Indahnya kalau kita Bisa Berbagi.
Ferdinand de Lesseps (1805-1894) ternyata bukan orang yang pertama membangun Terusan Suez. Jadi sebenarnya insinyur Perancis yang tinggal lama di Mesir itu tidak berhak menyandang julukan sebagai Si Pembangun Terusan Suez.
Sejarah
yang sebenarnya adalah bermula saat Firaun masih berkuasa di Mesir ribuan tahun
sebelum Masehi. Ketika itu Mesir diketahui telah mengimpor sejumlah komoditi
dari selatan, di antaranya kapur Barus dari kota Barus di pesisir timur
Sumatera. Kapur Barus merupakan salah satu bahan utama untuk pembalseman raja
dan bangsawan Mesir kala itu. Robert Dick-Read, dalam The Phantom Voyagers:
Evidence of Indonesian Settlement in Africa in Ancient Times (2005), menulis
jika selain kapur Barus, Mesir juga mengimpor dupa, kayu eboni, gading,
kemenyan, electrum (campuran alami emas dan perak), dan sebagainya dari daerah
Timur India, terutama Nusantara.
Sebelum
Firaun Cheops berkuasa, para Firaun Mesir mengimpor bahan-bahan itu dari "daerah
di balik matahari terbit", yang dibawa menyusuri Laut Merah dan
menyeberangi gurun yang panas dan terik-dengan dipanggul manusia atau
onta-menuju pusat pemerintahan atau daerah gudang. Perjalanan di gurun inilah
yang sering memakan korban, baik tenaga kasar maupun biaya yang harus
ditanggung kerajaan. Hal ini tentu memusingkan para pembesar Mesir. Akhirnya
mereka memutuskan untuk membuat sodetan panjang yang menghubungkan Laut Merah
dengan Laut Tengah dan membangun armada laut yang kuat.
Suez
Canal in the late 1860s
http://web.mst.edu/~rogersda/umrcourses/ge342/
Bangsa
Mesir memang sudah lama dikenal sebagai bangsa yang menguasai teknik pelayaran
jauh. Nancy Jenkins dalam The Boat Beneath the Pyramid (1970) menulis, dalam
suatu penggalian arkeologi di gurun dekat Kairo, ditemukan sebuah bangkai kapal
laut yang dibenam di dalam satu kuburan khusus di bawah piramida Firaun Cheops.
Firaun ini hidup lebih dari enam abad sebelum Firaun Sesostris naik tahta.
Kapal itu dipisah-pisah secara sengaja dan cerdas menjadi sekira 1.200 potongan
dan diletakkan di dalam sebuah kuburan besar. Dalam kondisi gurun yang kering
dan hampa udara, potongan-potongan kapal tersebut tetap utuh saat ditemukan
setelah terkubur selama lebih dari empatribu limaratus tahun.
Ketika
potongan-potongan kapal itu dirakit kembali oleh satu tim ahli, terbentuklah
seuah kapal yang elok sepanjang 141 kaki, dengan balok sepanjang 19 kaki yang
terbuat dari papan-papan kayu cedar Lebanon. Balok-balok kayu yang berukuran 70
kaki dirangkai dengan indah dengan menggunakan rumput halfa.
Kapal-kapal
bangsa Mesir kala itu sudah berlalu-lalang di Terusan Suez, baik ke arah
Lebanon maupun ke Laut Merah menuju selatan. Selama beberapa abad setelah
berakhirnya pemerintahan Sesostris, kebudayaan Indus mulai mengalami
kemunduran. Dan Terusan Suez yang kala itu disebut sebagai Terusan Firaun pun
terbengkalai. Terusan tersebut akhirnya tidak terurus dan tertutup pasir,
sehingga sejarah mencatat sejak itu tidak ada lagi interaksi antara
Mediteranian dengan Samudera Hindia sampai seribu tahun sesudahnya.
Namun
Sesostris telah memelopori gagasan yang tidak terlupakan; ketika Firaun Necho
(berkuasa pada abad ke-6 SM) memimpin armada Phoenician yang berlayar
mengelilingi Afrika, ia bersiap-siap membangun kembali terusan baru dari cabang
Pelusian di Sungai Nil menuju Bitter Lakes, proyek raksasa ini kabarnya menelan
100.000 korban jiwa. Proyek ini diteruskan oleh Darius I dari Sungai Nil menuju
Laut Merah, pada 521 SM hingga 485 SM. Ketika terusan ini tertutup kembali oleh
sedimentasi alam, tertutup pasir dan tanah, beberapa tahun kemudian dibuka
kembali oleh orang-orang Athena; dan dua abad kemudian oleh Ptolemy
Philadelphus.
Robert
Dick-Read mencatat, pemerintah Romawi tidak mengrus terusan itu dengan baik
sehingga tertutup kembali. Barulah pada akhir abad ke-1 M, Kekaisaran Trajan
membuka kemblai terusan itu dan dikelola oleh Hadrian dan Antonines hingga
akhir abad ke-2 M. Redupnya kekuasaan Romawi di sekitar Mesir membuat terusan
itu kembali tertutup pasir hingga di masa awal cahaya Islam bersinar di jazirah
Arabia terusan tersebut dibuka kembali untuk memudahkan pengiriman biji-bijian
dari Mesir menuju Makkah.
Namun
pada abad ke-8 M, Al-Mansur memerintahkan agar terusan itu ditutup kembali
dengan alasan keamanan, mencegah ancaman dari timur. Terusan Suez atau Terusan
Firaun itu pun dengan sengaja ditutup selama berabad-abad, hingga datangnya
masa Ferdinand de Lesseps.
Terusan
Suez dalam bahasa Arab disebut sebagai Qanā al-Suways, yang berada di barat
Semenanjung Sinai. Terusan ini panjangnya sekira 163 kilometer, menghubungkan
Port Said di Laut Tengah dengan Suez di Laut Merah.
Pada
17 November 1869, seorang insinyur Perancis yang sudah lama tinggal di Mesir
bernama Ferdinand Vicomte de Lesseps membuka kembali terusan kuno tersebut
setelah sebelumnya mempelajari sejarah transportasi dan rute perdagangan antara
Mesir kuno dengan wilayah-wilayah selatan. Sebelumnya, kapal-kapal dari Eropa
yang ingin ke Asia dari Mesir harus mengelilingi Benua Afrika dahulu dan ini
jelas memakan tenaga dan biaya yang tidak sedikit. Beberapa di antaranya
melakukan hal yang sama dilakukan raja-raja Mesir sebelum terusan itu dibangun,
yakni dengan mengosongkan kapal dan membawa barang-barangnya lewat gurun antara
Laut Tengah dan Laut Merah.
...
nationalized the Suez
http://web.mst.edu/~rogersda/umrcourses/ge342/
Atas
jasanya membuka kembali Terusan Suez, Ferdinand de Lesseps dipuja bagai
pahlawan oleh Eropa. Pemerintahan Perancis menganugerahkan kehormtan tertinggi
padanya dengan mengangkatnya sebagai anggota Académie Française.
Selama
hampir duabelas tahun De Lesseps menikmati kehidupan yang nikmat dan nama yang
besar. Namun di saat usianya mencapai 73 tahun, dia ditunjuk untuk mengepalai
pembangunan Terusan Panama. Setelah 10 tahun dikerjakan proyek ini ternyata
tidak selesai juga padahal sudah memakan korban tewas sekira 22.000 pekerjanya
dan juga biaya yang tidak sedikit. Tahun 1888 proyek Terusan Panama pimpinan de
Lesseps dinyatakan gagal. De Lesseps diseret ke pengadilan karena dituduh menyelewengkan
dana proyek dan dihukum penjara 5 tahun.
De
Lesseps melalui sisa hidupnya selama 6 tahun berikutnya di atas kursi malas.
Seluruh gairah hidupnya sirna dan mentalnya terganggu. Ada satu hal yang unik
sekaligus menyedihkan, sejak keluar dari penjara, dia hanya mau membaca
suratkabar yang terbit sebelum tahun 1888, tahun saat proyek Terusan Panama
dihentikan. Hal ini dilakukannya sampai dia meninggal dunia pada 7 Desember
1894.
Sekarang,
dunia mencatat De Lesseps sebagai orang besar pembangun Terusan Suez. Hal ini
sesungguhnya kurang tepat, karena sebenarnya Firaun-lah yang pertama kali
membangun terusan itu. [] (ridyasmara)
Sumber: http://www.eramuslim.com/berita/tahukah-anda/kanal-suez-bukan-dibangun-ferdinand-de-lesseps.htm
Terusan Suez Karya Legendaris Umar Bin Khattab
<p>Your browser
does not support iframes.</p>
Kepemimpinan Umar Bin
Khattab sudah banyak dikenal umat Islam baik dari riwayatnya maupun
kisah-kisahnya baik di jaman Rasulullah ataupun masa ke-khalifahannya. Perlu
diketahui jarang sekali diketahui karya-karya mereka selain masalah akhlak dan
akidah mereka. Inilah salahsatu karyanya. ternyata Terusan Suez Karya
Legendaris Umar bin Khattab. Terusan Suez merupakan karya master piece dan
karya agung berdasar ide cemerlang sekaligus membuktikan kecerdasan Amirul
Mukminin Umar Bin Khaththab raddiyallahu’anhu. Ngomong-ngomong udah tau Terusan
Suez itu dimana belum ?.. Di Mesir Sob.
Ide jenius beliau menghubungkan
Laut Merah dan Laut Putih Tengah karena adanya berbagai potensi domestik
yang sudah dikenal pada zamannya. Juga kejeniusan beliau patut kita berbangga
karenanya, adalah kemampuan beliau mewujudkan proyek tersebut dalam waktu
relatif singkat sehingga terusan tersebut bisa dilalui oleh kapal-kapal.
Di musim dingin tahun 641-642
M, Amru bin Ash ra. membuka terusan yang menghubungkan antara laut
Qalzim dengan Laut Romawi atau di posisinya sekarang, dikenal dengan nama
Terusan Amirul Mukminin.
Al Qadha’i bercerita,
Umar bin Khattab ra. menginstruksikan pada Amru bin Ash ra. pada saat musim
paceklik untuk mengeruk teluk yang berada di samping Fusthath kemudian
dialiri air sungai Nil hingga laut Qalzim.
Belum setahun, teluk
inipun sudah bisa dilalui oleh kapal dan digunakan untuk mengangkut logistik ke
Mekkah dan Madinah. Teluk ini juga dimanfaatkan penduduk dua tanah suci itu
hingga disebut Teluk Amirul Mukminin.
Al Kindi bertutur bahwa teluk tsb dikeruk pada
tahun 32 H dan selesai hanya dalam waktu 6 bulan. Kapal-kapal sudah bisa lalu
lalang menyusuri teluk hingga sampai di Hijaz bulan ke tujuhnya.
Terusan ini sangat
membantu penduduk Mesir hingga era Khalifah Abu Ja’far Al Manshur , yang
dibendungnya untuk memutus aliran dan dukungan Mesir terhadap perlawanan Muhammad
bin Abdullah bin Hasan bin Ali bin Abi Thalib di Hijaz.
Sebagian sejarah juga
menyebut, bahwa Amru bin Ash telah memikirkan untuk menghubungkan 2 laut
putih dan Merah , namun tampaknya yang dimaksud adalah terusan lain, yang
membelah antara Selat Timsah dengan Barzah, antara Mesir dan Sinai hingga Laut
Tengah. Tapi rencana ini dibatalkan karena alasan pertimbangan militer yang ada
pada zaman itu.
Pada masa Khilafah
Utsmaniyyah, teluk ini dibersihkan tiap tahun. Musim dingin, teluk ini
biasanya ditutup karena dikeruk dan dibersihkan seperti perayaan. (biasanya
bulan Agustus). Lumpur yang dikeruk lalu diangkat dan ditimbun di samping
kanan-kiri aliran teluk. dan ini sungguh menarik perhatian penduduk setempat
Terusan
Suez (bahasa Arab, Qanā al-Suways),
di sebelah barat Semenanjung Sinai, merupakan terusan kapal sepanjang 163 km yang terletak di Mesir, menghubungkan Pelabuhan
Said (Būr
Sa'īd) di Laut Tengah dengan Suez (al-Suways) di Laut Merah.
Terusan
Suez dibuka tahun 1870 dan dibangun atas prakarsa insinyur Perancis yang bernama Ferdinand
Vicomte de Lesseps.
Terusan ini mengizinkan transportasi air dari Eropa ke Asia tanpa mengelilingi Afrika. Sebelum adanya kanal ini,
beberapa transportasi dilakukan dengan cara mengosongkan kapal dan membawa
barang-barangnya lewat darat antara Laut Tengah dan Laut Merah.
Terusan
ini terdiri dari dua bagian, utara dan selatan Danau Great Bitter, menghubungkan Laut Tengah ke Teluk Suez
Dalam
era Perang Dunia I Terusan Suez yang saat itu berada di bawah kekuasan Inggris, diserang oleh pasukan Jerman dan Turki Ottoman. Posisi Suez yang sangat
strategis, yaitu menghubungkan Laut
Mediterania
dan Laut Merah, menjadikan terusan ini
objek rebutan antara pasukan Sekutu dan Axis.[1]
Saat
Mesir dipimpin Presiden Gamal Abdul Nasir terusan Suez pada tanggal
26 Juli 1956 dinasionalisasi pihak Mesir. Hal ini memicu terjadinya
krisis Suez karena Prancis tidak
terima Suez dikuasai mesir. Pada tanggal 29 Oktober 1956 terjadi serangan
gabungan dari Israel, pasukan Inggris dan Prancis di Mesir. Melalui intervensi dari
PBB , Amerika Serikat dan Uni Soviet konfrontasi tersebut dapat berakhir
relatif cepat, dan kampanye perang pada 22 Desember 1956 kembali dievakuasi.
Dalam Perang Enam Hari mendorong Israel pada
tanggal 9 Juni 1967 kembali menguasai Suez . Terusan Suez tetap tertutup untuk
pengiriman dari mesir dan menempatkan di perbatasan antara Mesir dan Israel.
Israel mendirikan sebuah garis pertahanan yang garis Bar-Lev dan mengusai Semenanjung
Sinai . Dalam Perang Yom Kippur , pada tanggal 6 Oktober
1973 Suez berhasil dikuasai oleh pasukan Mesir . Tetapi pada akhirnya Israel
juga berhasil memukul mundur Mesir dalam serangan balasan pada 16 Oktober 1973,
Israel menyeberangi Suez dengan membuat sebuah jembatan di atas kanal. Pada
akhir perang Yom Kippur meski Mesir kalah secara militer tapi menang secara
diplomatik sehingga seluruh saluran suez dan semenanjung Sinai kembali di bawah
kendali Mesir. Setelah sempat ditutup sementara akhirnya terusan Suez kemudian
dibuka untuk umum lagi pada tahun 1975.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar