PENDAHULUAN
Era sekarang disebut sebagai era perubahan global. Bidang ekonomi, politik, teknologi, informasi, demografi, kultural dan lain-lain. Dari fenomena itu otak manusia setiap saat dituntut untuk berselalu beradaptasi dalam menyerap hal-hal baru dan lingkungan yang selalu berubah. Hal-hal demikian tidak mungkin kita tolak atau hindari.
Daniel
Goleman, seorang ahli psikologi
kontemporer mensinyalir generasi sekarang banyak mengalami kesulitan
emosional dari pada generasi sebelumnya. Menurut goleman, generasi sekarang
lebih kesepian dan pemurung, lebih berangasan dan kurang menghargai sopan
santun, lebih gugup, lebih cemas, lebih impulsif dan agresif. (Daniel Goleman,
1997: XVI). Ringkasnya, generasi sekarang menjadi gampang galau karena
masalah-masalah seperti yang telah disebutkan di atas.
Seperti
kita saksikan setiap hari, layar-layar televisi kita, majalah, surat kabar
maupun berita-berita radio selalu dipenuhi dengan kabar tentang peperangan,
penipuan, korupsi, mutilasi, pembajakan, demonstrasi, penggusuran dan lain
sebagainya. Dari sekian banyak berita maupun tayangan televisi barang kali
hanya sekitar 10-15 persen saja yang berisi berita tentang prestasi dan
kegembiraan.
Maka,
dalam menyikapi hal semacam ini, diperlukan jurus yang jitu bagi generasi
sekarang. Menurut Howard Gardner, yang dinamakan orang cerdas adalah orang yang
mampu memecahkan masalah, atau menciptakan produk-produk positif yang dapat dinilai
oleh satu setting budaya atau lebih. Maka generasi sekarang haruslah menjadi
manusia-manusia yang cerdas, jika tidak mau menjadi korban globalisasi.
Kegalauan,
kegelisahan, keresahan, merupakan penyakit laten yang bisa kapan saja dapat menjangkiti setiap orang sejak manusia hidup atau
dilahirkan di dunia. mereka kerap
mendapat tantangan dari kaumnya. Kita
juga sering dihantui rasa galau, misalnya jika sedang ditimpau cobaan atau
musibah atau bahkan ketika menelfon teman atau saudara yang berbeda kartu atau
operator hand phone selulernya.
Galau
bukan menjangkit di era sekarang saja. Sejak zaman dahulu penyakit ini sering
kali menjangkit banyak kaum. Islam sebagai agama rahmatan lil ‘alamin sejak
jauh-jauh hari telah memberikan solusi bagi penyakit yang satu ini. Melalui
petunjuk Rasulullah SAW. para ulama sejak zaman klasik telah menghimpun metode
mengatasi penyakit galau. Syaikh Zainuddin bin Ali al-Ma’bary al-Malibary
menguraikan resep mengatasi galau dalam dua bait syair yang sangat indah:
ودواء قلب خمسة فتلاوة #
بتدبرالمعنى وللبطن الخلا
وقيام ليل والتضرع بالسحر #
ومجالسات الصالحين الفضلا
“ Obat hati ada lima: 1) membaca al-Qur’an
sambil merenungkan maknanya, 2) mengosongkan perut, 3) shalat malam, 4) dzikir
di waktu sahur, dan 5) berkumpul dengan orang-orang shaleh”.
Di
Indonesia syair ini sangat populer. Syair ini biasa dikenal dengan nama “Syair
Tombo Ati”. Beberapa versi lagu telah tercipta berkat inspirasi dari bait di
atas. Banyak kalangan mulai dari
anak-anak hingga orang dewasa telah mengenal bahkan menghafal makna syair di
atas. Sebagaian orang tentu sudah mencoba dan merasakan efek dari resep di
atas, sebagian yang lain mungkin belum mempraktikkan resep mujarab ini, meski
sudah mengetahui atau menghafal bait syairnya.
Sebagian
ulama malah menambahkan satu resep lagi untuk mengobati kegalauan hati. Resep
itu berupa rizki yang halal. Dengan demikian, obat anti galau itu bukan hanya
lima, melainkan ada enam macam.
1. Memakan
Rizki Yang Halal
Dari Abu Hurairah radhiallahuanhu
dia berkata : Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda :
"Sesungguhnya Allah ta’ala itu baik, tidak menerima kecuali yang baik. Dan
sesungguhnya Allah memerintahkan orang beriman sebagaimana dia memerintahkan
para rasul-Nya dengan firmannya : Wahai Para Rasul makanlah yang baik-baik dan
beramal shalihlah. Dan Allah berfirman : Wahai orang-orang yang beriman
makanlah yang baik-baik dari apa yang Kami rizkikan kepada kalian.
Kemudian beliau menyebutkan ada
seseorang melakukan perjalan jauh dalam keadaan kumal dan berdebu. Dia
memanjatkan kedua tangannya ke langit seraya berkata : Yaa Robbku, Ya Robbku,
padahal makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan kebutuhannya
dipenuhi dari sesuatu yang haram, maka (jika begitu keadaannya) bagaimana doanya
akan dikabulkan." (Riwayat Muslim).
Dalam hadits di atas terdapat beberapa pelajaran yang dapat
dipetik antara lain: Sucinya Allah ta’ala dari segala kekurangan dan cela, Allah
ta’ala tidak menerima kecuali sesuatu yang baik. Maka siapa yang bersedekah dengan
barang haram tidak akan diterima. Sesuatu yang disebut baik adalah apa yang
dinilai baik di sisi Allah ta’ala. Berlarut-larut dalam perbuatan
haram akan menghalangi seseorang dari terkabulnya doa. Seorang hamba akan
diberi ganjaran jika memakan sesuatu yang baik dengan maksud agar dirinya
diberi kekuatan untuk ta’at kepada Allah.
Makan barang haram dapat merusak amal dan
menjadi penghalang diterimanya amal perbuatan. berinfaq hendaklah dari barang
yang halal dan larangan untuk berinfaq dari sesuatu yang haram. (http://rumahfahima.org/,
18 April 2012)
Allah SWT. memberi kabar gembira bagi orang yang
beriman dan beramal shaleh bahwa ia akan mendapatkan kehidupan yang baik di
dunia dan ganjaran yang lebih baik di akhirat, sebagaimana tertuang dalam QS
An-Nahl 97:
” Barang siapa yang mengerjakan amal shaleh, baik laki-laki
maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya Kami berikan
kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada
mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan”.
Sejumlah ahli tafsir menjelaskan bahwa kehidupan yang baik
itu adalah mendapatkan rizki yang halal dan baik, atau hidup merasa cukup
dengan rizki yang ada. Sementara Ibnu Abbas menafsirkan yakni kebahagiaan
hidup dengan rizki halal dan baik serta merasa kenikmatan dalam
beribadah. Hal ini berbeda dengan orang kafir, dimana amal baik yang
dilakukannya hanya akan mendapatkan pahala di dunia saja, sedangkan
di akhirat kelak dia tidak mendapatkannya.
Terkait dengan rizki, menjadi keyakinan bagi kita sebagai
orang yang beriman, bahwa sesungguhnya rizki setiap makhluk
sudah ditentukan oleh Allah SWT, sehingga tidak ada yang mampu menahannya.
Allah SWT telah menetapkan taqdir termasuk rizki setiap hambanya lima puluh ribu
tahun sebelum alam semesta ditetapkan. Pada bulan ke-4 dalam kandungan, Allah
SWT memerintahkan malaikat untuk menentukan 4 hal kepada setiap manusia,
termasuk salah satunya adalah rizki.
Alangkah buruknya bagi kita, jika dalam mencari rizki
dilalui dengan jalan yang dimurkai Allah SWT, syirik dan maksiat. Nabi Muhammad
berpesan dalam haditsnya, ”Wahai manusia, bertaqwalah kepada Allah
SWT dan carilah rizki dengan jalan yang halal, sesungguhnya sesorang
tidak akan dimatikan sebelum didapatkan rizkinya”.
Namun, meskipun Allah SWT telah
menetapkan rizki tersebut, tetapi Dia tidak menerangkan
ukurannya. Sehingga menjadi kewajiban bagi kita
untuk berlomba-lomba mencari rizki dengan cari baik dan halal, agar
mendapatkan kehidupan yang baik di dunia dan akhirat. (http://www.nasehatislam.com, 18
April 2012)
Syariat Islam
yang agung sangat menganjurkan kaum muslimin untuk melakukan usaha halal yang
bermanfaat untuk kehidupan mereka, dengan tetap menekankan kewajiban utama
untuk selalu bertawakal (bersandar/berserah diri) dan meminta pertolongan
kepada Allah Ta’ala dalam semua usaha yang mereka lakukan.
Allah Ta’ala
berfirman,
“Apabila telah ditunaikan shalat, maka
bertebaranlah kamu di muka bumi (untuk mencari rizki dan usaha yang halal) dan
carilah karunia Allah, dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung”
(QS al-Jumu’ah:10).
Di sisi lain,
agama Islam sangat menganjurkan dan menekankan keutamaan berusaha mencari rizki
yang halal untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Bahkan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam secara khusus menyebutkan keutamaan ini dalam sabda beliau r:
2. إِنَّ
أَطْيَبَ مَا أَكَلَ الرَّجُلُ مِنْ كَسْبِهِ وَوَلَدُهُ مِنْ كَسْبِهِ
“Sungguh sebaik-baik rizki
yang dimakan oleh seorang laki-laki adalah dari usahanya sendiri (yang halal)”
(H.R.
Abu Dawud).
Hadits yang
agung ini menunjukkan besarnya keutamaan bersungguh-sungguh mencari usaha yang
halal dan bahwa usaha mencari rizki yang paling utama adalah usaha yang
dilakukan seseorang dengan tangannya sendiri.
Ketidakmauan
melakukan usaha yang halal merupakan pelanggaran terhadap syariat Allah Ta’ala,
yang ini justru menyebabkan rusaknya tawakal seseorang kepada Allah.
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam menggambarkan kesempurnaan tawakal yang tidak
mungkin lepas dari usaha melakukan sebab yang halal, dalam sabda beliau,
“Seandainya kalian bertawakal
pada Allah dengan tawakal yang sebenarnya, maka sungguh Dia akan melimpahkan rizki
kepada kalian, sebagaimana Dia melimpahkan rizki kepada burung yang pergi
(mencari makan) di pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali sore harinya dalam
keadaan kenyang” (H.R. Tirmidzi)
Burung-burung
pergi di pagi hari dalam keadaan lapar
dan kembali waktu petang dalam keadaan perutnya telah penuh (kenyang). Namun,
melakukan usaha (sebab) bukanlah ini yang mendatangkan rizki (dengan
sendirinya), karena yang melimpahkan rizki adalah Allah Ta’ala semata.
Dalam hadits
ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengisyaratkan bahwa tawakal yang
sebenarnya bukanlah berarti bermalas-malasan
dan enggan melakukan usaha untuk mendapatkan rizki, bahkan tawakal yang benar
harus dengan melakukan berbagai macam sebab yang dihalalkan untuk mendapatkan rizki.
Ketika
mengomentari hadits ini Imam Ahmad berkata: “Hadits ini tidak menunjukkan
larangan melakukan usaha, bahkan sebaliknya menunjukkan kewajiban mencari rizki
yang halal, karena makna hadits ini adalah: kalau manusia bertawakal kepada
Allah ketika mereka pergi untuk mencari rizki, ketika kembali, dan ketika
mereka mengerjakan semua aktifitas mereka, dengan mereka meyakini bahwa semua
kebaikan ada di tangan-Nya, maka pasti mereka akan kembali dalam keadaan
selamat dan mendapatkan limpahan rizki (dari-Nya), sebagaimana keadaan burung”.
Imam Ibnu
Rajab memaparkan hal ini secara lebih jelas dalam ucapannya: “Ketahuilah bahwa
sesungguhnya merealisasikan tawakal tidaklah bertentangan dengan usaha untuk
(melakukan) sebab yang dengannya Allah Ta’ala menakdirkan ketentuan-ketentuan
(di alam semesta), dan (ini merupakan) ketetapan-Nya yang berlaku pada semua
makhluk-Nya. Karena Allah Ta’ala memerintahkan (kepada manusia) untuk melakukan
sebab (usaha) sebagaimana Dia memerintahkan untuk bertawakal (kepada-Nya), maka
usaha untuk melakukan sebab (yang halal) dengan anggota badan adalah (bentuk)
ketaatan kepada-Nya, sebagaimana bertawakal kepada-Nya dengan hati adalah
(perwujudan) iman kepada-Nya. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا خُذُوا حِذْرَكُمْ}
“Hai orang-orang yang
beriman, bersiapsiagalah kamu” (QS an-Nisaa’:71).
Dan firman-Nya,
3.
{وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ
قُوَّةٍ وَمِنْ رِبَاطِ الْخَيْلِ}
“Dan siapkanlah untuk
menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang
ditambat untuk berperang” (QS al-Anfaal:60).
Juga firman-Nya,
“Apabila
telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi (untuk mencari rizki
dan usaha yang halal) dan carilah karunia Allah, dan ingatlah Allah
banyak-banyak supaya kamu beruntung” (QS al-Jumu’ah:10).
Makna inilah
yang diisyaratkan dalam ucapan Sahl bin Abdullah at-Tustari: “Barangsiapa yang
mencela tawakal maka berarti dia telah mencela
iman, dan barang siapa yang mencela usaha untuk mencari rizki maka
berarti dia telah mencela sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam”.
Dalam hal ini
juga perlu diingatkan bahwa tawakkal adalah salah satu ibadah agung yang hanya
boleh diperuntukkan bagi Allah Ta’ala semata, dan mamalingkannya kepada selain
Allah Ta’ala adalah termasuk perbuatan syirik.
Oleh karena
itu, dalam melakukan usaha hendaknya seorang muslim tidak tergantung dan
bersandar hatinya kepada usaha/sebab tersebut, karena yang dapat memberikan
manfaat, termasuk mendatangkan rizki, dan menolak bahaya adalah Allah Ta’ala
semata, bukan usaha/sebab yang dilakukan manusia, bagaimanapun tekun dan
sunguh-sungguhnya dia melakukan usaha tersebut. Maka usaha yang dilakukan
manusia tidak akan mendatangkan hasil kecuali dengan izin Allah Ta’ala.
Dalam hal ini
para ulama menjelaskan bahwa termasuk perbuatan syirik besar (syirik yang dapat
menyebabkan pelakuknya keluar dari Islam) adalah jika seorang bertawakkal
(bersandar dan bergantung hatinya) kepada selain Allah Ta’ala dalam suatu
perkara yang tidak mampu dilakukan kecuali olah Allah Ta’ala semata.
Jika seorang
melakukan usaha/sebab tanpa hatinya tergantung kepada sebab tersebut serta dia
meyakini bahwa itu hanyalah sebab semata, dan Allah-lah yang menakdirkan dan
menentukan hasilnya, maka inilah yang diperbolehkan bahkan dianjurkan dalam
Islam. (http://www.nasehatislam.com,
18 April 2012)
Susu dari
hasil uang kotor nilai gizi dan vitaminnya atau fisik susu tersebut tidaklah
tercemar. Beras dari uang yang halal dan uang yang haram rasanya juga tidak
berbeda. Secara gizi dan rasa tentu saja tidak ada bedanya namun yang
membedakan keduanya adalah keberkahan. Rizki yang halal mendatangkan keberkahan
sedangkan rizki yang kotor sekalipun berlimpah tidak membawa keberkahan.
Keberkahan adalah sebuah energi yang dapat membentuk kekuatan, kesehatan dan
kebahagiaan dalam tubuh kita. Hanya susu yang halal yang diperoleh dengan jalan
yang halal yang mempunyai keberkahan. Dari keberkahan itu lahirlah keselamatan,
keshalehan dan kebahagiaan.(http://www.pkesinteraktif.com)
2. Membaca Al Qur’an
Al Quran adalah kitab
suci yang merupakan sumber utama dan pertama ajaran Islam. Menjadi petunjuk kehidupan umat manusia
diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad s.a.w. sebagai salah satu rahmat yang tak
ada taranya bagi alam semesta. Di dalamnya terkumpul wahyu Ilahi yang menjadi
petunjuk,pedoman dan pelajaran bagi siapa yang mempercayai serta
mengamalkannya. Al Qura’an adalah kitab suci yang terakhir diturunkan Allah yang
isinya mencakup segala pokok-pokok syari’at yang terdapat dalam kitab-kitab
suci yang diturunkan sebelumnya. karena itu,setiap orang yang mempercayai Al
Quran, akan bertambah cintanya kepadanya,cinta untuk membacanya,untuk
mempelajari dan memahaminya serta untuk mengamalkan dan mengajarkannya sampai
merata rahmatnya dirasakan dan dikecap oleh penghuni alam semesta (Depag: 102).
Setiap mukmin yakin bahwa membaca Al Qur’an saja sudah termasuk amal
yang sangat mulia dan akan mendapat pahala yang berlipat ganda,sebab yang di
bacanya itu kitab suci. Al Quran adalah sebaik-baik bacaan bagi orang
Mu’min,baik di kala senang maupun di kala susah,di kala gembira ataupun di kala
sedih.Malahan membaca Al Qur’an itu bukan saja menjadi amal dan ibadah,tetapi
juga menjadi obat dan penawar bagi orang yang gelisah jiwanya.
Pada suatu ketika datanglah seseorang kepada sahabat Rasulullah yang
bernama Ibnu Mas’ud r.a. meminta nasehat, katanya: Wahai Ibnu Mas’ud, berilah
nasehat yang dapat kujadikan obat bagi jiwaku yang sedang gelisah. Dalam
beberapa hari ini aku merasa tidak tentram, jiwaku gelisah dan fikiranku kusut;
makan tak enak,tidurpun tak nyenyak.”
Maka
Ibnu Mas’ud menasehatinya katanya: kalau penyakit itu yang menimpamu maka
bawalah hatimu mengunjungi tiga tempat , yaitu ke tempat orang membaca Al
Qur’an, engkau membaca Al Qur’an, atau engkau mendengar baik-baik orang yang
membacanya; atau engkau pergi ke majelis pengajian yang mengingatkan hati
kepada Allah; atau engkau cari waktu dan tempat yang sunyi , di sana engkau
berkhalwat menyembah Allah, umpama di waktu tengah malam, di saat orang
tertidur lelap, engkau bangun untuk melaksanakan shalat, meminta dan memohon
kepada Allah akan ketenangan jiwa, ketenteraman fikiran dan kejernihan hati . seandainya jiwamu juga belum terobati
dengan cara ini, engkau mintalah kepada Allah agar Ia member engkau hati yang
lain , sebab hati yang kamu pakai itu bukan lagi hatimu”.
Orang
tersebut kemudian pulang ke rumahnya. Kemudian ia mempraktekkan nasihat sahabat
Ibnu Mas’ud tersebut. Ia mengambil air wudhu dan mengambil mushaf Al Qur’an.
Dibacanya firman Allah itu dengan khusyu’, maka hati dan jiwa orang tersebut
tidak lagi galau.
Dalam
hadits riwayat Imam Bukhari dan Muslim Rasulullah menyatakan bahwa ada dua golongan
manusia yang sungguh-sungguh orang lain banyak yang dengki kepadanya, yaitu
orang yang diberi oleh Allah kitab suci Al Qur’an ini, dibacanya siang dan
malam; dan orang yang dianugerahi Allah kekayaan harta, siang dan malam
kekayaan itu digunakannya untuk segala sesuatu yang diridhai Allah.
Dalam
hadits yang lain, yang diriwayatkan oleh dua ulama hadits kompeten di atas
Rasulullah SAW juga menyatakan tentang kelebihan martabat dan keutamaan orang
yang membaca Al Qur’an: “Perumpamaan orang mukmin yang membaca Al Qur’an,
adalah seperti bunga utrujah, baunya harum dan rasanya lezat. Orang
mukmin yang tidak suka membaca Al Qur’an adalah seperti buah kurma, baunya
tidak begitu harum, tetapi manis rasanya. Orang munafik yang membaca Al Qur’an
ibarat sekuntum bunga, baunya harum tetapi rasanya pahit. Dan orang munafik
yang tidak membaca Al Qur’an tak ubahnya seperti buah hanzalah, tidak
berbau dan rasanya pahit sekali”.
Rasulullah
juga bersabda: “kepada kaum yang suka berjamaah di rumah-rumah ibadah, membaca
Al Qur’an secara bergiliran dan mengajarkannya kepada sesamanya, akan turunlah
kepadanya ketenangan dan ketenteraman , akan terlimpah kepadanya rahmat dan
mereka akan dijaga oleh malaikat , juga Allah akan selalu mengingat mereka.”
(H.R. Muslim dari Abu Hurairah).
Dari
Anas bin Malik ra. Rasulullah SAW. bersabda:” Hendaklah kamu beri cahaya rumah
tanggamu dengan shalat dan dengan membaca al-Qur’an. (H.R. Baihaki). Dalam
hadits yng diriwayatkan imam ad-daruqutni dari Anas r.a. rasulullah juga
bersabda: “erbanyaklah membaca Al Qur’an di rumahmu, sesungguhnya di dalam
rumah yang tidak ada orang membaca Al Qur’an di dalamnya akan sedikit sekali
dijumpai kebaikan di rumah itu, dan akan banyak sekali kejahatan, serta
penghuninya selalu merasa sempit dan susah”.
Ali
bin Abi Thalib r.a. menerangkan perihal pahala membaca Al Qur’an bahwa setiap
orang yang membaca Al Qur’an dalam setiap shalat akan mendapat pahala lima
puluh kebajikan untuk tiap-tiap huruf yang diucapkannya. Membaca Al Qur’an di
luar shalat dengan berwudhu pahalanya sepuluh kebajikan bagi tiap-tiap huruf
yang diucapkannya (Depag: 103).
Menurut Syaikh
Abu Bakr al-Makki, amaliah membaca al-Qur’an dengan memperhatikan adab dan tata
karma dalam membacanya dapat menjadi obat galau dikarenakan dengan membaca
firman Tuhan hati akan menjadi lapang, bersinar, menghasilkan rasa khusyu dan
tenteram. Imam hasan al-Bashri
mengatakan bahwa seseorang yang memulai harinya dengan membaca al-qur’an dan ia
mengimani apa yang dia baca, maka hari-harinya akan lebih banyak kesedihannya
(jika terlewat waktunya untuk beribadah) dari pada kegembiraaannya, ia lebih
banyak menangis dari pada tertawa, lebih banyak disibukkan dengan dzikir dan
sedikit waktu santainya.
Sementara
syaikh Wahb bin al Ward berpendapat bahwa tidak ada sesuatu yang istimewa yang
paling dapat melunakan hati dan paling dahsyat menarik rasa sedih selain
membaca Al-Qur’an sambil merenungkan dan memahami artinya (Syaikh Abu Bakr
al-Makki: 50).
Mendengarkan
bacaan Al-Qur’an
Menurut
ajaran Islam, yang mendapatkan pahala dan keutamaan bukan hanya membaca kitab suci, melainkan juga bagi yang
mendengarkannya. Menurut para ulama, mendengarkan bacaan Al-Qur’an dengan baik
dapat menghibur hati yang galau, menenangkan jiwa yang gelisah dan melunakkan
hati yang keras serta mendatangan petunjuk. Sebagian ulama mengatakan bahwa
pahala mendengarkan bacaan Al-Qur’an sama dengan pahala membacanya.
Allah swt. Berfirman:
#sÎ)ur
Ìè%
ãb#uäöà)ø9$#
(#qãèÏJtGó$$sù
¼çms9
(#qçFÅÁRr&ur
öNä3ª=yès9
tbqçHxqöè?
ÇËÉÍÈ
“Dan
apabila dibacakan Al Quran, Maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah
dengan tenang agar kamu me ndapat rahmat”. (q.s. Al-A’raf: 204)
Maksudnya: jika dibacakan Al Quran
kita diwajibkan mendengar dan memperhatikan sambil berdiam diri, baik dalam sembahyang
maupun di luar sembahyang, terkecuali dalam shalat berjamaah ma'mum boleh
membaca Al Faatihah sendiri waktu imam membaca ayat-ayat Al Quran.
Jika
seseorang sering membaca Al Qur’an maka hatinya akan semakin terpikat kepada Al
Qur’an. Jika Al Qur’an dibaca dengan fasih, dengan suara yang baik dan merdu
akan lebih memberi pengaruh kepada jiwa orang yang mendengarkan Al Qur’an.
Pada
suatu malam Nabi Muhammad s.a.w.
mendengarkan Abu Musa Al-Asy’ari membaca Al Qur’an sampai jauh
malam. Setelah beliau pulang ke rumah,
Rasulullah ditanya oleh Siti Aisyah r.a. apa sebabnya pulang sampai jauh malam.
Rasulullah menjawab bahwa beliau terpikat oleh kemerduan suara Abu Musa
Al-Asy’ari yang seadng membaca Al-Qur’an seperti merdunya suara Nabi Daud a.s.
Di zaman Rasulullah banyak sekali
kisah yang menceritakan pengaruh bacaan Al Qur’an terhadap jiwa orang kafir
setelah mereka medengarkan bacaan Al Qur’an. Orang-orang yang tadinya sangat
membenci Rasulullah dan ajarannya, kemudian hatinya melunak dan mereka mengikuti
ajaran Rasulullah. Hal ini seperti terlihat dari kisah masuknya sahabat Umar
bin Khattab r.a. yang mendapatkan hidayah setelah mendengar bacaan Al Qur’an
adik perempuannya.
Rasulullah
juga sangat suka mendengarkan bacaan Al Qur’an dari orang lain. Dalam sebuah
hadits riwayat Imam Bukhari disebutkan bahwa Abdullah ibn Mas’ud bercerita:
Rasulullah berkata kepadaku: “Hai Ibnu Mas’ud, bacakanlah Al Qur’an untukku”.
Lalu aku menjawab: “Apakah aku yang membacakan Al Qur’an untukmu wahai
Rasulullah, padahal Al Qur’an diturunkan oleh Allah kepadamu?” Rasulullah menjawab: “Aku senang mendengarkan
bacaan Al Qur’an itu dari orang lain”.
Kemudian
Ibnu Mas’ud membacakan beberapa ayat dari surat an-Nisa. Maka ketika bacaan ibn
Mas’ud itu sampai pada ayat 41 yang berbunyi:
y#øs3sù
#sÎ)
$uZ÷¥Å_
`ÏB
Èe@ä.
¥p¨Bé&
7Îgt±Î0
$uZ÷¥Å_ur
y7Î/
4n?tã
ÏäIwàs¯»yd
#YÍky
ÇÍÊÈ
“Maka Bagaimanakah (halnya orang kafir nanti), apabila Kami
mendatangkan seseorang saksi (Rasul) dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan
kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai umatmu)”.
Ayat
tersebut sangat membuat haru hati Rasulullah, lalu beliau berkata: “ Cukup
sampai di sini saja wahai Ibnu Mas’ud.” Ibnu mas’ud melihat Rasulullah
meneteskan air mata dan menunudukkan kepala beliau.
Membaca
Al Qur’an Sampai Khatam
Bagi
seorang mu’min, membaca Al
Qur’an mestilah menjadi kecintaannya. Pada waktu membaca Al Qur’an ia mesti
merasakan seolah-olah jiwanya menghadap kehadirat Allah SWT, menerima amanat
dan hikmat suci, memohon limpah karunia serta rahmat dan pertolongannya.
Membaca Al Qur’an telah menjadi wiridnya yang khusus baik siang maupun malam.
Tidak ada kebahagiaan di dalam hati seorang mu’min kecuali bila dia dapat
membaca Al Qur’an sampai khatam. Bila sudah khatam, maka ia telah mendapatkan
puncak kebahagiaan hatinya. (Depag: 104).
Para
sahabat dengan keimanan dan keikhlasan hati berlomba-lomba membaca Al Qur’an
sampai khatam. Ada yang khatam dalam satu hari satu malam saja, ada yang khatam
dua kali dalam sehari semalam dan seterusnya. Dalam hadits shahih diceritakan
bahwa Rasulullah menyuruh Abdullah bin Umar agar menghatamkan Al Qur’an sakali dalam seminggu. Para sahabat lain seperti
Utsman bin Affan, Zaid bin Tsabit, Ibnu Mas’ud, Ubay bin Ka’b mejadikan Al
Qur’an sebagai khataman dalam setiap hari Jum’at.
Adab membaca Al Qur’an
Ketika
membaca Al-Qur’an, maka seorang muslim perlu memperhatikan adab-adab berikut
ini untuk mendapatkan kesempurnaan pahala dalam membaca Al-Qur’an:
a. Membaca dalam
keadaan suci, dengan duduk yang sopan dan tenang.
Dalam membaca
Al-Qur’an seseorang dianjurkan dalam keadaan suci. Namun, diperbolehkan apabila
dia membaca dalam keadaan terkena najis. Imam Haromain berkata, “Orang yang
membaca Al-Qur’an dalam keadaan najis, dia tidak dikatakan mengerjakan hal yang
makruh, akan tetapi dia meninggalkan sesuatu yang utama.” (At-Tibyan,
hal. 58-59)
b. Membacanya dengan
pelan (tartil)
dan tidak cepat, agar dapat menghayati
ayat yang dibaca.
Rasulullah
telah memerintahkan Abdullah Ibnu Umar untuk mengkhatamkan Al-Qur’an setiap
satu minggu (7 hari) (HR. Bukhori, Muslim). Sebagaimana yang dilakukan Abdullah
bin Mas’ud, Utsman bin Affan, Zaid bin Tsabit, mereka mengkhatamkan Al-Qur’an
sekali dalam seminggu.
c. Membaca Al-Qur’an
dengan khusyu’,
dengan menangis, karena sentuhan pengaruh ayat yang dibaca bisa menyentuh jiwa
dan perasaan.
Allah Ta’ala
menjelaskan sebagian dari sifat-sifat hamba-Nya yang shalih, “Dan mereka
menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu’.”
(QS. Al-Isra’: 109). Namun demikian tidaklah disyariatkan bagi seseorang untuk
pura-pura menangis dengan tangisan yang dibuat-buat.
d. Membaguskan suara
ketika membacanya.
Sebagaimana
sabda Rasulullah shollAllahu ‘alaihi wa sallam, “Hiasilah
Al-Qur’an dengan suaramu.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah dan Al-Hakim). Di dalam
hadits lain dijelaskan, “Tidak termasuk umatku orang yang tidak melagukan
Al-Qur’an.” (HR. Bukhari dan Muslim). Maksud hadits ini adalah membaca
Al-Qur’an dengan susunan bacaan yang jelas dan terang makhroj
hurufnya, panjang pendeknya bacaan, tidak sampai keluar dari ketentuan kaidah
tajwid. Dan seseorang tidak perlu melenggok-lenggokkan suara di luar
kemampuannya.
e. Membaca Al-Qur’an
dimulai dengan isti’adzah.
Allah Subhanahu
wa Ta’ala berfirman yang artinya, “Dan bila kamu akan membaca
Al-Qur’an, maka mintalah perlindungan kepada Allah dari (godaan-godaan)
syaithan yang terkutuk.” (QS. An-Nahl: 98)
Membaca
Al-Qur’an dengan tidak mengganggu orang yang sedang shalat, dan tidak perlu
membacanya dengan suara yang terlalu keras atau di tempat yang banyak orang.
Bacalah dengan suara yang lirih secara khusyu’.
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda, “Ingatlah bahwasanya setiap dari kalian
bermunajat kepada Rabbnya, maka janganlah salah satu dari kamu mengganggu yang
lain, dan salah satu dari kamu tidak boleh bersuara lebih keras daripada yang
lain pada saat membaca (Al-Qur’an).” (HR. Abu Dawud, Nasa’i, Baihaqi dan
Hakim). (Abu Hudzaifah Yusuf Artikel www.muslim.or.id)
4., Mengosongkan
Perut
Imam
al-Ghazali menggumpamakan penderitaan yang ditimbulkan rasa lapar sebagaimana
obat yang dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit. Seperti halnya dokter
yang mengetahui khasiat obat, ulamalah yang mengetahui khasiat rasa lapar.
Orang yang sengaja mengosongkan perut karena mempercayai firman Allah yang
memuji rasa lapar, tentu ia akan memperoleh manfaat dari rasa lapar yang ia
rasakan.
Mengosongkan
perut dapat menjadi pengobat galau karena dalam keadaan tersebut hati menjadi
rileks, selamat dari kesombongan, tidak terlena saat mendapat nikmat, badan
terasa enteng beribadah, serta dapat mencegah banyak macam penyakit. Hal tersebut sangat berbanding terbalik
dengan rasa kenyang. Terdapat banyak
riwayat yang menerangkan keutamaan rasa lapar dan mencela rasa Kenyang.
- Abu Hurairah berkata, “Tidak pernah sekalipun Nabi SAW beserta keluarganya makan roti gandum hingga kenyang selama tiga hari berturut-turut hingga beliau meninggal dunia”. (H.R. Muslim)
- Dalam karyanya Lubab al-Hadits Imam as-Suyuti antara lain menyebut hadits Nabi SAW.: “Amal yang paling utama (sayyid al-amal) adalah rasa lapar”.
- Nabi SAW juga bersabda: Orang beriman makan dengan satu usus, sedangkan orang munafik makan dengan tujuh usus”. (H.R. Bukhari-Muslim). Maksudnya, nafsu makan orang munafik lebih besar dari pada nafsu makan orang beriman.
- Belaiau SAW juga bersabda: “Tidaklah pernah seorang anak Adam mengisi bejana yang lebih buruk dari pada perutnya sendiri. Oleh karena itu cukuplah bagi anak Adam beberapa suap kecil yang dapat menegakkan tulang punggungnya. Jika dia tidak mampu untuk ini, hendaklah diisinya dengan spertiga untuk makanan, sepertiga untuk minuman, dan sepertiga lagi untuk nafasnya.” (H.R. Ibn Majah)
- Juga hadits Nabi SAW: “ rasa lapar adalah sebaik-baik (mukhkhun) ibadah”.
- Juga sabda Rasulullah SAW. : “hidupkanlah hati-hati kalian dengan meminimalisasi tertawa dan meminimalisasi rasa kenyang. Dan bersihkanlah hati kalian dengan rasa lapar…”
- Rasulullah SAW juga bersabda: “ orang yang paling dekat denganku diantara kalian pada hari kiamat adalah orang yang paling banyak merasakan lapar dan paling banyak bertafakkur”.
- Juga hadits Rasul SAW.: “siapa yang banyak makannya maka banyak adzabnya”.
9.
Juga hadits Rasulullah SAW.: “Tidak ada kesehatan dengan
banyak tidur, tidak ada kesehatan dengan memperbanyak makan, dan tidak ada obat
dengan sesuatu yang haram”.
- Rasulullah SAW juga bersabda: “ Ada tiga hal yang dapat menyebabkan kerasnya hati yaitu: senang tidur, senang beritirahat dan senang makan”.
- Rasulullah SAW juga bersabda: “ Barang siapa yang kenyang di dunia, maka akan lapar di akhirat, barang siapa yang lapar di dunia maka akan kenyang di akhirat”.
Menurut imam al-Ghazali menahan
rasa lapar/ mnegosongkan perut memiliki sepuluh macam manfaat (Al-Ghazali:183) antara
lain:
1.
Dapat menyucikan hati, menerangi naluri dan menajamkan mata hati (bashirah).
Sebaliknya rasa kenyang, dapat
mewariskan kebodohan, membutakan mata hati dan memperbanyak uap air yang masuk
ke otak serta tak ubahnya seperti mabuk yang menutupi sumber –sumber pemikiran
sehingga hati kesulitan menjalankan fungsi dalam berfikir dan memahami segala
sesuatu dengan cepat. Anak kecil yang
kebanyakan makan akan menghadapi resiko lemahnya daya ingat dan rusaknya
kecerdasan sehingga dia menjadi idiot dan lamban dalam berfikir.
Dari
Ibnu Abbas r.a. Rasulullah SAW bersabda: “ orang yang kenyang perutnya kemudian
tertidur maka hatinya akan mengeras. Kemudian beliau bersabda: bagi segala
sesuatu ada zakatnya, dan zakat tubuh adalah puasa (H.R. Ibnu Majah).
Imam
al-Syibli mengatakan ”Tidak pernah aku menahan lapar satu hari karena Allah
kecuali aku melihat di dalam hatiku
terbukanya pintu hikmah dan kemampuan menarik pelajaran yang sama sekali tidak
pernah kulihat sebelumnya”. Abu Sulaiman Al-Darani berkata: “Biasakanlah
menahan rasa lapar sebab ia dapat menaklukkan nafsu, meringankan hati dan
mewariskan ilmu samawi”.
Dapat
diambil kesimpulan bahwa tujuan tertinggi dalam beribadah adalah daya berfikir
(al-Fikr) yang akan mampu menyampaikan manusia pada makrifat dan
kemampuan mata hati untuk menjangkau hakikat ilahiah. Rasa kenyang menghalangi
pencapaian ini, sedangkan rasa lapar membuka lebar-lebar pintu makrifat.
Makrifat merupakan salah satu pintu menuju surge, maka benarlah jika dikatakan
rasa lapar itu setara dengan mengetuk salah satu pintu surge. Karena itulah
Luqman al-hakim berkata kepada anaknya: “Hai anakku, jika perut kenyang, akal
akan tertiidur, kebijaksanaan akan membeku, dan anggota badan akan menjadi
enggan melaksanakan ibadah” (al-Ghazali: 183).
2,.
Melunakkan dan menjernihkan hati
Dalam
kondisi hati yang jernih dan rileks, kebahagiaan dalam bermunajat dan segera
mendapatkan faedah dari mengingat-Nya. Sering kali dzikir yang diucapkan dengan
lidah dan dengan hati yang khidmat, namun tidak terasa kebahagiaan yang
diharapkan. Hal ini dikarenakan antara dia dan kebahagiaan itu terdapat sifat
keras hati yang memisahkannya. Hati dapat dilunakkan oleh kondisi-kondisi
tertentu , sehingga kuatlah kesan yang ditimbulkan oleh dzikir kepada Allah dan
bermunajat kepada-Nya. Perut kosonglah yang menjadi factor paling nyata. Abu
Sulaiman berkata: “ketika hati lapar dan haus, ia menjadi jernih dan lunak,
tetapi ketika kenyang, ia menjadi buta dan keras”.
Jika hati
telah merasakan nikmatnya berdekatan dengan Allah, maka orang akan mudah
berkontemplasi dan mencapai makrifat.
- Tumbuhnya rasa malu, sikap rendah hati, dan hilangnya rasa cinta kepada kemegahan, senang-senang dan pola hidup gemar berpesta.
cinta kepada kemegahan,
senang-senang dan pola hidup gemar berpesta merupakan sumber sikap melampaui
batas dan lalai kepada Allah SWT. Nafsu tidak akan dapat ditaklukkan dan
dikendalikan kecuali oleh rasa lapar. Dengan rasa lapar, jiwa akan terasa lebih
tenteram dan kkhidmat kepada Tuhan serta menyadari kelemahan maupun kehinaan
dirinya ketika melemah hasratnya dan menyempit ruang geraknya karena sesuap
makanan yan luput darinya. Dunia akan terasa gelap baginya karena setetes air
yang gagal didapat olehnya.Selama sesorang tidak menyadari kehinaan maupun kelemahan
dirinya, dia tidak akan mampu melihat
keperkasaan dan kekuatan Tuhannya.
Menurut
al-Ghazali, nafsu makan dan nafsu seks merupakan pintu masuk menuju api neraka
yang sumbernya adalah rasa kenyang. Sebaliknya, sikap rendah hati dan
ketundukan hawa nafsu merupakan pintu menuju surga, dan modal dasarnya adalah
rasa lapar. Barang siapa yang menutup salah satu pintu neraka berarti dia
membuka salah satu pintu surge, karena dua kutub itu saling bertentangan
seperti barat dan timur. Dengan demikian, kedekatan dengan yang satu berarti
menjauh dari yang lain.
- Menjadikan orang tidak lupa terhadap cobaan maupun azab Allah dan tidak menelantarkan saudara-saudaranya yang tertimpa musibah.
Orang
yang selalu kenyang sering kali lupa terhadap orang yang lapar dan melupakan
rasa lapar itu sendiri. Hamba yang cerdas tentu akan mengingat penderitaan di
akherat manakala menyaksikan penderitaan di dunia. Melalui rasa hausnya, ia
akan mengingat rasa haus yang dirasakan oleh umat manusia di padang mahsyar di
hari kiamat, dan memalui rasa lapar dia akan mengingat rasa lapar yang diderita
oleh para penghuni neraka. Begitu dahsyatnya rasa lapar yang mereka rasakan,
sampai-sampai mereka rela memakan buah berduri buah pohon zaqqum atau
minum ghassaq dan timah yang meleleh (Q.S. Ash-Shaffat: 63-67).
Di
dalam rasa lapar terdapat banyak sekali faedah, selain untuk mengingatkan
penderitaan di alam akhirat. Inilah salah satu factor mengapa para nabi dan
wali Allah selalu dihadapkan pada cobaan, sehingga uang paling baik diantara mereka
adalah yang paling berat cobaannya. Rasulullah mengatakan: “kami, para Nabi,
adalah orang-orang yang diuji paling berat. Dan yang paling baik diantara kami
adalah yang paling berat ujiannya.” (H.R. Tirmidzi dan Ibnu Majah).Ketika nabi
Yusuf ditanya “mengapa engkau menahan lapar, padahal engkau menguasai seluruh
gudang pangan di negeri ini?” Nabi Yusuf menjawab: “ Aku takut kenyang sehingga
aku lupa pada orang yang lapar” (Q.S. Yusuf: 55).
Sesungguhnya
rasa lapar menggugah sifat kasih saying, keinginan member makan, dan
menumbuhkan rasa empati terhadap
makhluk-makhluk Allah. Orang yang kenyang biasanya tidak menaruh kepedulian
terhadap orang yang lapar. (al-Ghazali: 186).
- Menaklukkan segala nafsu untuk berbuat maksiat dan mengalahkan jiwa yang selalu mengajak kepada kejahatan (nafsu ammaratun bissu’).
Pangkal
perbuatan maksiat adalah nafsu dan tenaga yang bersumber dari makanan. Dengan
mengurangi makan berarti melemahkan segala nafsu dan kekuatan. Semua
kebahagiaan di akherat tergantung pada kemampuan mengendalikan hawa nafsu. Kesngsaraan
akan timbul jika nafsu yang tampil menjadi penguasa dalam diri seseorang.
Seperti halnya seorang yang memiliki hewan peliharaan yang kuat dan liar, maka
menjinakannya tentu dengan cara tidak memberinya makan supaya dia menjadi
lemah. Jika dia diberi makan, tentu ia menjadi kuat, keras kepala, dan melawan.
Begitu juga hawa nafsu.
Dikatakan
al-Ghazali, rasa lapar merupakan salah satu dari sekian banyak perbendaharaan
Allah. Orang akan merasakan banyak manfaat yang timbul akibat rasa lapar. Hal
paling kecil yang bisa ditaklukkan rasa lapar adalah nafsu seks dan keinginan
untuk berbicara secara berlebihan. Dengan begitu orang akan terbebas dari
maksiat lisan sepeti menggunjung, berkata-kata keji, berbohong, mengadu domba dan
lain-lain. Sebaliknya jika seseorang
kenyang, iapun membutuhkan hiburan yang cara memperolehnya sering kali
menyakiti orang lain. Padahal, “orang sudah dapat dijebloskan ke dalam api
neraka hanya karena ulah lidahnya.” (H.R. Tirmidzi dan Ibnu Majah).
- Mencegah rasa ingin tidur dan membiasakan tidak tidur di waktu malam
Orang
yang perutnya kenyang akan banyak minum, dan orang yang banyak minum akan
banyak tidur pula. Dikatakan al-ghazali, tujuh puluh orang shalih telah
bersepakat bahwa banyak tidur disebabkan oleh banyak minum. Tidur berlebihan
berarti menyia-nyiakan umur, melalaikan waktu shalat tahajjud mengakibatkan
sifat bodoh serta kerasnya hati. Banyak tidur bearrti menghabiskan umur,
sedangkan shalat tahajjud mempunyai manfaat yang sangat besar. Tidur merupakan
sumber berbagai kerugian, dan perut kenyanglah yang menjadi sebabnya. Hal yang
dapat mencegahnya adalah rasa lapar.
- Memudahkan ketekunan dalam beribadah.
Aktivitas makan akan menghalangi
orang dari kemungkinan melaksanakan banyak beribadah karena dia memerlukan
waktu untuk makan dan tentu saja membutuhkan waktu pula untuk membeli atau
memasak makanan tersebut. Ia juga perlu waktu untuk mencuci tangan,
membersihkan gigi dan menjadi sering ke kamar kecil akibat terlalu banyak
minum. Waktu-waktu yang terbuang tadi jika digunakan untuk bermunajat kepad a
Allah tentu akan sangat bermanfaat sekali. Betapa waktu sangat berharga bagi
orang-orang shaleh untuk melakukan ibadah kepada Allah SWT.
Dengan
merujuk kepada hadits Bukhari dan Muslim, Abu Sulaiman ad-Darani mengatakan: “Barang
siapa yang makan hingga perutnya kenyang ia akan menghadapi enam mala petaka:
hilangnya rasa manis bermunajat kepada Allah, terhalangnya daya ingat terhadap
hikmah ilahi, dan kurang menaruh perhatian kepada orang lain (karena mengira
orang lain juga sudah kenyang). Juga rasa enggan beribadah, menguatnya hawa
nafsu, dan ketika kaum mukmin berada di masjid, orang-orang yang kekenyangan
justru hanya mengelilingi tempat pembuangan kotoran”
- Menyehatkan tubuh dan mencegah penyakit.
Penyebab timbulnya penyakit menurut
Imam Ghazali adalah makanan yang terlalu banyak dan kelebihan komposisi
unsure-unsur di dalam pencernaan dan pembuluh darah. Penyakit kemudian akan
menghalangi pelaksanaan ibadah, mengacaukan hati dan menjadi penghalang dalam
mengingat dan merenung tentang Allah. Ia akan merusak hidup, mengharuskan
dilakukannya pengambilan darah, minum obat dan pergi ke dikter. Semua itu
membutuhkan uang yang harus dicari oleh seseorang meskipun sebelumnya ia telah
mengumbar hawa nafsu dan melakukan perbuatan maksiat. Padahal dengan rasa
lapar, semua itu dapat dicegah.
- Biaya hidup yang ringan dan tidak ngoyo dalam bekerja
Orang yang terbiasa makan sedikit
tentu hanya membutuhkan uang yang lebih sedikit. Orang yang yang terbiasa makan
kenyang akan merasakan seolah-olah perutnya terus menerus ingin diisi sehingga
orang tersebut harus melakukan berbagai usaha dan mencari nafkah, entah dari
usaha yang haarm, sehingga ia berdosa, atau dari usaha yang halal,, tetepi
membuatnya terhina dan kehabisan tenaga. Orang terkadang menjadi tamak terhadap
harta orang lain yang merupakan ujung kehinaan dan kenistaan.
Secara
umum yang menjadi factor penyebab kebinasaan manusia adalah karena mereka rakus
terhadap makanan dan nafsu seks. Factor penyebab nafsu sek sesungguhnya adalah
nafsu perut. Semua pintu ini dapat ditutup dengan menyedikitkan makan.
- Tumbuhnya kebiasaan mendahulukan kepentingan orang lain dan rajin bersedekah.
Apapun
yang dimakan oleh seseorang akan tersimpan di dalam lubang toilet, sedangkan
yang disedekahkannya akan tersimpan dalam perbendaharaan karunia Allah.
Menyedekahkan kelebihan makanan jauh lebih baik dari pada terkena penyakit
pencernaan dan kekenyangan.
Itulah
kesepuluh manfaat menahan lapar. Dalam setiap manfaat itu terdapat bagian
manfaat lainnya yang tak terhitung jumlahnya. Menahan lapar adalah
perbendaharaan besar bagi segala sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan
akhirat. Seorang ulama terdahulu mengatakan:”menahan lapar aadlah kunci menuju
akhirat dan pintu menuju zuhud. Sedangkan rasa kenyang adalah kunci dunia dan
kunci menuju sifat rakus yang menghinakan.
3.,
Shalat Malam
Menurut
para ulama, ritual shalat malam dapat menolak tipu daya syetan, mencegah
berbuat dosa, mencegah penyakit dari badan, mendatangkan ridha Tuhan dan
merupakan adab orang-orang shaleh. Para ulama juga telah bersepakat bahwa yang
dimaksud dengan bangun malam adalah melakukan ibadah pada waktu itu dengan
melakukan shalat, dzikir, dan yang lainnya seperti yang disebutkan oleh imam as-Shawi di dalam menafsirkan QS.
Al-Muzzammil: 1:
$pkr'¯»t ã@ÏiB¨ßJø9$# ÇÊÈ ÉOè%
@ø©9$#
wÎ)
WxÎ=s% ÇËÈ
“Hai orang yang berselimut (Muhammad),
bangunlah di malam hari kecuali sedikit (daripadanya)”,
Maka yang dimaksud dengan bangun di
malam hari menurut Imam as-Shawi adalah bangun untuk shalat dan melakukan ibadah-ibadah
yang lainnya.
Habib Abdullah al-Haddad menasihati
kita semua bahwa bangun di malam hari merupakan sesuatu yang sangat berat bagi
setiap jiwa (nafsu) dikarenakan waktu itu merupakan waktu yang paling enak
untuk istirahat dan tidur. Namun seperti telah dijelaskan di atas, dua hal
tersebut merupakan perkara yang sangat berbahaya bagi timbulnya kegalauan hati
seperti telah dijelaskan oleh Rasulullah SAW.Namun demikian, menurut Habib,
bangun malam akan menjadi ringan bila dibarengi dengan persiapan mental dan
spiritual, pembiasaan, ketabahan, kesungguhan dan keseriusan.
Dengan
bangun malam masih menurut Habib, akan dibukakan pintu kerinduan kepada Allah (al-uns),
manisnya bermunajat kepada-Nya, serta nikmatnya menyendiri (khalwat) bersama
Allah azza wajalla. Jika dalam keadaan demikian, manusia tidak akan pernah puas
dari bangun malam sebagai keutamaan dari
rasa berat dan malas untuk bangun di malam hari seperti yang telah dialami para
orang shaleh terdahulu. Sebagian dari mereka mengungkapkan: “jika penduduk surga
dalam keadaan sebagaimana keadaan kami di waktu bangun malam, pastilah mereka
dalam kehidupan yang sangat indah”. maksudnya bangun di malam hari itu seindah
hidup di surga. Sebagian shalihin
mencurahkan isi hatinya: sejak 40 tahun tidak ada sesuatu yang membuat aku
berduka cita selain munculnya fajar” . yang lain lagi curhat: orang yang biasa
terbangun di malam hari lebih merasakan kelezatan yang luar biasa dibandingkan
orang – yang lalai.
Banyak
juga kisah masyhur yang menggambarkan kehidupan orang-orang shaleh ketika
mereka bangun di malam hari. Diantara mereka melakukan shalat malam terus
menerus dengan satu wudhu dari shalat isya. Mereka inilah orang yang disebut
oleh al Qur,an sebagai orang yang mendapat petunjuk:
y7Í´¯»s9'ré&
tûïÏ%©!$# yyd ª!$#
( ãNßg1yßgÎ6sù ÷nÏtFø%$#
3 @è% Hw
öNä3è=t«ór&
Ïmøn=tã
#·ô_r& ( ÷bÎ)
uqèd
wÎ)
3tø.Ï
úüÏJn=»yèù=Ï9
ÇÒÉÈ
“Mereka
Itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, Maka ikutilah
petunjuk mereka. Katakanlah: "Aku tidak meminta upah kepadamu dalam
menyampaikan (Al-Quran)." Al-Quran itu tidak lain hanyalah peringatan
untuk seluruh ummat. (al-An’am: 90)
Karena
itu Orang-orang yang ingin mendapatkan obat galau hendaknya melakukan shalat
malam dan menjaganya secara konsisten sehingga ia akan termasuk hamba-hamba
Allah yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati:
ß$t7Ïãur Ç`»uH÷q§9$#
úïÏ%©!$# tbqà±ôJt n?tã ÇÚöF{$#
$ZRöqyd #sÎ)ur ãNßgt6sÛ%s{ cqè=Îg»yfø9$#
(#qä9$s%
$VJ»n=y
ÇÏÌÈ
“Dan
hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di
atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka,
mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan”. (al-Furqan: 63).
Allah juga memuji ahli tahajjud dalam firman-Nya:
z`Ï%©!$#ur cqçGÎ6t
óOÎgÎn/tÏ9 #Y¤fß $VJ»uÏ%ur
ÇÏÍÈ
“Dan orang yang melalui malam hari
dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka ( al-Furqan: 64).
Maksudnya orang-orang yang
sembahyang tahajjud di malam hari semata-mata karena Allah.
Karena
itu, cobalah mengikuti amaliah para shalihin di atas dengan meniru sifat-sifat
mereka seperti yang telah dipuji Allah SWT dalam ayat tersebut. Jika anda
merasa berat mengikuti amaliah mereka secara keseluruhan, setidaknya anda
jangan meninggalkan bangun malam walau hanya beberapa saat seperti firman
Allah:
* ¨bÎ)
y7/u
ÞOn=÷èt
y7¯Rr&
ãPqà)s? 4oT÷r&
`ÏB ÄÓs\è=èO
È@ø©9$#
¼çmxÿóÁÏRur ¼çmsWè=èOur ×pxÿͬ!$sÛur
z`ÏiB tûïÏ%©!$# y7yètB
4 ª!$#ur
âÏds)ã @ø©9$#
u$pk¨]9$#ur
4 zOÎ=tæ
br& `©9 çnqÝÁøtéB z>$tGsù ö/ä3øn=tæ
( (#râätø%$$sù $tB u£us?
z`ÏB
Èb#uäöà)ø9$# 4
“Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri
(sembahyang) kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau
sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang yang bersama kamu.
dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu
sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas waktu-waktu itu, Maka Dia
memberi keringanan kepadamu, karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al
Quran.”.(al-Muzzammil: 20).
Rasulullah
SAW juga sangat menganjurkan umatnya untuk melakukan shalat malam walau hanya
satu rakaat. Jika lebih banyak jumlah rakaatnya terlebih dibarengi dengan
kekhusyuan dan tadharru’ tentu akan semakin baik dan mulia di hadapan
Allah SWT., para salafuna ash-shalih
yang telah berhasil menghafal al-Qur’an bahkan sering kali melakukan shalat ma
lam dengan satu kali khataman dalam setiap malam. Ada juga yang menghatamkan
al-qur’an dalam shalat malamnya sebulan sekali, ada juga yang 40 hari sekali
menurut kadar kegigihan dan semangat masing-masing. Begitulah gambaran
kecintaan orang-orang yang shalih terhadap bangun malam. Mereka telah menemukan
kelezatan, manfaat dan kenikmatan bangun dan beribadah di tengah malam.
Dalam
sebuah hadits diriwayatkan, para sahabat RA sedang menceritakan sahabat
Abdullah bin Umar RA dihadapan Rasulullah SAW., maka beliau bersabda: Dia
adalah orang yang paling baik. Ia suka shalat di malam hari”.
Kepada salah seorang sahabatnya
Rasulullah SAW juga mengingatkan: wahai Fulan, janganlah engkau terlalu banyak
tidur pada malam hari, sesungguhnya banyak tidur di malam haari menyebabkan
orang menjadi fakir di hari kiamat”
Ayat-ayal
al.-Qur’an selain yang telah disebutkan di atas masih banyak lagi yang
menyebutkan keistimewaan shalat malam dan menganjurkan untuk melakukannya.
Diantara ayat tersebut antara lain:
z`ÏBur
È@ø©9$#
ô¤fygtFsù
¾ÏmÎ/
\'s#Ïù$tR
y7©9
#Ó|¤tã
br&
y7sWyèö7t
y7/u
$YB$s)tB
#YqßJøt¤C
ÇÐÒÈ
“Dan
pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah
tambahan bagimu; Mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang Terpuji”.
(al-Isra, 17: 79)
5. Dzikir Di
Waktu Sahur
Waktu ini
merupakan waktu yang sangat mulia. Beberapa ayat al-Qur,an yang menyebut
keistimewaaanya antara lain:
úïÏ%©!$#
tbqä9qà)t
!$oY/u
!$oY¯RÎ)
$¨YtB#uä
öÏÿøî$$sù
$uZs9
$oYt/qçRè
$uZÏ%ur
z>#xtã
Í$¨Z9$#
ÇÊÏÈ
tûïÎÉ9»¢Á9$#
úüÏ%Ï»¢Á9$#ur
úüÏFÏZ»s)ø9$#ur
úüÉ)ÏÿYßJø9$#ur
úïÌÏÿøótGó¡ßJø9$#ur
Í$ysóF{$$Î/
ÇÊÐÈ
“ (yaitu)
orang-orang yang berdoa: Ya Tuhan Kami, Sesungguhnya Kami telah beriman, Maka
ampunilah segala dosa Kami dan peliharalah Kami dari siksa neraka," (yaitu)
orang-orang yang sabar, yang benar, yang tetap taat, yang menafkahkan hartanya
(di jalan Allah), dan yang memohon ampun di waktu sahur”. (Ali Imran: 16-17)
¨bÎ)
tûüÉ)GßJø9$#
Îû
;MȬZy_
Abqãããur
ÇÊÎÈ tûïÉÏ{#uä
!$tB
öNßg9s?#uä
öNåk5u
4 öNåk¨XÎ)
(#qçR%x.
@ö6s%
y7Ï9ºs
tûüÏYÅ¡øtèC
ÇÊÏÈ (#qçR%x.
WxÎ=s%
z`ÏiB
È@ø©9$#
$tB
tbqãèyföku
ÇÊÐÈ Í$ptôF{$$Î/ur
öLèe
tbrãÏÿøótGó¡o
ÇÊÑÈ
“Sesungguhnya
orang-orang yang bertaqwa itu berada dalam taman-taman (syurga) dan mata
air-mata air, Sambil menerima segala pemberian Rabb mereka. Sesungguhnya mereka
sebelum itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat kebaikan. Di dunia mereka
sedikit sekali tidur diwaktu malam. Dan selalu memohon ampunan di waktu pagi
sebelum fajar (sahur)”. (Adz-Dzariyat:
15-18)
Dzikir di waktu sahur dapat menjadi
obat hati karena waktu bermunajat kepada Allah dan doa pada waktu itu lebih dekat untuk diijabah. Diantara Sabda
Rasulullah SAW. Yang begitu banyak mengenai keistimewaan waktu sahur antara
lain :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْه ُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى
السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الْآخِرُ يَقُولُ
مَنْ يَدْعُونِي فَأَسْتَجِيبَ لَهُ مَنْ يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ مَنْ
يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرَ لَهُ
Dari Abu Hurairah RA. Bahwasannya Rasulullah SAW bersabda:
Allah SWT tturun ke langit dunia setiap malam di saat tersisa sepertiga malam
yang terakhir. Allah SWT berfirman: barang siapa yan g berdoa kepada-Ku maka
akan aku kabulkan, siapa yang meminta kepada-Ku maka aku berikan, dan siapa
yang meminta ampunan kepada-Ku maka aku mengampuninya. (HR. Bukhari- Muslim)
Melakukan ibadah pada saat itu
lebih mengasyikan dan jiwa menjadi lebih suci.
Rasulullah
SAW juga bersabda : “ada tiga suara yang sangat disukai oleh Allah SWT. , yaitu
suara ayam jantan, suara orang yang membaca al-Qur’an dan suara istighfar di
waktu sahur”. Menurut para ulama, suara ayam jantan itu berbunyi: udzkurullah
ayyuhal ghafilun (ingatlah kepada Allah wahai orang-orang yang lalai….)
(Imam Nawawi al-Bantani: ). Suara ayam jantan disukai oleh Allah karena
mengingatkan manusia yang sedang lelap tertidur untuk berdzikir kepada Allah
SWT. Suara seperti itu pernah juga
didengar dan dimengerti oleh Nabi Sulaiman as.
Diantara
beberapa pesan Luqman al-Hakim kepada anaknya adalah pesan beliau agar
anak-anaknya tidak kalah pintar dari ayam jantan. Ayam jantan itu
memanggil-manggil manusia untuk berdzikir di waktu sahur, sedangkan manusia
yang akan dimintai pertanggung jawaban perbuatannya di dunia malah tertidur
tidak berdzikir (al-Ghazali: 8-9). Beberapa bait syair berikut menyindir kita:
Sungguh burung merpati telah mendekur di tengah malam
Di atas dahan dengan bersusah payah
Sementara aku terlelap tidur
Demi baitullah aku telah berbohong
Jika aku orang yang teramat rindu
Mana kala aku didahului tangisan burung merpati
Sedangkan aku mengira kalau aku adalah
orang yang resah yang memiliki kerinduan kepada Tuhanku
mana kala aku tidak menangis
sedangkan burung-burung merpati pada menangis
Orang
yang cerdas menurut Rasulullah SAW adalah orang yang menekan hawa nafsunya dan
beramal untuk kehidupan setelah kematian. Sedangkan orang yang bodoh adalah
orang yang memperturutkan hawa nafsunya dan berharap dari Allah akan rasa aman
(al-Ghazali: 6).
Seorang
sufi ternama Sufyan Ats-Tsauri RA., mengatakan bahwa sesungguhnya Allah tabaraka
wa ta’ala menciptakan angin (IPTEK sekarang menyebutnya gelombang-gelombang
elektrodinamika, gelombang radio, televisi dan lain-lain) yang menghembus di
waktu sahur untuk membawa dzikir dan istighfar-istighfar kepada Dzat Yang Maha
Merajai dan Maha Menguasai. Sufyan juga mengatakan, jika di awal malam, ada
malaikat yang memanggil-manggil dari bawah ‘arsy: “wahai bangunlah hamba-hamba Allah”, maka mereka terbangun dan mereka
melaksanakan shalat malam. Kemudian ketika tengah malam hingga datang waktu
sahur, malaikat memanggil-manggil lagi: “wahai bangunlah orang-orang yang taat
kepada Allah”, maka mereka terbangun dan melaksanakan shalat malam. Ketika
telah tiba waktu sahur, malaikat kembali memanggil-manggil manusia supaya
mereka meminta ampunan kepada Allah. Maka orang-orang mukmin itu terbangun dan
beristighfar meminta ampunan Allah. Ketika fajar telah dating malaikat kembali
memanggil-manggil: “ wahai orang-orang yang lalai, bangunlah!” maka orang-orang
lalai terbangun sempoyongan dari tempat tidurnya seperti orang-orang yang telah
mati terbangun dari kuburnya.
- Berkumpul Dengan Orang-orang Shaleh
Kisah
teladan mengenai pentingnya orang shalih bagi ketenangan batin adalah kisah
nabi Musa a.s. ketika diperintahkan oleh Allah SWT. Untuk menemui seorang hamba
shaleh yang ilmunya berada di atas tingkatan ilmu Nabi Musa. Kisah itu
termaktub dalam Q.S. al-Kahfi: 60-66 seperti berikut ini:
“Dan (ingatlah) ketika Musa berkata
kepada muridnya (Yusya 'bin Nun ): "Aku tidak akan berhenti (berjalan)
sebelum sampai ke Pertemuan dua buah lautan; atau aku akan berjalan sampai
bertahun-tahun".Maka tatkala mereka sampai ke Pertemuan dua buah laut itu,
mereka lalai akan ikannya, lalu ikan itu melompat mengambil jalannya ke laut
itu. Maka tatkala mereka berjalan lebih jauh, berkatalah Musa kepada muridnya:
"Bawalah kemari makanan kita; Sesungguhnya kita telah merasa letih karena
perjalanan kita ini". Muridnya menjawab: "Tahukah kamu tatkala kita
mecari tempat berlindung di batu tadi, Maka Sesungguhnya aku lupa (menceritakan
tentang) ikan itu dan tidak adalah yang melupakan aku untuk menceritakannya
kecuali syaitan dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh
sekali". Musa berkata: "Itulah (tempat) yang kita cari". lalu
keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula. Lalu mereka bertemu dengan
seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya
rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi
Kami. (Q.S.
Al-Kahfi: 60-65)
Menurut
ahli tafsir hamba di sini ialah Khidhr, dan yang dimaksud dengan rahmat di sini
ialah wahyu dan kenabian. sedang yang dimaksud dengan ilmu ialah ilmu tentang
yang ghaib seperti yang akan diterangkan dengan ayat-ayat selanjutnya dari
surat al-Kahfi.
tA$s% ¼çms9 4ÓyqãB ö@yd y7ãèÎ7¨?r& #n?tã br& Ç`yJÏk=yèè? $£JÏB |MôJÏk=ãã #Yô©â ÇÏÏÈ
“Musa berkata kepada Khidhr: "Bolehkah aku mengikutimu
supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah
diajarkan kepadamu?" (Q.S. al-Kahfi: 66)
Ayat-ayat
di atas menerangkan kegigihan Nabi Musa a.s. dalam menjalankan perintah Allah
untuk menemui hamba Allah yang shaleh. Dalam ayat tersebut digambarkan betapa
Nabi Musa a.s. menemui beberapa kesulitan dan rintangan yang bermacam-macam
seperti digoda oleh syaitan, harus mencari tempat yang sulit ditemukan, merasa
kelelahan, dan lain sebagainya. Semua itu memberi pelajaran kepada kita bahwa
orang shaleh itu sangat penting eksistensinya bahkan bagi seorang nabi sekelas
nabi Musa sekalipun. Dan ternyata, cobaan Nabi Musa tidak berhenti sampai di
situ, ujian Nabi Musa justru semakin besar setelah ia bertemu dengan hamba yang
shaleh yang dimaksud.
Pertama-tama
hamba shaleh tersebut (Nabi Khidr) tidak serta merta mau menerima nabi musa
sebagai “murid” hingga Nabi Musapun setengah memaksa agar beliau dapat diterima
sebagai “murid”. Kemudian setelah menjadi murid, beliau diuji dengan
keanehan-keanehan yang harus ia hadapi dengan kesabaran yang ekstra. Ini semua
memberi pelajaran kepada kita bahwa seorang yang shaleh itu sangat mempunyai
arti dalam kehidupan manusia. Hal ini selaras dengan sabda Nabi SAW: “
Seseorang bernisbah atas agama teman karibnya (Khaliluhu). Maka
perhatikanlah siapa teman karibnya” (H.R. Abu Dawud dan Tirmidzi). Dalam hadits
lain Rasulullah SAW juga bersabda: “Seseorang akan bersama dengan orang yang
dikasihinya” (H.R. Bukhari-Muslim).
Berkumpul
dengan orang shaleh dapat mengobati kegalauan karena mereka akan menginspirasi
untuk mengikuti jejak mereka dalam perkataan, perbuatan ataupun ibadah dan
ketakwaan mereka kepada Allah ‘azza wajalla. Berkumpul dengan mereka
juga akan mendapatkan pencerahan dan hikmah-hikmah agama dalam mengatasi
berbagai problem kehidupan.
Orang-orang
shaleh adalah orang-orang yang menjalankan hak-hak Allah dan hak sesama
sehingga mereka akan mengajak untuk dapat menjaga diri dari perbuatan melampaui
batas. Mereka akan menjadi sebab bagi kebahagiaan orang yang bersamanya, karena
ucapan mereka, perbuatan dan akhlaknya sesuai dengan aturan—aturan Allah SWT.
Dalam
sebuah hadits diceritakan Abu Musa al-Asy’ari r.a. berkata: “Sesungguhnya
perumpamaan bergaul dengan orang shaleh dan bergaul dengan orang yang jahat itu
bagaikan pembawa misik dan peniup api. Pembawa misik terkadang memberi kamu,
atau kamu membeli kepadanya, atau kamu mendapat bau harum darinya. Adapun
peniup api, kalau tidak membakar pakaianmu, maka kamu akan mendapat bau busuk
darinya”. (H.R. Bukhari-Muslim).
REFERENSI
Al- Makki, Sayyid Abu Bakar. Tt. Kifayat al-Atqiya wa
Minhaj al-Ashfiya’. Indonesia: Dar Ihya’ al-Kutub al-‘Arabiyyah.
Al-Bantani, Syekh Nawawi. Tt.. Marahu
Labid Tafsir an-Nawawi. Semarang: Toha Putra.
Al-Ghazali, Imam Abu Hamid
Muhammad. Tt. Ayyuha al-Walad. Semarang: Al-Barakah.
------. Tt . Ihya’ Ulumuddin
Vol.III, Semarang:
------.2002 . Metode Menaklukkan
Jiwa Perspektif Sufistik Cet. II. Bandung: Karisma .
Al-Nawawi, Imam Abu Zakariya Yahya bin Syaraf. 1983. Riyadh al-Shalihin I cet. VII, Terj.
Salim Bahresy. Bandung: Al-Ma’arif.
Tim Depag RI. 1980. Al Qur’an
dan Terjemahnya. Jakarta: Depag.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar