali lupa terhadap orang yang lapar dan melupakan rasa lapar itu sendiri. Hamba yang cerdas tentu akan mengingat penderitaan di akherat manakala menyaksikan penderitaan di dunia. Melalui rasa hausnya, ia akan mengingat rasa haus yang dirasakan oleh umat manusia di padang mahsyar di hari kiamat, dan memalui rasa lapar dia akan mengingat rasa lapar yang diderita oleh para penghuni neraka. Begitu dahsyatnya rasa lapar yang mereka rasakan, sampai-sampai mereka rela memakan buah berduri buah pohon zaqqum atau minum ghassaq dan timah yang meleleh (Q.S. Ash-Shaffat: 63-67).
            Di dalam rasa lapar terdapat banyak sekali faedah, selain untuk mengingatkan penderitaan di alam akhirat. Inilah salah satu factor mengapa para nabi dan wali Allah selalu dihadapkan pada cobaan, sehingga uang paling baik diantara mereka adalah yang paling berat cobaannya. Rasulullah mengatakan: “kami, para Nabi, adalah orang-orang yang diuji paling berat. Dan yang paling baik diantara kami adalah yang paling berat ujiannya.” (H.R. Tirmidzi dan Ibnu Majah).Ketika nabi Yusuf ditanya “mengapa engkau menahan lapar, padahal engkau menguasai seluruh gudang pangan di negeri ini?” Nabi Yusuf menjawab: “ Aku takut kenyang sehingga aku lupa pada orang yang lapar” (Q.S. Yusuf: 55).  
            Sesungguhnya rasa lapar menggugah sifat kasih saying, keinginan member makan, dan menumbuhkan  rasa empati terhadap makhluk-makhluk Allah. Orang yang kenyang biasanya tidak menaruh kepedulian terhadap orang yang lapar. (al-Ghazali: 186).
  1. Menaklukkan segala nafsu untuk berbuat maksiat dan mengalahkan jiwa yang selalu mengajak kepada kejahatan (nafsu ammaratun bissu’).
            Pangkal perbuatan maksiat adalah nafsu dan tenaga yang bersumber dari makanan. Dengan mengurangi makan berarti melemahkan segala nafsu dan kekuatan. Semua kebahagiaan di akherat tergantung pada kemampuan mengendalikan hawa nafsu. Kesngsaraan akan timbul jika nafsu yang tampil menjadi penguasa dalam diri seseorang. Seperti halnya seorang yang memiliki hewan peliharaan yang kuat dan liar, maka menjinakannya tentu dengan cara tidak memberinya makan supaya dia menjadi lemah. Jika dia diberi makan, tentu ia menjadi kuat, keras kepala, dan melawan. Begitu juga hawa nafsu.
            Dikatakan al-Ghazali, rasa lapar merupakan salah satu dari sekian banyak perbendaharaan Allah. Orang akan merasakan banyak manfaat yang timbul akibat rasa lapar. Hal paling kecil yang bisa ditaklukkan rasa lapar adalah nafsu seks dan keinginan untuk berbicara secara berlebihan. Dengan begitu orang akan terbebas dari maksiat lisan sepeti menggunjung, berkata-kata keji, berbohong, mengadu domba dan lain-lain.  Sebaliknya jika seseorang kenyang, iapun membutuhkan hiburan yang cara memperolehnya sering kali menyakiti orang lain. Padahal, “orang sudah dapat dijebloskan ke dalam api neraka hanya karena ulah lidahnya.” (H.R. Tirmidzi dan Ibnu Majah).
  1. Mencegah rasa ingin tidur dan membiasakan tidak tidur di waktu malam
            Orang yang perutnya kenyang akan banyak minum, dan orang yang banyak minum akan banyak tidur pula. Dikatakan al-ghazali, tujuh puluh orang shalih telah bersepakat bahwa banyak tidur disebabkan oleh banyak minum. Tidur berlebihan berarti menyia-nyiakan umur, melalaikan waktu shalat tahajjud mengakibatkan sifat bodoh serta kerasnya hati. Banyak tidur bearrti menghabiskan umur, sedangkan shalat tahajjud mempunyai manfaat yang sangat besar. Tidur merupakan sumber berbagai kerugian, dan perut kenyanglah yang menjadi sebabnya. Hal yang dapat mencegahnya adalah rasa lapar.
  1. Memudahkan ketekunan dalam beribadah.
Aktivitas makan akan menghalangi orang dari kemungkinan melaksanakan banyak beribadah karena dia memerlukan waktu untuk makan dan tentu saja membutuhkan waktu pula untuk membeli atau memasak makanan tersebut. Ia juga perlu waktu untuk mencuci tangan, membersihkan gigi dan menjadi sering ke kamar kecil akibat terlalu banyak minum. Waktu-waktu yang terbuang tadi jika digunakan untuk bermunajat kepad a Allah tentu akan sangat bermanfaat sekali. Betapa waktu sangat berharga bagi orang-orang shaleh untuk melakukan ibadah kepada Allah SWT.
            Dengan merujuk kepada hadits Bukhari dan Muslim, Abu Sulaiman ad-Darani mengatakan: “Barang siapa yang makan hingga perutnya kenyang ia akan menghadapi enam mala petaka: hilangnya rasa manis bermunajat kepada Allah, terhalangnya daya ingat terhadap hikmah ilahi, dan kurang menaruh perhatian kepada orang lain (karena mengira orang lain juga sudah kenyang). Juga rasa enggan beribadah, menguatnya hawa nafsu, dan ketika kaum mukmin berada di masjid, orang-orang yang kekenyangan justru hanya mengelilingi tempat pembuangan kotoran”
  1. Menyehatkan tubuh dan mencegah penyakit.
Penyebab timbulnya penyakit menurut Imam Ghazali adalah makanan yang terlalu banyak dan kelebihan komposisi unsure-unsur di dalam pencernaan dan pembuluh darah. Penyakit kemudian akan menghalangi pelaksanaan ibadah, mengacaukan hati dan menjadi penghalang dalam mengingat dan merenung tentang Allah. Ia akan merusak hidup, mengharuskan dilakukannya pengambilan darah, minum obat dan pergi ke dikter. Semua itu membutuhkan uang yang harus dicari oleh seseorang meskipun sebelumnya ia telah mengumbar hawa nafsu dan melakukan perbuatan maksiat. Padahal dengan rasa lapar, semua itu dapat dicegah.
  1. Biaya hidup yang ringan dan tidak ngoyo dalam bekerja
Orang yang terbiasa makan sedikit tentu hanya membutuhkan uang yang lebih sedikit. Orang yang yang terbiasa makan kenyang akan merasakan seolah-olah perutnya terus menerus ingin diisi sehingga orang tersebut harus melakukan berbagai usaha dan mencari nafkah, entah dari usaha yang haarm, sehingga ia berdosa, atau dari usaha yang halal,, tetepi membuatnya terhina dan kehabisan tenaga. Orang terkadang menjadi tamak terhadap harta orang lain yang merupakan ujung kehinaan dan kenistaan.
            Secara umum yang menjadi factor penyebab kebinasaan manusia adalah karena mereka rakus terhadap makanan dan nafsu seks. Factor penyebab nafsu sek sesungguhnya adalah nafsu perut. Semua pintu ini dapat ditutup dengan menyedikitkan makan.
  1. Tumbuhnya kebiasaan mendahulukan kepentingan orang lain dan rajin bersedekah.
            Apapun yang dimakan oleh seseorang akan tersimpan di dalam lubang toilet, sedangkan yang disedekahkannya akan tersimpan dalam perbendaharaan karunia Allah. Menyedekahkan kelebihan makanan jauh lebih baik dari pada terkena penyakit pencernaan dan kekenyangan.   
            Itulah kesepuluh manfaat menahan lapar. Dalam setiap manfaat itu terdapat bagian manfaat lainnya yang tak terhitung jumlahnya. Menahan lapar adalah perbendaharaan besar bagi segala sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan akhirat. Seorang ulama terdahulu mengatakan:”menahan lapar aadlah kunci menuju akhirat dan pintu menuju zuhud. Sedangkan rasa kenyang adalah kunci dunia dan kunci menuju sifat rakus yang menghinakan.

3., Shalat Malam
            Menurut para ulama, ritual shalat malam dapat menolak tipu daya syetan, mencegah berbuat dosa, mencegah penyakit dari badan, mendatangkan ridha Tuhan dan merupakan adab orang-orang shaleh. Para ulama juga telah bersepakat bahwa yang dimaksud dengan bangun malam adalah melakukan ibadah pada waktu itu dengan melakukan shalat, dzikir, dan yang lainnya seperti yang disebutkan oleh  imam as-Shawi di dalam menafsirkan QS. Al-Muzzammil: 1:
$pkšr'¯»tƒ ã@ÏiB¨ßJø9$# ÇÊÈ   ÉOè% Ÿ@ø©9$# žwÎ) WxÎ=s% ÇËÈ 
Hai orang yang berselimut (Muhammad), bangunlah di malam hari kecuali sedikit (daripadanya)”,
Maka yang dimaksud dengan bangun di malam hari menurut Imam as-Shawi adalah bangun untuk shalat dan melakukan ibadah-ibadah yang lainnya.
Habib Abdullah al-Haddad menasihati kita semua bahwa bangun di malam hari merupakan sesuatu yang sangat berat bagi setiap jiwa (nafsu) dikarenakan waktu itu merupakan waktu yang paling enak untuk istirahat dan tidur. Namun seperti telah dijelaskan di atas, dua hal tersebut merupakan perkara yang sangat berbahaya bagi timbulnya kegalauan hati seperti telah dijelaskan oleh Rasulullah SAW.Namun demikian, menurut Habib, bangun malam akan menjadi ringan bila dibarengi dengan persiapan mental dan spiritual, pembiasaan, ketabahan, kesungguhan dan keseriusan.  
            Dengan bangun malam masih menurut Habib, akan dibukakan pintu kerinduan kepada Allah (al-uns), manisnya bermunajat kepada-Nya, serta nikmatnya menyendiri (khalwat) bersama Allah azza wajalla. Jika dalam keadaan demikian, manusia tidak akan pernah puas dari bangun malam sebagai keutamaan  dari rasa berat dan malas untuk bangun di malam hari seperti yang telah dialami para orang shaleh terdahulu. Sebagian dari mereka mengungkapkan: “jika penduduk surga dalam keadaan sebagaimana keadaan kami di waktu bangun malam, pastilah mereka dalam kehidupan  yang sangat indah”.  maksudnya bangun di malam hari itu seindah hidup di surga.  Sebagian shalihin mencurahkan isi hatinya: sejak 40 tahun tidak ada sesuatu yang membuat aku berduka cita selain munculnya fajar” . yang lain lagi curhat: orang yang biasa terbangun di malam hari lebih merasakan kelezatan yang luar biasa dibandingkan orang – yang lalai.
            Banyak juga kisah masyhur yang menggambarkan kehidupan orang-orang shaleh ketika mereka bangun di malam hari. Diantara mereka melakukan shalat malam terus menerus dengan satu wudhu dari shalat isya. Mereka inilah orang yang disebut oleh al Qur,an sebagai orang yang mendapat petunjuk:
y7Í´¯»s9'ré& tûïÏ%©!$# yyd ª!$# ( ãNßg1yßgÎ6sù ÷nÏtFø%$# 3 @è% Hw öNä3è=t«ór& Ïmøn=tã #·ô_r& ( ÷bÎ) uqèd žwÎ) 3tø.ÏŒ šúüÏJn=»yèù=Ï9 ÇÒÉÈ  
            “Mereka Itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, Maka ikutilah petunjuk mereka. Katakanlah: "Aku tidak meminta upah kepadamu dalam menyampaikan (Al-Quran)." Al-Quran itu tidak lain hanyalah peringatan untuk seluruh ummat. (al-An’am: 90)
            Karena itu Orang-orang yang ingin mendapatkan obat galau hendaknya melakukan shalat malam dan menjaganya secara konsisten sehingga ia akan termasuk hamba-hamba Allah yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati:
ߊ$t7Ïãur Ç`»uH÷q§9$# šúïÏ%©!$# tbqà±ôJtƒ n?tã ÇÚöF{$# $ZRöqyd #sŒÎ)ur ãNßgt6sÛ%s{ šcqè=Îg»yfø9$# (#qä9$s% $VJ»n=y ÇÏÌÈ  
            “Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan”. (al-Furqan: 63).
Allah juga memuji ahli tahajjud  dalam firman-Nya:
z`ƒÏ%©!$#ur šcqçGÎ6tƒ óOÎgÎn/tÏ9 #Y¤fß $VJ»uŠÏ%ur ÇÏÍÈ  
Dan orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka ( al-Furqan: 64).
Maksudnya orang-orang yang sembahyang tahajjud di malam hari semata-mata karena Allah.
            Karena itu, cobalah mengikuti amaliah para shalihin di atas dengan meniru sifat-sifat mereka seperti yang telah dipuji Allah SWT dalam ayat tersebut. Jika anda merasa berat mengikuti amaliah mereka secara keseluruhan, setidaknya anda jangan meninggalkan bangun malam walau hanya beberapa saat seperti firman Allah:
* ¨bÎ) y7­/u ÞOn=÷ètƒ y7¯Rr& ãPqà)s? 4oT÷Šr& `ÏB ÄÓs\è=èO È@ø©9$# ¼çmxÿóÁÏRur ¼çmsWè=èOur ×pxÿͬ!$sÛur z`ÏiB tûïÏ%©!$# y7yètB 4 ª!$#ur âÏds)ムŸ@ø©9$# u$pk¨]9$#ur 4 zOÎ=tæ br& `©9 çnqÝÁøtéB z>$tGsù ö/ä3øn=tæ ( (#râätø%$$sù $tB uŽœ£uŠs? z`ÏB Èb#uäöà)ø9$# 4  
“Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri (sembahyang) kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang yang bersama kamu. dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas waktu-waktu itu, Maka Dia memberi keringanan kepadamu, karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran.”.(al-Muzzammil: 20).
            Rasulullah SAW juga sangat menganjurkan umatnya untuk melakukan shalat malam walau hanya satu rakaat. Jika lebih banyak jumlah rakaatnya terlebih dibarengi dengan kekhusyuan dan tadharru’ tentu akan semakin baik dan mulia di hadapan Allah SWT.,  para salafuna ash-shalih yang telah berhasil menghafal al-Qur’an bahkan sering kali melakukan shalat ma lam dengan satu kali khataman dalam setiap malam. Ada juga yang menghatamkan al-qur’an dalam shalat malamnya sebulan sekali, ada juga yang 40 hari sekali menurut kadar kegigihan dan semangat masing-masing. Begitulah gambaran kecintaan orang-orang yang shalih terhadap bangun malam. Mereka telah menemukan kelezatan, manfaat dan kenikmatan bangun dan beribadah di tengah malam.
            Dalam sebuah hadits diriwayatkan, para sahabat RA sedang menceritakan sahabat Abdullah bin Umar RA dihadapan Rasulullah SAW., maka beliau bersabda: Dia adalah orang yang paling baik. Ia suka shalat di malam hari”.
Kepada salah seorang sahabatnya Rasulullah SAW juga mengingatkan: wahai Fulan, janganlah engkau terlalu banyak tidur pada malam hari, sesungguhnya banyak tidur di malam haari menyebabkan orang menjadi fakir di hari kiamat”
            Ayat-ayal al.-Qur’an selain yang telah disebutkan di atas masih banyak lagi yang menyebutkan keistimewaan shalat malam dan menganjurkan untuk melakukannya. Diantara ayat tersebut antara lain:
z`ÏBur È@ø©9$# ô¤fygtFsù ¾ÏmÎ/ \'s#Ïù$tR y7©9 #Ó|¤tã br& y7sWyèö7tƒ y7/u $YB$s)tB #YŠqßJøt¤C ÇÐÒÈ  
“Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; Mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang Terpuji”. (al-Isra, 17: 79)

5.     Dzikir Di Waktu Sahur
Waktu ini merupakan waktu yang sangat mulia. Beberapa ayat al-Qur,an yang menyebut keistimewaaanya antara lain:
šúïÏ%©!$# tbqä9qà)tƒ !$oY­/u !$oY¯RÎ) $¨YtB#uä öÏÿøî$$sù $uZs9 $oYt/qçRèŒ $uZÏ%ur z>#xtã Í$¨Z9$# ÇÊÏÈ  
tûïÎŽÉ9»¢Á9$# šúüÏ%Ï»¢Á9$#ur šúüÏFÏZ»s)ø9$#ur šúüÉ)ÏÿYßJø9$#ur šúï̍ÏÿøótGó¡ßJø9$#ur Í$ysóF{$$Î/ ÇÊÐÈ  
(yaitu) orang-orang yang berdoa: Ya Tuhan Kami, Sesungguhnya Kami telah beriman, Maka ampunilah segala dosa Kami dan peliharalah Kami dari siksa neraka," (yaitu) orang-orang yang sabar, yang benar, yang tetap taat, yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah), dan yang memohon ampun di waktu sahur”. (Ali Imran: 16-17)
   ¨bÎ) tûüÉ)­GßJø9$# Îû ;M»¨Zy_ Abqãããur ÇÊÎÈ   tûïÉÏ{#uä !$tB öNßg9s?#uä öNåk5u 4 öNåk¨XÎ) (#qçR%x. Ÿ@ö6s% y7Ï9ºsŒ tûüÏYÅ¡øtèC ÇÊÏÈ   (#qçR%x. WxÎ=s% z`ÏiB È@ø©9$# $tB tbqãèyföku ÇÊÐÈ   Í$ptôžF{$$Î/ur öLèe tbrãÏÿøótGó¡o ÇÊÑÈ  
“Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa itu berada dalam taman-taman (syurga) dan mata air-mata air, Sambil menerima segala pemberian Rabb mereka. Sesungguhnya mereka sebelum itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat kebaikan. Di dunia mereka sedikit sekali tidur diwaktu malam. Dan selalu memohon ampunan di waktu pagi sebelum fajar (sahur)”. (Adz-Dzariyat: 15-18)

Dzikir di waktu sahur dapat menjadi obat hati karena waktu bermunajat kepada Allah dan doa pada waktu itu  lebih dekat untuk diijabah. Diantara Sabda Rasulullah SAW. Yang begitu banyak mengenai keistimewaan waktu sahur antara lain :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْه ُ    أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الْآخِرُ يَقُولُ مَنْ يَدْعُونِي فَأَسْتَجِيبَ لَهُ مَنْ يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ مَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرَ لَهُ

Dari Abu Hurairah RA. Bahwasannya Rasulullah SAW bersabda: Allah SWT tturun ke langit dunia setiap malam di saat tersisa sepertiga malam yang terakhir. Allah SWT berfirman: barang siapa yan g berdoa kepada-Ku maka akan aku kabulkan, siapa yang meminta kepada-Ku maka aku berikan, dan siapa yang meminta ampunan kepada-Ku maka aku mengampuninya. (HR. Bukhari- Muslim)
Melakukan ibadah pada saat itu lebih mengasyikan dan jiwa menjadi lebih suci.
            Rasulullah SAW juga bersabda : “ada tiga suara yang sangat disukai oleh Allah SWT. , yaitu suara ayam jantan, suara orang yang membaca al-Qur’an dan suara istighfar di waktu sahur”. Menurut para ulama, suara ayam jantan itu berbunyi: udzkurullah ayyuhal ghafilun (ingatlah kepada Allah wahai orang-orang yang lalai….) (Imam Nawawi al-Bantani: ). Suara ayam jantan disukai oleh Allah karena mengingatkan manusia yang sedang lelap tertidur untuk berdzikir kepada Allah SWT.   Suara seperti itu pernah juga didengar dan dimengerti oleh Nabi Sulaiman as.
            Diantara beberapa pesan Luqman al-Hakim kepada anaknya adalah pesan beliau agar anak-anaknya tidak kalah pintar dari ayam jantan. Ayam jantan itu memanggil-manggil manusia untuk berdzikir di waktu sahur, sedangkan manusia yang akan dimintai pertanggung jawaban perbuatannya di dunia malah tertidur tidak berdzikir (al-Ghazali: 8-9). Beberapa bait syair berikut menyindir kita:
Sungguh burung merpati telah mendekur di tengah malam
Di atas dahan dengan bersusah payah
Sementara aku terlelap tidur
Demi baitullah aku telah berbohong
Jika aku orang yang teramat rindu
Mana kala aku didahului tangisan burung merpati
Sedangkan aku mengira kalau aku adalah
orang yang resah yang memiliki kerinduan kepada Tuhanku
mana kala aku tidak menangis
sedangkan burung-burung merpati pada menangis

            Orang yang cerdas menurut Rasulullah SAW adalah orang yang menekan hawa nafsunya dan beramal untuk kehidupan setelah kematian. Sedangkan orang yang bodoh adalah orang yang memperturutkan hawa nafsunya dan berharap dari Allah akan rasa aman (al-Ghazali: 6).
            Seorang sufi ternama Sufyan Ats-Tsauri RA., mengatakan bahwa sesungguhnya Allah tabaraka wa ta’ala menciptakan angin (IPTEK sekarang menyebutnya gelombang-gelombang elektrodinamika, gelombang radio, televisi dan lain-lain) yang menghembus di waktu sahur untuk membawa dzikir dan istighfar-istighfar kepada Dzat Yang Maha Merajai dan Maha Menguasai. Sufyan juga mengatakan, jika di awal malam, ada malaikat yang memanggil-manggil dari bawah ‘arsy: “wahai bangunlah hamba-hamba  Allah”, maka mereka terbangun dan mereka melaksanakan shalat malam. Kemudian ketika tengah malam hingga datang waktu sahur, malaikat memanggil-manggil lagi: “wahai bangunlah orang-orang yang taat kepada Allah”, maka mereka terbangun dan melaksanakan shalat malam. Ketika telah tiba waktu sahur, malaikat kembali memanggil-manggil manusia supaya mereka meminta ampunan kepada Allah. Maka orang-orang mukmin itu terbangun dan beristighfar meminta ampunan Allah. Ketika fajar telah dating malaikat kembali memanggil-manggil: “ wahai orang-orang yang lalai, bangunlah!” maka orang-orang lalai terbangun sempoyongan dari tempat tidurnya seperti orang-orang yang telah mati terbangun dari kuburnya.

  1. Berkumpul Dengan Orang-orang Shaleh
            Kisah teladan mengenai pentingnya orang shalih bagi ketenangan batin adalah kisah nabi Musa a.s. ketika diperintahkan oleh Allah SWT. Untuk menemui seorang hamba shaleh yang ilmunya berada di atas tingkatan ilmu Nabi Musa. Kisah itu termaktub dalam Q.S. al-Kahfi: 60-66 seperti berikut ini:
Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada muridnya (Yusya 'bin Nun ): "Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke Pertemuan dua buah lautan; atau aku akan berjalan sampai bertahun-tahun".Maka tatkala mereka sampai ke Pertemuan dua buah laut itu, mereka lalai akan ikannya, lalu ikan itu melompat mengambil jalannya ke laut itu. Maka tatkala mereka berjalan lebih jauh, berkatalah Musa kepada muridnya: "Bawalah kemari makanan kita; Sesungguhnya kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini". Muridnya menjawab: "Tahukah kamu tatkala kita mecari tempat berlindung di batu tadi, Maka Sesungguhnya aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan tidak adalah yang melupakan aku untuk menceritakannya kecuali syaitan dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali". Musa berkata: "Itulah (tempat) yang kita cari". lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula. Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami. (Q.S. Al-Kahfi: 60-65)
Menurut ahli tafsir hamba di sini ialah Khidhr, dan yang dimaksud dengan rahmat di sini ialah wahyu dan kenabian. sedang yang dimaksud dengan ilmu ialah ilmu tentang yang ghaib seperti yang akan diterangkan dengan ayat-ayat selanjutnya dari surat al-Kahfi.
tA$s% ¼çms9 4ÓyqãB ö@yd y7ãèÎ7¨?r& #n?tã br& Ç`yJÏk=yèè? $£JÏB |MôJÏk=ãã #Yô©â ÇÏÏÈ  
“Musa berkata kepada Khidhr: "Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?" (Q.S. al-Kahfi: 66)
            Ayat-ayat di atas menerangkan kegigihan Nabi Musa a.s. dalam menjalankan perintah Allah untuk menemui hamba Allah yang shaleh. Dalam ayat tersebut digambarkan betapa Nabi Musa a.s. menemui beberapa kesulitan dan rintangan yang bermacam-macam seperti digoda oleh syaitan, harus mencari tempat yang sulit ditemukan, merasa kelelahan, dan lain sebagainya. Semua itu memberi pelajaran kepada kita bahwa orang shaleh itu sangat penting eksistensinya bahkan bagi seorang nabi sekelas nabi Musa sekalipun. Dan ternyata, cobaan Nabi Musa tidak berhenti sampai di situ, ujian Nabi Musa justru semakin besar setelah ia bertemu dengan hamba yang shaleh yang dimaksud.
            Pertama-tama hamba shaleh tersebut (Nabi Khidr) tidak serta merta mau menerima nabi musa sebagai “murid” hingga Nabi Musapun setengah memaksa agar beliau dapat diterima sebagai “murid”. Kemudian setelah menjadi murid, beliau diuji dengan keanehan-keanehan yang harus ia hadapi dengan kesabaran yang ekstra. Ini semua memberi pelajaran kepada kita bahwa seorang yang shaleh itu sangat mempunyai arti dalam kehidupan manusia. Hal ini selaras dengan sabda Nabi SAW: “ Seseorang bernisbah atas agama teman karibnya (Khaliluhu). Maka perhatikanlah siapa teman karibnya” (H.R. Abu Dawud dan Tirmidzi). Dalam hadits lain Rasulullah SAW juga bersabda: “Seseorang akan bersama dengan orang yang dikasihinya” (H.R. Bukhari-Muslim).
            Berkumpul dengan orang shaleh dapat mengobati kegalauan karena mereka akan menginspirasi untuk mengikuti jejak mereka dalam perkataan, perbuatan ataupun ibadah dan ketakwaan mereka kepada Allah ‘azza wajalla. Berkumpul dengan mereka juga akan mendapatkan pencerahan dan hikmah-hikmah agama dalam mengatasi berbagai problem kehidupan.
            Orang-orang shaleh adalah orang-orang yang menjalankan hak-hak Allah dan hak sesama sehingga mereka akan mengajak untuk dapat menjaga diri dari perbuatan melampaui batas. Mereka akan menjadi sebab bagi kebahagiaan orang yang bersamanya, karena ucapan mereka, perbuatan dan akhlaknya sesuai dengan aturan—aturan Allah SWT.
            Dalam sebuah hadits diceritakan Abu Musa al-Asy’ari r.a. berkata: “Sesungguhnya perumpamaan bergaul dengan orang shaleh dan bergaul dengan orang yang jahat itu bagaikan pembawa misik dan peniup api. Pembawa misik terkadang memberi kamu, atau kamu membeli kepadanya, atau kamu mendapat bau harum darinya. Adapun peniup api, kalau tidak membakar pakaianmu, maka kamu akan mendapat bau busuk darinya”. (H.R. Bukhari-Muslim).




REFERENSI
Al- Makki, Sayyid Abu Bakar. Tt. Kifayat al-Atqiya wa Minhaj al-Ashfiya’. Indonesia: Dar Ihya’ al-Kutub al-‘Arabiyyah.
Al-Bantani, Syekh Nawawi. Tt.. Marahu Labid Tafsir an-Nawawi. Semarang: Toha Putra.
Al-Ghazali, Imam Abu Hamid Muhammad. Tt. Ayyuha al-Walad. Semarang: Al-Barakah.
------. Tt . Ihya’ Ulumuddin Vol.III, Semarang:
------.2002 . Metode Menaklukkan Jiwa Perspektif Sufistik Cet. II. Bandung: Karisma .
Al-Nawawi, Imam Abu Zakariya Yahya bin Syaraf. 1983.  Riyadh al-Shalihin I cet. VII, Terj. Salim Bahresy. Bandung: Al-Ma’arif.
Tim Depag RI. 1980. Al Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta: Depag.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar